Sinar mentari yang menyilaukan mata pagi, sudah menembus tirai tipis yang menutupi jendela kamar yang Almero tempati.
Terbuka perlahan kedua netra yang semula terpejam, manik hitam Almero menatap langit-langit kamar, ia masih mengingat jelas bagaimana semalam Freya berduaan bersama dengan laki-laki yang di kata itu adalah jatidirinya yang lainnya.
Sungguh sesak dan jengkel di hati kala Almero mengingat itu, apalagi saat ia mengurung diri didalam selimut, Freya sedikitpun tak ada usaha untuk membujuknya agar tidak marah. Dan lagi, saat dia mengikuti, gadis itu malah bersama enam laki-laki yang bertubuh kekar, bahkan otot Almero yang terlihat seksi saja kalah mempesonanya.
"Sampai di kota gue harus nge-Gym, pokoknya harus nge-Gym!" tekatnya dengan memandang langit-langit kamar.
"Mer! Lo udah siap, kan?! Kita jadi balik ke kota hari ini!" terdengar suara Alex dari balik pintu kamar yang masih tertutup.
"Ok! Gue siap-siap dulu!" sahutnya, namun saat ia hendak berdiri, pemuda itu merasakan tangannya berat sebelah dan...
"Astaga gadis ini! Bukan kah dia semalam sudah bersama laki-laki lain?! Kenapa tidur juga harus ngikut gue!" geramnya dengan perlahan memindahkan kepala Freya agar tidur di bantal yang tersedia.
Segera Almero meninggalkan Freya yang masih terlelap, bersiap, mandi dan membereskan barang, Almero lakukan sendiri dengan sangat hati-hati, ia tak mau mengganggu istirahat gadis itu.
Entah mengapa dan sejak kapan, Almero begitu peduli dengan gadis yang saat ini tidur di atas ranjang kamar yang ia tempati.
Setelah beres semuanya...
Akhirnya Almero dan keempat kawannya sudah memasuki mobil Jeep berwarna putih, "Hati-hati di jalan yang Mulia," suara laki-laki itu samar-samar merasuk kedalam indera pendengaran Almero.
Sejenak ia menoleh kearah belakang, dan di sana ia melihat dua laki-laki yang tak asing di dalam otaknya tengah berdiri di tengah-tengah ambang pintu masuk kastil.
"Sejak kapan ada dua laki-laki itu? Bukan kah hanya gadis aneh itu penunggu rumah tua ini?" batin Almero dengan kembali menghadap kedepan, membenarkan posisi duduknya didalam mobil jeep milik Alex.
"Bagaimana dengan Freya? Gadis itu sendirian didalam sana, dan dua laki-laki aneh itu?" sekali lagi Almero menoleh kearah belakang, dan dua laki-laki itu masih terlihat berdiri di ambang pintu kastil tua.
"Mer, lo liat apaan sih?" tanya Fani yang duduk di samping Almero, bahkan gadis itu ikut menoleh kebelakang.
Masih terdiam Almero, ia pun masih mengingat sangat jelas saat malam hari Fani menggodanya dan kepergok oleh Freya, tapi pagi ini Fani seolah biasa saja, bahkan tidak ada sedikitpun kata protes saat seperti tadi malam, mungkinkah Freya menghapus ingatan gadis itu?
Entahlah...
Almero memejamkan kedua netra hitamnya, semua ingatan dan juga kebingungan memenuhi otaknya. Ia sandarkan kepalanya pada sandaran kursi mobil.
Tak mendapatkan jawaban dari pertanyaannya, Fani kembali terdiam.
^^^Didalam Kamar... ^^^
Deru mesin mobil merasuk sampai kedalam indera pendengaran Freya, gadis itu menyibak selimut hangat yang menutupi seluruh tubuhnya.
Melayang indah gadis itu kini berdiri dibalik jendela, dari sana ia melihat mobil jeep berwarna putih melaju meninggalkan kawasan kastil.
Tanpa ia sadari dari sudut matanya mengalir bulir-bulir bening yang mulai membasahi pipi mulusnya.
"Sampai jumpa Tuan," lirihnya dengan mengusap bulir bening yang hampir menetes dari dagunya.
Ceklek!!!
Suara pintu terbuka membuat Freya sontak menoleh dan ternyata Alvin yang berdiri di sana.
"Kurang ajar! Membuat ku terkejut saja!" umpat Freya yang kembali menatap jendela.
"Kau menangis?" nada yang menjengkelkan itu tentu saja dihiasi juga dengan tawa mengejek dari Alvin Victor, sudah pasti Freya mengelak...
"Tidak!"
"Halah, bilang saja iya, itu masih ada ingus dibawah hidungmu!" cetusnya dengan menunjuk wajah sembab sang adik.
"Enak saja!" kilahnya, namun walau begitu tangan kiri Freya tetap mengusap bagian hidung yang ditunjuk oleh Alvin.
"Kau bisa jelaskan bagaimana hubunganmu bisa begitu dekat dengan yang Mulia Lord?" tanya Alan yang tiba-tiba sudah bergabung bersama Freya dan Alvin.
"Ya! Kau hutang penjelaskan kepada kami! Atau jangan-jangan kau sudah dari awal mengetahuinya, dan tidak memberitahu kami, kejam sekali!" imbuh Alvin, kakak pertama itu bernada sinis dengan menghempaskan pantatnya pada permukaan sofa.
"Bukan maksud tidak memberi tahu kalian, tapi Tuan Ben sendiri yang tidak ingin keberadaannya diketahui oleh yang lainnya," jelas Freya.
"Tuan Ben?" terhenyak kedua saudara itu mendengar nama yang Freya sebutkan bukan Athan Arrow.
"Ya namanya Benjamin Almero, dia putra dari Lord Athan Arrow yang sudah lama tertidur," Freya mulai menceritakan bagaimana ia bertemu dengan sosok yang berbeda dengan satu raga yang sama itu.
Bahkan kebingungannya untuk membedakan keduanya Freya juga menceritakan semuanya, dari dirinya yang terlihat bodoh saat menghadapai Almero, sampai dirinya yang kuwalahan menghadapi sifat kekanakan Almero yang terlihat naif dan tidak mau mengakui perasaannya.
"Jadi, di calon Lord kita yang akan menggantikan Zaros?" tanya Alan dengan ekspresi seriusnya.
"Ya, tapi jangan sampai klan kita mengetahuinya, karena saat ini Beliau masih belum bisa bangkit seutuhnya, hanya semalam saja ia dapat menggunakan kekuatannya, tapi setelahnya hilang, dia belum cukup kuat," cetus Freya dengan menerawang jauh keluar jendela.
Baru kali ini Alan dan Alvin mendapati Freya mau berpikir tunggu, bukan berpikir tapi memikirkan individu lain, bahkan ia mau menentang egonya, ia mampu menekan amarahnya.
"Kau menyukainya?" tanya Alan.
"Pertanyaan bodoh macam apa ini?" tanya Freya dengan melipat kedua lengannya didada.
"Tentu saja aku menyukainya, dia Lord kita, sang Majesty, kalian lihat ini!" Freya menunjukkan tanda merah yang masih terlihat di ceruk lehernya kepada kedua kakaknya.
"Ini tanda yang dia berikan! Dan bagaimana aku tidak menyukainya?" imbuhnya lagi dengan membuang pandangan keluar jendela.
Ya... lagi-lagi luar jendela adalah sasaran pandangan dari Freya, ada guratan rindu yang tersirat di wajah cantik itu.
"Tidak! Tanpa tanda itu aku yakin kau menyukainya!" cetus Alvin yang membenarkan pertanyaan dari Alan.
"Entahlah suka ku ini hanya sebatas patuh kepada Tuan, atau ketulusan cinta yang tertanam," berat rasanya saat mengungkapkan isi hati, apa lagi yang bersangkutan tak lagi bersanding di sisi.
Tak hanya Freya yang mengalami gundah gulana, Almero pun sama halnya, malam kian mencekam, di dalam kediaman paman dan bibinya, pemuda tampan itu sudah memasuki kamar pribadi yang sempit, hanya berukuran 3x4 meter persegi saja.
Sesempit itu kamarnya sesempit itu pula pikirannya, lagi dan lagi, Benjamin Almero masih memikirkan tentang gadis
cantik yang dua hari kemarin mengisi kekosongan hari dan hatinya.
"Kenapa rasa seperti ini? Apakah ini yang disebut sembilu rindu?" gumamnya dengan merebahkan tubuhnya di atas kasur.
"Ah mungkin aku kurang kesibukan! Sudah lupakan dia!" cetusnya sebelum ia memejamkan kedua netra hitam dan mulai berlayar dibahtera alam mimpinya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments