Elena melangkahkan kakinya menuju ruang kerjanya.
Ia tidak tahu bila sekretarisnya itu dipanggil oleh sang kakak karena ingin tahu alasan pengunduran dirinya yang sebenarnya.
Begitu masuk kedalam ruangannya, Elena baru sadar bila dirinya belum sarapan, padahal sebentar lagi waktunya makan siang.
Sejak tadi ia tiba dikantor, Elena hanya minum secang kopi buatan sekretarisnya.
Meski sekarang sudah teringat, tapi Elena tetap mengabaikannya. Ia akan sarapan sekalian makan siang.
Elena melanjutkan lagi pekerjaan, memeriksa berkas yang diberikan oleh Hendri kemudian menanda tanganinya.
Pukul 12 lewat 10 menit, Elena menyudahi pekerjaannya lalu bangkit dari tempat duduk, meraih tasnya dan berjalan keluar dari ruangannya.
Wanita itu akan makan siang direstorant yang berada disebelah kantornya.
Setibanya disana Elena segera mencari meja yang kosong, namun tidak ada yang kosong.
Semua meja tempat duduknya sudah diisi hampir semua karyawannya karena lokasinya yang dekat dari kantor membuat restorant tersebut sangat diminati.
Perutnya sudah lapar sekali pandangannya juga sudah sedikit kabur, karena pusing dikepalanya.
Elena memilih berbalik dan melangkahkan kaki untuk keluar dari restorant tersebut, namun langkah kakinya terhenti saat dirinya dihampiri sekretarisnya.
"Kalau Bu Elena mau makan siang duduk saja dimeja saya. Nanti biar saya gabung dengan yang lain," ucap Hendri.
"Tidak perlu, saya mau makan dikantin kantor saja." ucap Elena.
Hendri sudah hendak menanggapi ucapan Elena namun tiba-tiba, Elena yang berada dihadapannya ambruk kebelakang.
Brukk!!
Elena ambruk dilantai membuat panik seisi restorant tersebut.
"Bu Elena!" panggil Hendri karena terkejut.
Pria itu segera mengangkat tubuh Elena yang pingsan tersebut.
Namun sebelum mengangkat tentu saja Hendri sudah meminta izin terlebih dahulu walaupun tidak mendapat jawaban dari Elena.
Hendri menggendong tubuh Elena keluar dari restorant tersebut dan memasukannya kedalam mobil, lalu ia kemudikan menuju rumah sakit.
Setibanya dirumah sakit, Hendri segera menggendong lagi tubuh Elena untuk dipindahkan kebrangker rumah sakit.
Pria itu juga membantu perawat untuk mendorong brangker tersebut.
Tidak sengaja, Hendri berpapasan dengan seseorang yang ia kenali.
"Pak Satria!" panggil Hendri setelah melewati Satria bersama Cecil.
Satria baru saja mengantar Cecil untuk periksa kandungannya.
Pria itu juga tidak sadar bila berpapasan dengan sekretaris istrinya itu.
Satria yang dipanggil namanya itu tentu saja menoleh, namun hanya menoleh.
Begitu ia tahu yang memanggil dirinya itu adalah Hendri ia segera melanjutkan lagi langkah kakinya sembari merangkul pinggang wanita yang tengah bersamanya.
Mendapati Satria mengabaikan dirinya, Hendri segera mengejar suami dari atasannya itu.
"Pak. Pak Satria tunggu sebentar," ucap Hendri sembari mengejar pria itu.
Hendri menghadang Satria dan Cecil yang sudah hendak pulang. Pria itu berdiri didepan keduanya.
"Pak Satria, Bu Elena tadi pingsan saya baru saja membawanya kerumah sakit," ucap Hendri.
Satria tak perduli dengan ucapan pria didepannya. Baginya Elena pingsan atau tidak, rasa dendamnya tetap ada.
Pria itu kembali melangkahkan kaki tanpa melihat pada Hendri didepannya.
Tapi Hendri tidak menyerah, pria itu masih berusaha agar Satria mau perduli sedikit saja pada atasannya itu membuat Satria geram.
Brukk.
Satria mendorong tubuh Hendri yang tak mau menyingkir dari hadapannya sehingga menubruk pada dinding.
"Jangan ikut campur urusan rumah tangga orang lain," ucap Satria sembari menatap tajam pada Hendri.
Setelahnya Satria dan Cecil segera berlalu dari hadapan Hendri.
Sedangkan Hendri yang didorong oleh Satria hanya mampu menggeleng sembari menatap kepergian suami dari atasannya itu.
Hendri kemudian menghampiri ruangan dimana Elena diperiksa.
Setelah menunggu kurang lebih setengah jam akhirnya dokter yang memeriksa Elena keluar.
Dokter itu mengatakan bila Elena hanya kelelahan dan sedang banyak pikiran.
Terlebih lagi wanita itu tadi pagi tidak sarapan, membuatnya semakin lemah dan jatuh pingsan.
"Hufftt, ini pasti karena suaminya," gumam Hendri setelah menghela nafasnya.
Tidak lama kemudian Elena dipindahkan keruang rawat.
Hendri masih setia berada disana, ia bingung harus memberi tahukan pada Reyhan atau tidak.
Jadi, pria itu hanya menunggu Elena hingga sadar.
Ponsel didalam tas Elena terus-terusan berdering, namun Hendri tidak berani untuk menjawabnya, bahkan hanya sekedar melihat siapa yang menelpon atasannya itu, Hendri tidak berani.
Karena terus berdering, suara ponsel itu mampu membangunkan Elena yang sedang tertidur dibrangker.
Wanita itu perlahan membuka matanya.
Dilihat olehnya, ia sedang berada disuatu ruangan yang tercium bau obat.
Wanita itu sudah bisa menduganya bila dirinya sedang berada di rumah sakit.
Melihat atasannya sudah membuka mata, Hendri segera menghampiri wanita itu.
"Bu Elena sudah bangun?" tanya Hendri.
Wanita itu tak menjawab ia masih mengingat-ingat kenapa dirinya sampai tiba dirumah sakit.
Setelah diingat-ingat, akhirnya Elena mengingatnya.
Ia tadi merasa pusing lalu tidak sadarkan diri direstorant.
"Hendri, kamu tidak memberitahu mas Reyhan, kan?" tanya Elena.
"Tidak Bu," jawab Hendri.
Beruntung pria itu tadi mengurungkan niatnya untuk menghubungi Reyhan.
Bila tadi ia menghubungi Reyhan, sudah pasti akan mendapat omelan dari atasannya itu.
"Syukurlah," ucap Elena lega.
"Oiya Bu, tadi saat anda dibawa kemari. Saya berpapasan dengan pak Satria," ucap Hendri memberi tahukan pada Elena bila dirinya tadi berpapasan dengan Satrian.
"Lalu kemana dia?" tanya Elena.
Hendri menggelengkan kepalanya, tanda ia tak berhasil membujuk Satria untuk perduli pada Elena.
Wajah Elena seketika murung. Meski ia sedang sakit tapi suaminya tetap tak perduli dengannya.
Elena malu. Malu sekali pada Hendri yang tahu bila pernikahan dirinya tidak seperti yang orang lain lihat.
"Kapan saya boleh pulang?" tanya Elena.
"Besok anda sudah boleh pulang," jawab Hendri.
Elena menganggukan kepalanya, lalu melengos mengalihkan wajahnya agar tidak dilihat oleh Hendri
Wanita itu menghadap kearah jendela kaca yang berada disebelahnya, dimana ia bisa melihat kearah luar.
Hendri yang mengerti itu segera berpamit pada Elena untuk kembali kekantor.
Kini Elena hanya tinggal seorang diri dirumah sakit itu.
Tidak ada suami yang ia cintai disana.
Elena ingin sekali menangis, namun masih ia tahan air matanya agar tidak luruh jatuh kepipi.
"Tidak bisakah kamu perduli sedikit saja padaku?" tanya Elena.
Meski ia tahu bila dirinya dinikahi untuk balas dendam namun Elena tetap saja merasakan sakit hati yang begitu dalam.
Entah nanti pernikahannya dan Satria bisa dipertahankan atau tidak.
Tapi bila terus-terusan seperti ini, rasanya Elena tidak sanggup untuk terus berlama-lama menjadi istri pria itu.
Impiannya menikah dengan pria yang ia cintai memang terwujud.
Tapi bukan seperti ini yang ia mau, pernikahan balas dendam.
Yang ia mau yakni, pernikahan yang Sakinah Mawadah Warahmah.
Entah itu bisa terwujud atau tidak, Elena tidak bisa menjaminnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Devys
jika menyakitkan lepaskan saja.. karena hanya menimbulkan luka
2023-12-16
0