"Saya tahu bila ibu tidak baik-baik saja," ucap Hendri.
Mendengar suara seseorang yang ia kenal, Elena segera mengusap air mata diwajahnya, takut bila sekretarisnnya mengetahui dirinya menangis dan akan melaporkan pada kakaknya.
Wanita itu tidak membalikan tubuhnya. Ia masih diposisinya terduduk dilantai, hingga Hendri tiba disebelahnya.
"Sedang apa kamu disini?," tanya Elena.
"Saya mengikuti Bu Elena yang tadi berlari sembari menangis," jawab Hendri.
Elena mendelik, rupanya sekretarisnya itu sudah melihat dirinya tadi menangis.
Ia sama sekali tidak tahu bila dirinya berpapasan dengan Hendri sewaktu berlari menuju rooftop ini.
Ia juga tidak mendengar pria itu memanggil-manggil dirinya.
Elena memasang wajah baik-baik saja, meski ia tahu bila Hendri melihatnya menangis, namun ia tidak mau memperlihatkan sekarang.
Elena perlahan bangkit dari tempatnya luruh dilantai.
Kemudian melangkahkan kakinya untuk kembali kekamar hotel yang akan ia tinggali selama berada dibali.
"Saya bisa menjadi tempat untuk Ibu berbagi cerita," ucap Hendri menawarkan diri.
Elena yang sudah melangkahkan kakinya seketika menghentikan langkah kakinya karena mendengar ucapan Hendri.
"Tidak perlu," ucap Elena kemudian, melanjutkan langkah kakinya meningggalkan Hendri yang masih dirooftop.
Elena tidak ingin berbagi cerita pada siapapun.
Wanita itu menuruni tangga darurat yang tadi ia gunakan saat naik kerooftop.
Setibanya dikamar hotel itu, Elena mengunci pintu kamar hotel tersebut, kemudian duduk ditepi ranjang.
Hiks hiks.
Mengingat penghianatan suaminya membuat Elena menangis lagi.
"Kamu tega mas," lirih Elena yang menangis didalam kamar hotel itu.
Seharusnya Elena dan Satria masih menikmati waktu bersama sebagai pengantin baru.
Bukan seperti ini, seolah mereka tidak memiliki hubungan apa-apa.
Pantas saja saat sebelum mereka menikah, Satria tidak mau diberi hadiah paket honeymoon oleh Reyhan.
Rupanya seperti ini yang pria itu inginkan, memadu kasih dengan wanita lain.
Padahal Elena sendiri bahkan belum pernah disentuh oleh pria itu.
Hingga tengah malam, Elena masih saja menangis namun sudah tidak mengeluarkan air matanya lagi.
Rasa sesak didada serta pikiran yang berat membuatnya kelelahan, hingga akhirnya terlelap.
Pagi datang.
Elena keluar dari kamar tepat saat jam sarapan. Ia sengaja berjalan melewati kamar dimana suaminya menginap dengan wanita lain.
Ia ingin tahu, apakah suaminya itu sudah bangun atau belum.
Tepat saat ia berada didepan pintu kamar tersebut, rupanya Satria dan Cecil juga keluar dari kamar itu.
"Sedang apa kamu berdiri disitu?," tanya Cecil pada Elena namun tidak ditanggapi oleh wanita itu.
Elena fokus menatap wajah suaminya.
"Mass, kumohon berhentilah. Jangan perlakukan aku seperti ini. Aku tidak sanggup, mass. Hiks hiks," ucap Elena pada Satria.
Pria itu tidak langsung bersuara, ia hanya menatap pada wanita yang sedang menangis dihadapannya.
Sedangkan Cecil, ia melihat kesekitarnya, ternyata banyakborang yang sedang memperhatikan mereka.
Cecil membisikan sesuatu pada Satria, setelahnya wanita itu menarik tangan Elena untuk masuk kedalam kamar itu.
"Kamu sengaja ya El buat drama menangis didepan kamar kami? Kamu ingin semua orang merasa iba dengan mu?," tanya Cecil.
"Kenapa memangnya? Kamu malu ya. Kita ini sama-sama perempuan Cecil. Kamu harusnya bisa menjaga perasaan aku, bukan justru jadi pelakor seperti ini," ucap Elena.
Plakk.
Cecil yang tidak terima dengan ucapan Elena melayangkan tamparannya pada wanita itu.
"Sudah pernah aku katakan padamu, Elena. Aku dan Satria menjalin hubungan jauh sebelum kalian menikah. Jadi, disini yang pelakor itu adalah kamu!," ucap Cecil menunjuk pada wajah Elena.
Satria yang juga ada disana hanya diam saja.
Pria itu sama sekali tidak membela Elena, pasalnya apa yang dikatakan Cecil itu adalah benar, bila dirinya dan Cecil menjalin hubungan jauh sebelum dirinya menikahi Elena.
"Tapi sekarang mas Satria itu suamiku. Jadi seharusnnya kalian ini mengakhiri hubungan gelap kalian," ucap Elena tidak mau kalah.
"Jangan lupa satu hal Elena. Satria menikahi kamu hanya untuk membalaskan dendamnya pada saudara kembarmu itu," ucap Cecil.
"Sudahlah Cecil, jangan herani dia. Sebaiknya kita sarapan saja," ucap Satria.
Pria itu melingkarkan tangannya dipinggang Cecil, kemudian membawa wanita itu keluar dari kamar hotel.
Satria tidak ingin Cecil dan Elena terus berdebat. Ia tidak ingin melihat Elena.
Setiap kali melihat wajah Elena, dada pria itu selalu berdenyut nyeri.
Oleh karenanya pria itu terus mengabaikan Elena, menghindari wanita itu agar ia tidak melihatnya.
Elena yang ditinggal keluar oleh suaminya dan Cecil, segera mengejarnya.
Kejaran Elena itu berhasil menyusul Satria yang sudah melangkahkan kakinya hampir sampai dipintu lift.
"Mass," panggil Elena sembari mencekal tangan pria itu.
Satria yang tangannya dipegang oleh Elena segera menghempaskan tangan tersebut, agar terlepas dari cekalan Elena.
"Bukannya kamu mencintai aku, Elena?. Kamu pasti bisa menerima aku, meski aku berhianat," ucap Satria menyeringai.
Degg!!
Kalimat itu?.
Kalimat yang pernah ia dengar dari seseorang.
Alena?.
Iya.. Kalimat itu pernah Elena dengar dari mulut Alena, saat Satria dan saudara kembarnya bertengkar karena penghianantan Alena terungkap.
Tapi kenapa?
Kenapa ia mendengar kalimat itu lagi.
Kalimat itu bukan lagi keluar dari mulut Alena, melainkan dari mulut Satria.
"Kenapa kamu terkejut seperti itu, El? Bukannya kalimat itu pernah dilontarkan Alena padaku?," tanya Satria pada Elena, namun wanita itu diam saja.
"Bagaimana perasaanmu saat kalimat itu aku ucapkan pada dirimu? Itulah yang aku rasakan saat itu Elena," ucap Satria.
Elena tidak mampu berkata-kata lagi. Ia memundurkan kakinya membiarkan Satria pergi dari hadapannya.
Ting.
Beruntung mereka telah selesai dengan pembicaraannya saat pintu lift tersebut terbuka.
"Ayo honey tinggalkan saja dia," ajak Cecil.
Wanita itu menarik tangan Satria, lalu membawa pria itu masuk kedalam lift.
Satria mengurungkan niatnya makan dilantai dasar hotel itu, karena pasti akan bertemu lagi dengan Elena.
Ia dan Cecil akan sarapan ditempat yang lain.
Setelah kepergian Satria dan Cecil, Elena membalikan tubuhnya yang ternyata ada Hendri disana.
Lagi-lagi pria itu selalu menyaksikan dirinya diperlakukan buruk oleh suaminya.
"Sejak kapan kamu disana?," tanya Elena pada Hendri yang berdiri tak jauh darinya.
"Sejak tadi, Bu," jawab Hendri.
"Kamu sengaja ya ngikutin saya?," tanya Elena.
"Tidak Bu, saya kebetulan hendak sarapan karena akan bekerja," ucap Hendri.
"Saya tidak mau lagi kamu tahu urusan rumah tangga saya," ucap Elena.
"Baik Bu," ucap Hendri.
Elena mengurungkan niatnya untuk kembali kekamar.
Ia ikut masuk kedalam lift bersama Hendri yang lebih dulu masuk kedalam lift tersebut.
Didalam lift tersebut hanya ada mereka berdua. Disana mereka hanya saling berdiaman.
Tidak ada yang memulai lebih dulu pembicaraan.
Elena menegaskan bila Hendri jangan ikut campur dengan masalahnya.
Sedangkan Hendri ia jadi tidak enak pada atasannya karena selalu memergoki saat wanita itu sedang bertengkar dengan suaminya atau sedang menangis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
JDI WANITA BODOH NGEMIS2 CINTA, GK ADA HARGA DIRI DIHADAPN CECIL..
2023-09-20
0
Sulaiman Efendy
KAYAKNYA HENDRI ADA HATI DGN BOSNYA.
2023-09-20
0