"Brisik! Sayang! Kemarilah, aku membutuhkan dirimu!" terdengar suara dengan gaya setengah mengantuk. Freya segera duduk di samping Almero berbaring, digenggamnya tangan dingin milik sang Tuan.
Alan dan Alvin bersamaan menoleh ke arah ranjang, dan di sana mereka mendapati Benjamin Almero sudah duduk bersandar pada kepala ranjang, "Hamba di sini Tuan, ada apa? Tuan baik-baik saja?"
Kelembutan Freya membuat kedua kakaknya saling tatap satu sama lain. Seperti bukan Freya saja, sejatinya gadis itu sangat sombong, arogan, dan tidak ada halus-halusnya.
Tapi apa ini? Kenapa Freya berubah?
Alvin masih terdiam, karena ia merasa bahwa pemuda yang Freya dekati saat ini bukanlah manusia, ia merasa jika pemuda itu bagian dari rasnya, bahkan auranya saja Alvin dapat merasakannya.
"Lancang! Beraninya kau menyentuh adikku!" Alan mendekati Freya dan menarik adik kesayangannya itu agar menjauh dari pemuda yang masih berbaring di atas ranjang dengan kepala yang bersandar pada kepala ranjang.
"Al, jangan kasar! Dia Lord kita, tidakkah kau mengenalinya?!" cetus Alvin dengan menepuk pundak adiknya.
"Lord yang mana?! Bahkan aku sendiri pun bingung, Daddy masih setia dengan Lord Athan Arrow, yang bahkan tidak pernah menampakkan batang hidungnya, sedangkan keluarga Zaros selalu berkoar-koar, Zaros lah Lord yang sekarang!" berapi-api Alan menyerukan kebimbangan nya.
"Dan dia!" sambung Alan dengan menunjuk Almero.
"Jelas dia manusia, lalu kau menganggapnya sebagai Lord? Punya kuasa apa dia?!" imbuhnya masih dengan mencengkeram lengan Freya dengan sangat kuat.
"Al, sakit!" keluh Freya yang merasakan tangannya hampir putus karena kekuatan sang kakak.
Masih stay di atas permukaan kasur halusnya, Almero menyentil udara kosong yang ia arahkan kearah tangan Alan, dan...
"Ssshhh Argh!!" mengerang kesakitan Alan saat tangannya terasa seperti tersayat pisau.
"Kemarilah sayang!" lembut Almero memanggil Freya, gadis itu berjalan santai dan duduk tepat di sisi ranjang, di samping Almero.
"Sakit?" tanyanya lembut, Freya hanya mengangguk ketika pergelangan tangannya disentuh oleh sang Tuan.
Terlihat Almero mengusap pelan permukaan kulit halus yang memerah karena terluka, dan adegan itu disaksikan langsung oleh kedua kakak Freya, yakni Alvin dan Alan.
"Aku mengagumi pengelihatan mu putra Victor!" cetus Almero dengan tatapan masih fokus ke arah pergelangan tangan Freya.
"Dia kakak tertua hamba Tuan, Alvin Victor," ucap Freya, Almero hanya tersenyum kemudian kembali ia mengusap pergelangan tangan yang lukanya mulai memudar.
"Aku juga mengagumi kekuatan dan juga kecepatan mu putra Victor, kau hebat, tapi tidak untuk menyakiti adik perempuan mu! Bahkan sekarang dia sudah menjadi belahan jiwa ku!" cetus Almero dengan membelai wajah Freya.
"Maafkan kelalaian kakak kedua hamba Tuan," sekali lagi Freya mewakili kakaknya berbicara.
"Tak apa sayangku, dia begitu karena menyayangi dirimu, aku sedikit lebih tenang karena saat aku tak ada, ada mereka yang akan menjagamu," ucap Benjamin Almero dengan senyum kecutnya.
"Apa maksud Tuan?" tanya Freya yang tidak mengerti.
"Besok, aku akan kembali ke kota, dan ku harap kau tidak mengikuti ku!" sahut Almero masih dengan senyuman yang sama.
"Tapi Tuan..."
"Ssshhh... Aku tidak mau bantahan darimu! Aku suka kekasihku yang patuh," selanya sebelum Freya melanjutkan ucapannya.
"Kau tau, aku tidak akan bangkit tanpa dirimu, aku aman di dalam alam bawah sadarku sendiri," imbuhnya.
Mendengar itu Freya terdiam cukup lama, jujur ia merasa dilema, entah apa yang membuatnya begitu berat saat sang Tuan berpamitan, bahkan seharusnya ia terbebas dari tanggung jawab melatih dan menyatukan dua jiwa yang sangat bertolak belakang ini.
Tapi hati Freya seakan merasa berat, seperti tak mau ia berpisah walau hanya sebentar saja.
"Maaf yang Mulia, Apakah anda tidak mau ikut kembali ke London? Ke kerajaan kita, pimpinlah kembali kerajaan yang hampir terpecah belah itu," pinta Alvin yang sedari tadi terdiam.
Segera Alan berlutut, ia tau hanya dirinya yang tidak menyadari kehadiran sang Majesty...
"Benar yang Mulia, maafkan hamba jika hamba yang membuat Tuan ku ingin meninggalkan kastil ini, maafkan hamba..."
"Tidak, tidak, berdirilah..." sejenak Almero menatap Freya.
"Apa?" tanya Freya yang tak mengerti maksud dari tatapan mata Almero.
"Kau belum mengenalkan namanya kepada ku! Bagaimana aku akan menyebutkan namanya?" cetusnya yang membuat Alvin dan Freya bersamaan menepuk kening masing-masing.
"Oh astaga, hamba kira ada apa," menghela napas lega, Freya yang tadinya mengira jika Almero akan memberikan hukuman kepada sang kakak.
"Namanya Alan! Dia kakak kedua hamba, adik dari..."
"Ya aku tidak sebodoh itu, dia adiknya Alvin!" sela Almero dengan kembali menatap Alan yang masih berlutut dilantai. Sedangkan Freya hanya memejamkan mata menanggapi kelakuan sang Tuan, "Berdirilah Alan! Aku mengampuni keteledoran mu, aku yakin kau begitu karena kau ingin melindungi adik mu," cetusnya.
"Ya yang Mulia," sahut Alan seraya berdiri, "Sungguh maafkan hamba..."
"Sudah-sudah, simpan saja kata maafmu itu, aku ingin meminta waktu berdua bersama gadis cantikku ini," ucap Almero dengan mengelus surai panjang nan ikal milik Freya Victoria.
"Baik yang Mulia, kami ijin undur diri," ucap Alvin yang kemudian menghilang dan di ikuti oleh Alan yang juga segera menghilang dari ruangan pribadi milik Almero itu.
Benjamin Almero mengulurkan tangannya ke arah pintu dan...
Ceklek!!!
Pintu terkunci, kemudian pandangannya beralih kearah Freya yang masih duduk disisi ranjangnya, "Sudah jam lima pagi," cetusnya.
Freya yang bingung hanya mengangkat keuda alisnya hingga kedua bola matanya membulat, dan itu terlihat sangat lucu dan imut bagi Almero.
"Oh ayolah ini sudah pagi, jangan menggoda ku!" ucapnya dengan mencubit pipi Freya.
"Menggoda?" Freya sungguh bingung dengan ucapan sang Tuan.
"Kemarilah!" Almero menggeser duduknya, kemudian ia menarik lengan halus milik sang kekasih, hingga tubuh Freya menghambur kedalam dekap hangat belahan dada Almero.
Didekapnya erat tubuh Freya, "Tuan, anda baik-baik saja?" tanya Freya.
"Aku pasti akan merindukanmu," bisiknya seraya mengecup pucuk kepala Freya.
"Tidak bisakah hamba ikut ke kota?" menggeleng Almero kala ia mendengar pertanyaan dari sang kekasih.
"Jangan tanya kenapa! Di sana terlalu banyak manusia-manusia yang licik, aku tidak mau gadis cantikku ini akan menjadi objek yang menarik bagi mereka yang licik!" sahut Almero dengan mencubit gemas dagu Freya.
Terdiam gadis itu bahkan untuk menatap Almero saja ia enggan, sungguh hatinya terasa mengganjal dan tidak rela.
"Aku akan mengunjungimu setiap akhir pekan!" cetusnya.
"Janji?" tanya Freya, etah mengapa kata yang sering kali di ingkari itu ingin Freya cetuskan, bahkan ia sedikit berharap kepada kata yang seringkali di abaikan sebagai kata penenang.
"Tuan? Berjanjilah!" sekali lagi Freya meminta, kali ini kedua mata merah itu menatap wajah tampan Benjamin Almero.
Bukan jawaban kata, Benjamin Almero hanya menganggukkan kepala, ia kemudian kembali mengecup pucuk kepala Freya, dan kemudian memeluk erat tubuh gadis itu.
"Tidurlah, ini sudah hampir fajar, dan semalaman kau tidak tidur," cetus Almero.
"Apa Tuan lupa jika bangsa kami tidak akan bisa tidur malam hari?" tanyanya yang mengundang tawa dari Benjamin Almero.
"Hahaha... Tidak, aku bukan lupa, bahkan aku terbangun saat diriku yang lain tertidur," sahutnya.
Terdiam sejenak keduanya hingga terdengar dengkuran halus dari wajah tampan yang masih memeluk erat tubuh Freya.
Bersamaan dengan munculnya sinar mentari pagi, saat itu pula kedua mata merah darah milik Freya ikut terpejam...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments