Vs Pemimpin Bandit (2)

Pemimpin bandit, Bren namanya, memandangi Fredrick dengan perasaan yang campur aduk. Ada semangat yang menyala-nyala di sana karena dirinya menghadapi lawan yang tidak biasa. Namun entah mengapa, ada perasaan ragu juga takut dalam dirinya. Melihat dia bisa selamat dari serangan mendadaknya lalu menepis serangan kuatnya hanya dengan tangan kosong, sebuah pemahaman merasuk dalam diri Bren. Dia tidak bisa meremehkan anak kecil yang ada di depannya.

"Suatu saat ayah pernah bercerita." Kata anak itu. "Tentang salah satu ksatria hebat yang dimilikinya. Namun karena kesalahan yang dia lakukan, yang menyebabkan banyak ksatria milik ayah tewas, ayah memutuskan untuk menghukum dan mengasingkannya. Sekarang orang itu melanglang buana, tanpa tujuan. Berdasarkan ciri-ciri yang ayah ceritakan, itu adalah dirimu, Bren."

Kata-kata anak itu membuat mata Bren terbelalak. perasaan benci, marah, dan dendam memenuhi dirinya. Ingatannya terlempar pada masa ketika duke Paul Von Heisenberg melimpahkan hukuman untuknya dengan tangannya sendiri. Bren tidak akan pernah melupakan rasa sakit ketika pedang sang duke mencabik-cabik dirinya. Bahkan, meski semua luka itu telah sembuh, rasa sakit itu masih menghantuinya, hingga kini.

Dia menatap anak itu lagi, yang kini sedang memegang busur dan anak panah milik anak buahnya yang telah mati. Tapi ia tidak mengarahkannya ke Bren. Melainkan ke arah hutan lebat yang berada di belakang Bren. Seketika anak panah tersebut dialiri oleh petir. Secepat kilat, anak panah itu melesat, melewati Bren dan masuk ke dalam hutan. Tidak lama kemudian, dentuman yang cukup besar terdengar.

Bren memegangi pipinya dan ada darah di sana. Inilah pertama kalinya sejak dia dihukum oleh duke Heisenberg, seseorang berhasil melukai dirinya. Meskipun sedikit.

Bren dengan cepat mengalirkan mana ke seluruh tubuhnya. Meskipun memiliki badan besar dan berotot, Bren sangat gesit. Dalam sekejap, dia telah berdiri tepat di depan bocah itu, mengangkat kapaknya, lalu dengan keras mengayunkannya. Anak itu segera menyingkir dari sana. Dan keputusannya tepat. Karena begitu mata kapak jatuh menyentuh tanah, bumi disekitarnya langsung hancur.

Masih mengincar anak itu, Bren melempar kapaknya dengan sangat kencang. Kapak tersebut berputar di udara, dengan presisi melesat menuju anak itu. Untung bagi dia karena berhasil menghindarinya. Tidak ingin kehilangan momentum, dia meraih pedangnya dan menutup jarak antara dirinya dan Bren. Anehnya, Bren sama sekali tidak berusaha menghindar dan hanya tersenyum!

Menyadari ada yang salah, anak itu bermanuver, yang membuat Bren sedikit kaget. 'Sepertinya dia sudah tahu mengenai kemampuan kapakku.' pikir Bren. Ia mendecakkan lidahnya. Tidak lama kemudian kapak yang dia lempar tadi kembali menujunya. Bren mendengus sebal. Dia berhasil menghindari serangannya lagi!

"Begitu. Jadi kau memiliki kemampuan untuk mengatur senjatamu sesuka hati, ya. Jika aku sampai kena, pasti akan mati atau minimal terluka parah. Mau itu jarak dekat atau jauh, akan sulit melawanmu.". Bren melongos kesal. "Menarik. Hei bocah, katakan siapa namamu!". Anak itu mengangkat bahunya lalu menjawab, "Fredrick."

Bren memandangi Fredrick dengan tatapan tajam. Sudah dia duga, sejak pertama kalinya dia melihat Fredrick berhasil menangkis serangannya dengan tangan kosong, dia adalah anak yang berbahaya. Pilihan Bren hanyalah mengeliminasi Fredrick. Disini dan sekarang! Dia tidak perlu menahan diri!

Kali ini Fredrick yang memulai serangan. Dari jari-jarinya, ia menembakan tiga anak panah api besar yang sangat panas. Dia menggunakan banyak mana ke dalam tiga anak panah api itu. Namun Alih-alih menghindarinya, Bren justru menangkis semuanya dengan kapak! Membuat panah-panah tersebut tersebar ke segala arah.

Pada saat jarak antara dirinya dan Fredrick sudah cukup dekat, Bren menebaskan kapaknya secara vertikal, mengincar kepala Fredrick yang lebih pendek dari dirinya. Fredrick juga tidak kalah cepat. Dia berhasil menahan serangan kapak Bren dengan pedangnya. Terjadilah pertarungan sengit antara Bren dengan Fredrick. Pedang dan kapak mereka saling berdentuman satu sama lain. Bren yang bergerak cepat berhasil diseimbangkan oleh Fredrick. Tidak peduli darimana pun dia menyerang, Bren tidak menemukan celah dalam gerakan Fredrick.

"Kau hebat nak! Tapi kau hanya fokus pada kapakku!" Fredrick nampak terkejut. Dia segera menyadari kesalahannya. Tanpa menghabiskan banyak waktu, Bren menendang perut Fredrick dengan keras. Membuat Fredrick terpental cukup jauh dan berguling-guling di atas tanah. Sayangnya, kesenangan itu hanya sesaat. Karena tidak lama kemudian, Bren juga menyadari kesalahannya.

Dia menyadari kalau tubuh Fredrick keras. Pada saat dia menendangnya, entah bagaimana rasanya ia seperti sedang menendang sebuah tembok batu. Dia memahami kalau Fredrick memanfaatkan tendangannya untuk membuat dirinya sendiri terpental dan menciptakan jarak yang cukup jauh antara dia dan dirinya. Fakta kalau Fredrick terlihat baik-baik saja setelah menerima tendangan sekeras itu.

Selain itu, ini adalah kesempatan emas bagi Fredrick untuk merapalkan mantranya dan menembakan sihirnya lagi. Masalahnya, rapal Fredrick sangat cepat. Bahkan dia tidak perlu mengucapkannya secara verbal. Dan Bren tidak akan membiarkan itu terjadi!

Disitulah Bren menyadari kesalahan ketiganya. Selain memberikan jarak dan waktu untuk Fredrick, kakinya telah terjebak dalam lumpur yang dalam dan kuat! Ternyata anak sialan itu telah menggunakan sihirnya begitu dia ditendang! Alhasil, sekarang kakinya sangat sulit untuk diangkat karena terjebak lumpur!

"Jebakan semacam ini tidak cukup untuk melumpuhkanku, bajingan!!!". Bren berteriak kencang. Memaksimalkan mananya, dia mencoba untuk keluar dari lumpur yang Fredrick ciptakan, yang sayangnya lebih kuat daripada yang ia duga.

"Tidak, itu lebih dari cukup. Karena bukan lumpur itu yang akan membunuhmu.". Dugaan Bren meleset. Awalnya dia berpikir kalau Fredrick akan menenggelamkan dirinya di dalam tanah. Ternyata tidak. Lima detik setelahnya, Tiga anak panah api yang tadi dia tangkis kembali menyerangnya dari atas, kiri, dan kanan.

Seketika Bren berteriak. Api yang sangat panas membakar kulitnya dan dengan cepat merusak organ dalam dan melelehkan tulang-tulangnya. Api yang tidak bisa dibandingkan dengan api para penyihir yang pernah membakarnya.

Dari balik api yang menjilat-jilat dirinya dan dari rasa panas yang menghantuinya, Bren melihat Fredrick yang menyeringai.

...****...

catatan author: Saya selalu stuck ya ketika menulis adegan pertarungan. Semoga teman-teman puas dengan chapter ini, hahaha.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!