Setelah Pertarungan

Fredrick, dengan seringainya, berdiri sembari menonton tubuh Bren yang terbakar. Dengan kekuatan yang Bren miliki, akan membutuhkan waktu untuk membakarnya hingga mati. Namun hal itu justru sangat menyakitkan bagi Bren. Kini yang bisa dia lakukan hanya meronta kesakitan sembari memohon ampun. Meminta agar api yang menjilati tubuhnya segera dipadamkan.

"Mungkin inilah yang rekan-rekanmu rasakan saat mereka dibakar hidup-hidup oleh musuh. Itu akibat dari pengkhianatan yang kau lakukan.". Fredrick mulai bicara sendiri. Wajahnya mengadah ke langit. "Hanya karena uang yang jumlahnya tidak seberapa, kau membocorkan lokasi anak buahmu, membiarkan musuh menyusup ke perkemahan mereka, tidak melakukan apapun saat mereka dibakar hidup-hidup.

"Tanpa malu, kau menyanggah semua perbuatanmu dan ketika kau dihukum, kau menganggap dirimu adalah korban. Bukan hanya tidak menyesali perbuatanmu, kau malah menjadi bandit. Mungkin, salah satu kesalahan terbesar ayahku adalah tidak membunuhmu sejak awal." Fredrick berdiri dan berjalan menuju Bren yang tengah sekarat. Tubuhnya sudah lemas tapi api milik Fredrick masih membakarnya.

"Karena itulah aku membereskan pekerjaan yang belum tuntas. Selamat tinggal, Bren.". Fredrick menambahkan mananya pada api, membuat kobarannya semakin besar. Dia baru memadamkannya ketika tubuh Bren telah meleleh dan tidak dikenali lagi.

Fredrick merasakan kehadiran banyak orang yang menghampirinya. Mereka berasal dari dua arah. Tetapi ia tidak perlu khawatir karena itu adalah ayahnya dan count Manstein. Yang Fredrick lakukan hanyalah merebahkan diri di atas rerumputan dan menunggu mereka datang.

...****...

Paul sangat terkejut ketika dia menghampiri lokasi Fredrick. Anaknya terlihat baik-baik saja. Dia hanya ketiduran karena angin yang terasa sejuk. Tetapi itu kontras dengan kondisi di sekitarnya. Tanah-tanah yang terangkat, pepohonan yang tumbang, dan mayat para ksatria maupun bandit setelah mereka bertarung mati-matian.

Paul memeriksa keadaan anaknya. Syukurlah kondisinya baik-baik saja. Meskipun ada luka lebam di perutnya, sisanya tidak ada yang mengkhawatirkan. Tidak kuasa untuk membangunkan anaknya yang kelelahan, Paul dengan perlahan mengangkat anaknya dan menaikkan ke atas kuda. Membiarkan ia tetap tertidur.

"Sisanya....." Paul mengalihkan perhatiannya pada mayat-mayat bergelimpangan. Perintahnya, semua ksatria yang gugur akan mendapatkan pemakaman yang layak. Sementara mayat bandit akan ditumpuk di satu tempat dan dibiarkan begitu saja. Menjadi makanan bagi hewan buas atau monster ganas di dalam hutan.

Perhatiannya lalu tertuju pada seonggok mayat yang tidak lagi dapat dikenali. Kondisinya sangat buruk. Gosong dan meleleh. Baunya juga sangat tidak enak. Namun Paul dapat segera mengenalinya saat dia menyadari adanya sebuah kapak besar yang teronggok di samping bangkai itu. Senjata yang sangat ia kenali.

'Astaga, memalukan sekali. Anakku harus menuntaskan pekerjaan milik ayahnya.' Gumam Paul dalam hatinya. Menggeleng kecil, Paul memutuskan untuk membiarkan mayat Bren menjadi santapan penghuni hutan.

Selama membereskan sisa-sisa pertempuran, Paul terus bertanya-tanya. Siapa yang membocorkan rute yang akan Fredrick lalui? Siapa yang membawa Bren memasuki teritorinya? Meski pertanyaan itu terus berkecamuk, Paul memutuskan untuk menyimpan itu semua di kepalanya. Dia akan memulai penyelidikan ketika semua urusannya di sini selesai.

...****...

Sementara itu tidak jauh dari lokasi pertempuran, Eric yang daritadi berniat untuk menonton pertarungan antara Bren dan Fredrick kini berjalan terseok-seok di dalam hutan. Nafasnya sangat kasar. Matanya berkunang-kunang. Jalannya pun tidak seimbang. Sebuah luka besar terlihat menganga di bahunya. Erangan rasa sakit tidak berhenti keluar dari mulutnya. Bersamaan dengan sumpah serapah.

"Sial! Sial! Kenapa jadi seperti ini!?" Eric berhenti sejenak. Telapak tangannya ia gunakan untuk menekan luka itu. Eric sama sekali tidak menyangka kalau dirinya akan diserang oleh Fredrick! Mungkin dia berniat mengincar Bren awalnya. Namun karena tidak kena, justru dirinya lah yang harus menjadi samsak.

'Aku harus segera kembali dan menyembuhkan lukaku!' Tekadnya dalam hati. Dia bisa terus menggunakan mana untuk memperkuat dirinya. Tapi itu tidak bertahan lama. Masalahnya karena ia tidak bisa menggunakan sihir penyembuh. Mungkin kalau bisa, dia tidak perlu kembali ke area kastil keluarga Heisenberg. Mau bagaimana lagi. Eric tidak memiliki pilihan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!