Hidup dengan Ciuman

Cuaca yang mendung tapi tidak hujan ini membuat udara kian melembab, rumput dan juga dedaunan masih terasa basah karena embun yang enggan untuk beranjak dari tempatnya.

Kesetiaannya akan selalu berlaku pada tempat singgahnya, kecuali mentari datang menyinari, dan akan membuatnya hilang mengering kembali.

Namun cuaca pagi ini sungguh mendukung kegiatan lima mahasiswa yang tengah meneliti tanaman obat yang mereka temukan di dalam hutan lebat ini.

Almero fokus dengan buku catatan yang di genggamnya sedari tadi, ia mencatat berbagai tanaman yang ditemukannya, sedang Alex, Levin, Rosalie dan Fani sedikit menjaga jarak dari pemuda tampan yang datang bersama mereka itu.

"Apa kalian tidak menyadari perubahannya?" bisik Levin yang masih mengingat tatapan Almero didepan pintu kamarnya pagi tadi.

"Iya, ada perubahan, lihat otot lengannya! dengan kemeja yang pas body itu dia terlihat seksi," ucap Fani yang memperhatikan otot lengan Almero yang tercetak jelas.

"Kepala lo Isi nya begituan mulu ya!" Rosalie menyentil kening Fani, tak suka gadis itu jika Almero dilihat dengan penilaian mesum dari gadis lain.

"Aduh! Ros! Sakit tau!" keluhnya dengan mengusap keningnya yang masih terasa berdenyut.

Karena perdebatan yang lumayan riuh itu, Almero menoleh kearah keempat temannya, "Ada apa? Kalian menemukan sesuatu?" kembali Almero membuat melongo keempat temannya.

Kemana raut sadis bin bengis yang terlihat saat di rumah pagi tadi? Tapi syukurlah jika Almero sudah kembali dengan perangainya yang halus dan nurut.

Pikir mereka dengan mengelus dada masing-masing. Apakah selama ini teman tampannya ini mempunyai kepribadian ganda? Mungkin begitulah isi kepala keempatnya.

Masih dengan tatapan polos tak berdosanya, Almero menatap teman-temannya satu persatu, "Ada apa? Ada yang salah dengan ku?"

"Tidak ada apa-apa, mari kita lanjutkan, di sana tadi ada tanaman yang aneh," Alex sengaja mengalihkan pembicaraan, dan itu berhasil membuat teman-temannya beralih pada arah yang di tunjukkan oleh Alex.

^^^Di dalam kastil...^^^

Ketiga bersaudara itu kini tengah bersantai dengan menikmati cairan merah yang terisi penuh didalam gelas heels masing-masing.

Duduk bersantai di atas permukaan sofa, Freya menyilang kan kakinya, dengan sesekali menyesap cairan merah yang ada di gelasnya.

Santai dan tidak uring-uringan gadis itu, entah merasa aneh atau malah seperti kehilangan sesuatu, Alan dan Alvin bersaudara saling bertukar pandang melihat kejanggalan ini.

Ada apa dengan Freya? Tidak biasanya ia semanis dan sesantai ini.

Begitulah pikiran dua kakak beradik itu melihat sibungsu.

Di samping kebingungan kedua kakaknya, pikiran Freya melayang kepada adegan beberapa jam sebelum Almero meninggalkan dirinya dikamar lantai dua.

Serangan panas nan ganas dibawah guyuran air shower membuat Freya kewalahan, sungguh jika bangkit jiwa asli Almero, Freya tak bisa apa-apa selain pasrah dan menikamti setiap sentuhan dan belaian dari sang Tuan.

Saling menggigit, seolah bertukar makanan, tapi itu membuat Freya semakin bertenaga, segar akhirnya, tapi lemas untuk sesaat.

Berbeda hampir 360° Almero jika sudah bangkit, bahkan Freya yang langsung mengetahuinya terkadang masih dilanda kebingungan.

Bagaimana tidak bingung? Sebentar lagi jika si tampan itu sudah kembali pulih, ia akan diklaim sebagai wanita cabul yang berani menyentuh laki-laki polos macam dia.

"Hah... Pelan sedikit Tuan, kau menyakiti ku!" keluh Freya dengan mencengkeram lengan berotot milik Almero yang terus berpacu di hadapannya.

"Sakit? Tapi kau suka, kan?" di sela napas yang kian memburu Almero berbisik di samping telinga Freya.

Terlena Freya dengan sentuhan lembut benda tak bertulang yang menari-nari di ceruk lehernya, sampai ia tak lagi merasakan sakit dengan pacuan yang Almero berikan.

Sampai terdengar samar suara seseorang yang memanggil nama Benjamin Almero.

"Mer! Almer! Lo di dalam?!"

"Tuan, teman anda..."

"Haish mengganggu saja!" sela Almero dengan gurat kemarahan diwajahnya.

Brak-Brak-Brak!!

Pintu kamar itu digedor dengan begitu kuat dari luar, "Tuan... takutnya dia akan merusak pintu kamar..." sekali lagi Freya berucap.

"Kita selesaikan dulu!" setelahnya Almero bergerak lebih cepat berusaha menuntaskan juga mencapai puncak bersama dengan Freya.

Lenguh juga desah panjang itu memenuhi ruang kamar mandi, setelahnya lengan kekar Almero meraih handuk yang tersedia di sana, ia melilitkan handuk putih itu di pinggangnya.

Raga bidang dengan otot kekar itu berjalan menjauh, Freya masih terduduk dibawah guyuran air shower dengan memandangi kepergian tuan tampannya.

"Benarkah anda hanya membutuhkan hamba disaat-saat seperti tadi? Ya hanya kebutuhan *** saja, tidak lebih," batin Freya masih dengan menatap punggung yang kian menjauh.

"Jangan lama-lama di sana! Aku segera kembali!" Almero menoleh dan berkata, sebelum raga kekar itu hilang sepenuhnya ditelan pintu keluar.

Senyum bahagia dengan semu merah muda di pipinya menandakan Freya begitu bahagia, "Bagaimana dia bisa tau kata hatiku? Ah ini bukan diriku! Memangnya sejak kapan aku luluh dengan pesona laki-laki?" batin Freya yang masih menikmati guyuran air shower yang terasa menyejukkan.

"Tapi dia berbeda, mungkinkah dia jawaban dari sifatku yang mudah bosan, dia berkepribadian ganda, dan aku suka keduanya," masih berdiam diri dengan memejamkan kedua matanya.

Freya menengadah membiarkan wajah cantiknya dihujani oleh air shower yang jatuh tanpa tau takut.

Ketenangan dan keheningan yang berirama kan gemericik air shower membuat Freya enggan untuk beranjak dari hujaman air yang menyejukkan itu, sampai ia merasa ada sepasang tangan yang menggerayang pada permukaan kulit putih nan mulusnya.

Terpaksa kedua netra merah itu harus terbuka dan nampak lah wajah tampan sang tuan yang dangat dihormati juga di kaguminya.

"Tuan?" lirihnya dengan mata yang mengedip karena terkena guyuran air.

"Aku harus pergi, teman-teman ku sudah menunggu!" bisiknya, kemudian tatapan tajam itu menatap lekat netra Freya yang berwarna senada.

Almero mengecup sejenak bibir merah Freya, sebelum akhirnya ia berdiri dan akan berjalan meninggalkan gadis itu.

Freya meraih tangan Almero kala si tampan itu sudah berdiri, "Tunggu Tuan!" ucapnya.

"Sepenting itukah hamba? Sampai-sampai anda berpamitan saat akan pergi?" dengan keberanian yang Freya kumpulkan, gadis itu bertanya dengan mendongak menatap wajah Almero.

Senyum itu terlihat di ujung bibir Benjamin Almero, sebelum ia menjawab pertanyaan Freya, "Menurut mu bagaimana? Jangan berlagak bodoh didepan ku! Harusnya kau tau aku bukan termasuk laki-laki yang suka bermain-main,"

Freya menunduk, dilepaskan genggaman tangan dinginnya yang sedari tadi melekat halus di tangan Almero, "Baik, maaf," lirihnya sadar diri.

Sadar akan perubahan dari gadis itu, Almero meraih pundak Freya dan dibawanya raga polos itu untuk berdiri menghadap padanya.

Freya masih menunduk, tak berani ia menatap wajah tampan yang penuh akan pesona itu.

Tanpa sepatah kata, Almero tiba-tiba merengkuh tubuh Freya, dipeluknya erat, dengan berbisik...

"Hanya kamu yang dapat membangkitkan ku, bagaimana kau bisa mempunyai pertanyaan seperti itu?" Almero berucap masih dengan memeluk Freya.

"Maksud Tuan? Maaf hamba tidak mengerti," lirih Freya bertanya.

"Ciuman mu, itu membawaku untuk bangun," sahut Almero.

"Apa?" Freya melepas peluk mesra tubuh berotot itu.

"Jadi kau hidup dengan ciuman dari ku?" tanya Freya yang masih tidak paham.

"Ya... tapi tergantung dengan ketulusan hatimu juga!" itulah perbincangan terakhir sebelum Almero meninggalkan Freya untuk bergabung dengan teman-temannya.

Pembicaraan itu selalu terngiang di kepala Freya, "Jadi aku penting dikehidupannya?" batin Freya masih dengan duduk di sofa, tangan kanannya menggoyang-goyangkan gelas heels yang terisi penuh oleh cairan merah.

Senyum tipis terbesit di ujung bibir Freya Victoria, meneguk habis hingga tandas cairan merah didalam gelas.

"Isi lagi!" titahnya kepada kakak sulungnya, mengerut dahi Alan tak mengerti dengan adiknya.

"Kak? Apa sekarang kau tuli?" tanya Freya dengan melirik sisnis.

"Apa aku tida salah dengar? Kau mau lagi? Bahkan itu baru saja habis," sahut Alvin yang asal ceplos.

"Biarlah Vin toh baik kalo dia mau meminum darah hewan, bukan untuk memburu manusia," cetus Alan, ia segera meraih gelas heels yang Freya ulurkan, dan segera pula ia mengisi gelas heels itu dengan cairan merah darah babi itu...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!