"Maaf," cetus Almero, sejenak ia terdiam, lalu kedua netra berbeda warna itu bertemu satu sama lain.
"Apa semalam dia bangun?" tanyanya dengan nada yang serius, "Ya, dan anda seperti biasa menghilang entah kemana," sahut Freya.
"Bukan menghilang! Aku kira itu mimpi," gumamnya yang membuat Freya menepuk dahinya.
"Anda tidak mencoba untuk bersatu dengan diri anda, bagaimana anda akan kembali ke kerajaan dan menggantikan posisi ayah anda?!" cetus Freya.
"Ayah? Kerajaan? Memangnya siapa orang tua ku? Kau mengetahuinya? Dimana mereka? Paman dan bibi hanya mengatakan kalau mereka meninggal karena kecelakaan," sedikit menggebu Almero mendengar kabar tentang kedua orang tuanya.
"Untuk keberadaannya, hamba belum mengetahui jelas keberadaannya, jika ibunda Tuan, banyak yang mengatakan beliau sudah tidak ada, tapi untuk Lord Athan Arrow, hamba curiga beliau hanya tertidur seperti jiwa anda yang separuh itu," jelas Freya.
"Jadi aku harus menyatu dengan laki-laki bertampang bengis itu?" tanya Almero dengan tatapan malasnya, jujur saja setiap kali ia mengingat kemesraan antara Freya dan laki-laki yang di maksud tak lain adalah belahan dari dirinya yang lain, Almero yang polos ini merasa jengkel dan entah mengapa juga bawaan hari ingin marah.
Ya... mungkin bisa jadi sudah tumbuh rasa didalam dada, "Astaga Tuan, dia kan dirimu juga!" menggeleng pelan Freya sedikit gemas saat menjelaskan pasal kecemburuan sang Tuan.
"Tapi aku tidak suka melihatmu bersamanya..." ceplosnya lagi.
Tersenyum Freya, seolah ia mendapat penerangan, seolah rasa yang di pendam di dalam dada akan segera terbalas.
"Benarkah?" mengangkat salah satu alisnya Freya bertanya, jangan lupa senyum yang menjengkelkan bagi Almero sudah pasti tercetak jelas di wajah cantik yang arogan itu.
"Lupakan!" celetuknya dengan ketus, tertawa Freya dan itu membuat Almero melihat sisi ceria dari gadis dihadapannya itu.
Seperti melihat langit mendung yang berganti dengan cerahnya sang mentari berhiaskan pelangi.
Begitulah pandangan Almero saat ia melihat tawa lepas Freya Victoria, "Maka menyatulah dengannya, biar anda tidak melihat hamba bersama dengan dia,"
Menghela napas panjang Almero terpaksa setuju dengan ide yang Freya berikan, "Baiklah, tapi kau jangan muncul di hadapan para mahasiswa! Apalagi dengan tampilan manusia seperti ini, itu terlihat konyol!" mengalihkan pandangan dengan raut wajah tak menyenangkan, Almero kala ia mengutarakan kata-katanya.
"Baiklah, hamba setuju, tapi cium dulu!" memajukan wajah dengan sedikit mendongak, Freya lengkap dengan bibir merah segarnya yang sengaja ia monyongkan.
Bukan memberikan ciuman, Almero malah mendorong wajah cantik itu menggunakan tangan kanannya, "Nih cium tangan!" cetusnya, kemudian ia berjalan keluar dari toilet.
Wajah kesal Almero sama sekali tidak menumbuhkan rasa jengkel dibenak Freya, malah gadis itu merasa itu sangat lucu, bahkan ia tertawa dengan melihat punggung sang Tuan yang semakin menjauh.
"Dia sangat menggemaskan!" gumamnya.
Seperti kesepakatan mereka saat di toilet tadi, setelah berpisah dari toilet, Almero sudah tidak lagi melihat sosok mahasiswi yang mampu mencuri semua atensi mahasiswa di Universitas nya.
Tapi kenapa ketidak hadirannya membuat Almero merasa kosong?
Seperti ada yang kurang, gelisah rasa hatinya, sedang apa kira-kira gadis yang tidak bisa diam itu?
Dimana dia?
Juga... Bersama siapa dia saat ini?
Berbagai pikiran memenuhi otak Almero, bahkan mata kuliah yang mampu memusingkan otak teman satu kelasnya tidak mempan baginya, saat ini hanya Freya Victoria saja yang memenuhi otaknya.
"Apa jangan-jangan dia sedang menggoda laki-laki lain diluar sana?" batinnya.
Tapi belum lama ia bergumam dalam batinnya, tiba-tiba suara yang sangat ia kenal berbisik, "Tuan pikir hamba wanita murahan? Hamba hanya tunduk panda anda Tuanku! Jangan samakan hamba dengan wanita-wanita murahan diluar sana!" bisiknya.
Terdiam merinding Almero dibuatnya.
"Kau! Dimana kau?" sedikit merasa panik Almero melihat ke kanan dan kiri, tapi tidak ada sosok yang dia cari.
"Hamba di sini!" suara itu kembali berbisik.
"Dimana?" kali ini Almero sedikit mengencangkan suaranya bahkan dosen di depan sampai menegurnya.
"Yang dibelakang! Ada pertanyaan?" teriak dosen yang tengah menjelaskan.
Almero menggeleng pelan, "Tidak pak, maaf!" ucapnya sopan.
Tiba-tiba bolpoin yang di genggamnya sedikit bergerak tanpa Almero menggerakkan, tatapan matanya dapat menangkap gambaran wajah cantik Freya disana.
"Kau!" kembali Almero terdiam dan menatap sekelilingnya, kemudian kembali ia fokus pada bolpoin yang di genggamnya.
"Kau sedang apa di dalam sana! Jangan mengganggu ku! Jangan sampai aku di anggap gila karena ngobrol sama alat tulis!" bisik nya dengan nada menggertak.
"Hihihi... Anda ini lucu sekali Tuan, hamba tidak ada, Tuan kepikiran, lalu saat hamba ada, Tuanku menyuruh hamba pergi, haish... memang sifat manusiamu ini syulit untuk di pahami," suara itu membuat Almero menghela napas sedikit kasar.
"Pulang lah! Nanti kita bicara di rumah!" ucapnya dengan nada yang memerintah. Setelahnya bayangan Freya yang terdapat didalam bolpoin tadi menghilang begitu saja, menggeleng pelan Almero dengan makhluk yang sering mengikutinya itu, tapi aneh juga jika dia pikirkan lagi.
Kenapa dia selalu kepikiran dengan kondisi dan situasi gadis yang jelas bukan manusia itu?
Bahkan jika gadis itu tidak mengusiknya, dia akan hidup biasa seperti hari-hari sebelumnya, lalu apa yang membuatnya selalu mencari dan ingin mencari tau kabar tentang Freya?
Benarkah dia mulai tertarik dengan makhluk astral itu?
Pulang dari kampus, Almero berjalan memasuki gang perumahan yang di tempatinya.
Ceklek!!!
Baru saja ia membuka pintu, seorang gadis dengan T-Shirt hitam dan hot pants berwarna putih berdiri didepannya.
"Nih cuci! Gue capek!" teriaknya dengan melempar cucian kotor kearah wajah Almero yang baru saja masuk.
"Tapi kak..."
"Udah pulang telat, masih berani ngebantah! Oh sekarang lo mau males-malesan iya? Habis pulang dari penelitian lo di hutan itu, lo mau jadi anak males? Lo nggak kasian noh orang tua lo yang udah nggak ada bakal ngeliat anaknya jadi anak pemalas!" cecar gadis yang bernama Maya, tak lain adalah anak dari paman dan bibi Almero.
"Maaf kak, Almer akan mencuci sekarang," ucapnya seraya memunguti pakaian-pakaian yang berserakan.
Tentu saja pemandangan tak mengenakkan indera penglihatan itu tak lepas dari sepasang netra merah darah yang saat ini berdiri di samping Almero.
Tanpa ada yang menyuruh, Freya melempar salah satu pakaian kotor itu kearah Maya, tak meleset sedikitpun hingga pakaian itu mengenai kepala gadis sombong itu.
"Almer! Beraninya kau!" teriaknya dengan melempar kembali baju yang baru saja mengenai wajahnya. Namun tidak dapat baju itu kembali mengenai Almero, karena Freya menahannya menggunakan kekuatannya.
Alhasil baju itu melayang di tengah-tengah antara Almero dan Maya, membelalak kedua mata Maya, tak percaya dengan apa yang dilihatnya, syok gadis itu sampai pingsan dilantai...
Brugh!!
Ambruk terkapar Maya tak sadarkan diri, "Hentikan Freya! Kau membuatnya takut!" Almero membentak Freya yang masih mempertahankan baju yang melayang itu.
"Tapi dia memperlakukan Tuanku seperti halnya seorang budak!" sergah Freya, kali ini kedua netra merah darah itu menatap tajam kearah Almero, ada tersirat di sana bahwa gadis itu tidak suka Tuannya di rendahkan.
"Tapi ini memang pekerjaan ku sehari-hari..."
"No! Tidak-Tidak!" Freya menyilangkan kedua tangannya didepan dada membentuk huruf X.
Menggeleng pelan gadis cantik itu, "You're my Majesty, tidak pantas anda melakukan hal-hal kotor ini Tuan!" ucapnya dengan setengah berbisik, tak mampu lagi ia berkata dengan nada tinggi kepada sang Tuan.
"Lalu jika bukan aku, siapa yang akan mengerjakannya?" tanya Almero, sungguh ia asal-asalan melontarkan pertanyaan bodoh itu, tapi Freya menanggapinya dengan serius.
"Biar hamba yang mengurus semuanya!" cetusnya dengan meraih cucian kotor yang ada ditangan Almero.
Mengerut kedua alis Almero sampai keningnya berkerut, "Sudah, Tuan kembali ke kamar saja!"
"Hah, terserlah!" Almero segera beranjak menuju kamar, karena ia pikir Freya yang akan menggantikan dirinya mencuci.
Rebahan di atas kasur empuknya, meregangkan otot-otot yang mulanya lelah, Almero terbawa semilir angin yang merasuk melalui jendela, rasa kantuk mulai menguasai dirinya.
Tapi tiba-tiba ia di kejutkan oleh suara bibinya yang begitu melengking.
"Apa yang kau lakukan Maya?...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments