Rencana penelitian mereka lakukan bersama, kelima mahasiswa dan mahasiswi itu memulai perjalanan di pagi hari.
Cuaca bersahabat pagi ini ditemani oleh hangatnya sang mentari yang dengan cerahnya memberikan cahaya kepada bumi tempat manusia berpijak.
Mobil Jeep berwarna putih dengan paduan hitam di beberapa tempatnya telah terisi penuh dengan lima mahasiswa dari Universitas ternama George Wasington.
Perlahan merayap mobil yang dikendarai oleh Benjamin Almero bersama dengan keempat temannya mulai memasuki kawasan hutan, mulai dari sini sinar mentari hanya sedikit yang berhasil menerobos lebatnya dedaunan hijau yang rimbun.
"Kok jadi serem gini sih suasananya?" gerutu Fani yang memang sedikit manja, ia sengaja memeluk lengan Benjamin Almero yang kebetulan duduk di sampingnya.
"Cih lebay!" melirik sinis Rosalie kala ia menoleh kearah belakang.
"Hadeh, jangan jadiin gue obat nyamuk dong bro!" celetuk Levin yang kebetulan duduk di samping Almero.
Sedangkan Alex hanya menatap sekilas teman-temannya yang duduk di kursi penumpang bagian belakang melalui kaca spion tengah, karena ia harus fokus dengan jalanan yang mulai terasa licin, mungkin hujan baru saja mengguyur jalanan yang sekarang mereka lewati ini.
Terus melaju mobil Jeep itu hingga masuk kedalam hutan yang rimbun bahkan jalanan aspal sudah tidak lagi mereka lewati, kini hanya jalan setapak selebar mobil saja.
"Sorry Fan, gue mau ambil buku," alasan Benjamin Almero untuk lepas dari dekapan si gadis cantik namun genit itu.
"Em... ok deh, tapi gue takut," rengeknya manja, tapi walau bagaimanapun Fani tetap melepaskan lengan si tampan Almero.
Mengeluarkan buku catatan Benjamin Almero mulai mengamati suasana di luar mobil tanpa membuka kaca mobil.
Didalam kastil tua...
Tiga bersaudara itu baru saja menyantap hidangan yang berwarna merah, terlihat lahap Alvin dan Alan kala menikmati hidangan didepannya.
Tapi tidak dengan Freya, gadis bertaring runcing itu terlihat merengut, bahkan bibirnya terlihat mengerucut.
Alan yang melihat ekspresi sang adik meletakkan gelas heels yang ada di tangannya keatas meja.
"Kenapa? Kau tidak mau makan?" dingin dan datar pertanyaan yang Alan lontarkan.
"Hem, tidak enak! rasanya asam, sama seperti di rumah! Aku mau yang manis! Aku pergi dari rumah mau mencari yang lebih segar, lebih fresh! Bukan darah babi seperti ini!" gerutu Freya.
"Kalau kau tak mau biar ini ku makan!" ucap Alvin dengan meraih gelas heels yang masih terisi penuh dengan cairan darah babi.
Plak!!
"Enak saja kau makan! Lalu aku mau makan apa? Memakan mu pun aku tak berselera!" ketus Freya.
"Hus! Jaga bicaramu Fe! Tidak seharusnya kau berucap seperti itu!" Alan memperingatkan sang adik.
Bruuummm...
Ckkkkiiiiiiitttt...
Menoleh kearah pintu utama ketiga bersaudara itu kala mendengar suara deru mesin yang sepertinya berhenti didepan bangunan tua yang mereka tempati itu.
"Heemmmmm..." Freya terlihat menghirup udara dalam-dalam.
"Ini baru makanan yang enak!" celetuknya dengan melayang dan melesat menuju pintu utama, namun dengan cepat Alan menahannya.
"Tunggu Fe! Itu manusia tak bersalah!" cetus Alan.
"Tapi cepat atau lambat mereka akan melakukan kesalahan!" sergah Freya dengan menepis lengan sang kakak yang menahan tangannya.
SLAP!!
Alvin lebih cepat menghadang Freya, ia berdiri di depan daun pintu yang masih tertutup rapat.
"Stop Fe! Jika kau seperti ini, kau akan di pulangkan!" berusaha juga Alvin mencegah sang adik.
Masih tergiur Freya dengan aroma manis yang ia cari selama ini, "Fe!" Alvin menyentuh pundak sang adik, "Kita main cantik!" bisiknya dengan senyum miringnya.
Freya mengangkat salah satu alisnya kemudian tersenyum, "Baiklah!"
SLAP!!!
Menghilang gadis dengan taring runcing itu dari hadapan kedua kakaknya, kemudian Alvin dan Alan segera menyusul Freya yang ternyata bersembunyi di dalam lukisan yang menempel pada dinding ruang tengah kastil tua itu.
Brak!!
Menutup pintu mobil Alex segera menyusul teman-temannya yang sudah memasuki teras bangunan tua.
"Wooooaaaahhh... besar sekali rumahnya, apa ini ada cerita sejarah didalamnya?" tanya Fani sangat penasaran dengan cerita sejarah.
"Ada," sahut Alex yang baru tiba di samping Rosalie. Sontak semua mata tertuju pada sosok tampan dan macho itu.
"Cerita dong!" pinta Fani yang sudah berdiri di samping Alex.
"Konon ceritanya dulu di sini tempat tinggal bangsawan..."
"Vampir maksud lo?" tanya Levin yang mulai terpancing.
Alex hanya mengendikkan bahunya, "Bisa jadi,"
"Jadi mereka beneran ada?" Levin kembali menyeletuk.
"Ih diem dulu Vin! Lenjut Lex," cetus Fani yang tidak sabar dengan cerita Alex.
"Bangsawan itu terbunuh atau hilang, saat mengetahui sang istri yang terbaring di atas ranjangnya sudah tak bernyawa..."
"Ssshhhh argh!!" di tengah-tengah cerita Alex yang mulai membuat penasaran, Benjamin Almero merasakan dadanya nyeri, bahkan si tampan itu sampai menunduk dengan memegangi dada kirinya.
"Lo kenapa Al?" tanya Rosalie, yang kala itu tidak begitu tertarik dengan cerita Alex yang mungkin sudah sering ia dengar dari sang ayah.
"Woy Lex, udah dulu dongeng lo! Lagian itu kan cuma cerita dari orang tua! Lo pasti denger dari ayah, kan?!" tuding Rosalie.
"Mending kita masuk terus istirahat deh, ini kayaknya Almer kecapekan deh, dia pucat banget!" imbuh Rosalie.
Sedikit memutar bola matanya malas, Alex yang masih asik bercerita terpaksa berhenti dan membantu Benjamin Almero untuk dibawanya masuk dan beristirahat di dalam kastil tua itu. Dengan santainya mereka duduk di sofa yang tersedia, tak ada rasa khawatir, bahkan mereka tak merasa jika ada mata yang terus mengamati kegiatan mereka.
"Lihat! Mereka menceritakan tentang kita! Bahkan bingung akan mempercayai keberadaan kita atau tidak," cetus Freya yang sudah berpindah dan berdiri di lantai dua, dengan menatap kearah dimana kelima mahasiswa itu berkumpul.
Perlengkapan medis yang tersimpan didalam kotak p3k sudah Rosalie keluarkan, minyak angin ia berikan kepada Almero yang masih memegangi dada kirinya.
"Lo kenapa sih Al?" tanya Levin yang duduk di sampingnya.
"Entahlah, kaya ada yang nusuk di sini, kaya..." terdiam sejenak Almero tak sengaja mengedar pandangannya dan tanpa sengaja kedua padang mata itu bertemu.
Terbengong terbelalak Benjamin Almero menatap sosok cantik yang berdiri dengan bersedekap dada di lantai atas sana.
Dengan dress tanpa lengan yang berwarna merah dan panjang serta ada belahan di sisi kaki kirinya, membuat gadis itu terlihat anggun.
Rambut hitam kecoklatan yang tergerai ikal sepinggang menunjukkan kata indah untuk dipandang.
Bahkan dari jarak yang jauhnya sekitar empat meter gadis itu mampu memancarkan kecantikannya yang langsung seketika merampas juga merampok atensi si tampan yang pendiam.
"Lo liat apaan sih Al?" tanya Alex yang saat itu juga segera melihat kearah yang sama, yang Almero lihat.
"Lo jangan bikin gue parno dong! Baru juga nyampe, masa iya penghuninya udah mau kenalan aja!" celetuk Levin dengan mengusap tengkuknya.
"Nggak, nggak ada apa-apa kok," tersenyum Almero, ia lebih memilih menyimpannya sendiri bahkan rasa sakit di dadanya sudah berangsur menghilang.
Dilantai dua...
Saat kedua kakaknya bersembunyi dibalik pilar besar, Freya dengan memancarkan pesonanya menampakkan diri.
Tak percuma ia berusaha, nyatanya pemilik aroma manis yang ia hirup sedari tadi, berhasil ia curi atensinya.
Namun saat teman-temannya melihat kearahnya berada, gadis bertaring runcing itu sudah menghilang, menyembunyikan diri dibalik pilar besar.
"Si manis itu harus berhasil ku dapatkan, heeemmmm....hhhaaaahhh... aromanya saja sangat manis, bahkan dari jarak sejauh ini," gumam Freya dengan menghirup aroma manis itu dalam-dalam...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments