Episode 3

      🌺Happy Reading🌺

Seminggu telah berlalu, dimana setelah dua hari di rawat di rumah sakit sakit, Halimah memutuskan untuk membawa keponakannya ke rumahnya dan dengan senang hati Fatimah pun mengiyakan nya, sebab ia tahu bahwa bibinya itu sangat menyayangi nya melebihi siapa pun termasuk kedua orang tuanya yang bahkan selama Fatimah dirawat tak pernah sekalipun mereka menengok bahkan untuk sekedar menanyakan keadaan Fatimah anaknya itu, sungguh mereka orang tua yang ajaib menurutnya.

"Bi, emang bibi gak keberatan kalo Fatimah terus tinggal di sini?" tanya Fatimah suatu hari ketika mereka sedang nonton sinetron, dan bibinya meminta ia tinggal selanya di rumah bibinya itu. "apa mamang juga mau menerima aku?"

"Keberatan gimana, apa selama ini kamu bibi gendong?" canda bi Halimah, ucapan nya itu sengaja biar Fatimah merasa terhibur, karena selama ini bi Halimah merasa sedih melihat Fatimah yang bahkan tak pernah melihatnya tersenyum, ia takut Fatimah psikisnya terganggu akibat perlakuan dari orang tua nya.

"Bibi dan mamang tuh menyayangimu, bibi ingin kamu menemani bibi disini, apa kamu gak kasian sama bibi yang selalu kesepian jika mamang lagi kerja, kamu mau ya, bibi janji akan menganggap kamu itu anak bibi sendiri, akan menyekolahkan kamu hingga semua keinginan mu tercapai." bi Halimah menggenggam tangan Fatimah sambil tersenyum penuh kehangatan kasih sayang membuat mata Fatimah berembun seketika.

"Stop sayang kamu jangan pernah menangis lagi, kecuali tangisan bahagia, anggap bibi ini ibumu, mulai sekarang panggil bibi mama dan papa untuk mamang mu," tangan bi Halimah terulur menghapus air mata yang mengucur deras dari mata Fatimah.

"Baiklah, terima kasih, ma.. " Fatimah menganggukan kepalanya sambil tersenyum. sementara bi Halimah tersenyum lebar sambil memeluk tubuh Fatimah yang kurus.

"Panggil mama sekali lagi sayang." bi Halimah memegang kedua bahu Fatimah dengan tatapan lembut nya.

"Mama.. aku sayang mama, dan papa, " Fatimah melirik Rustam, kemudian mereka kembali berpelukan.

Dan sejak hari itu Fatimah resmi menjadi anak angkat Halimah.

Pak Suganda yang semula keberatan akhirnya mengizinkan setelah ia di beri pengertian oleh Rustam.

Bahkan ia merasa senang melihat Fatimah kembali tersenyum ceria seperti ketika ia masih kecil, walau di sudut hatinya merasa tersentil, Fatimah tersenyum lepas ketika di luar rumah tapi kembali murung ketika di dalam rumah.

Sementara Ibu Rohana terkesan cuek malah terlihat senang dengan perginya Fatimah.

...****************...

Hari berganti waktu telah berlalu.

Sejak diangkat anak dan tinggal dengan bibi nya kehidupan Fatimah berubah drastis, tubuhnya yang semula tinggi kurus kini nampak berisi, aura kecantikan semakin terpancar, apalagi jika ia tersenyum manis, jangankan para kaum lelaki emak emak berdaster pun pesona dan jatuh hati pada sosok putih, yang selalu bersikap ramah dan rendah hati itu.

Fatimah kini sudah duduk di kelas 3 bahkan sebentar lagi akan lulus SMA. Selama ia tinggal terpisah dengan kedua orang tua dan saudaranya, ia hanya beberapa kali mampir ke rumah masa kecilnya bahkan tak pernah sekali pun menginap.

Seperti hari itu, ia sengaja datang karena ayahnya sakit dan minta bertemu dengannya, semula ia enggan untuk datang tapi karena nasihat mama nya ia akhirnya pergi juga dengan catatan, mama Halimah harus menemuinya.

Dan di sinilah sekarang Fatimah berada.

"Sudah enak ya sekarang hidupmu, sampai lupa siapa orang tuamu, " bu Rohana menatap sinis pada Fatimah yang sedang duduk di ruang keluarga dengan ayah dan bibi yang sekarang jadi mama nya.

"Maafkan aku, bu, aku lagi sibuk untuk menghadapi ujian yang sebentar lagi di laksanaka. " Ucap Fatimah sambil meremas kedua tangan nya, seakan takut dan gugup menghadapi ibunya itu.

"Sudahlah, bu, Fatimah baru datang, masih untung dia masih mau melihat keadaan kita. " Pak suganda cepat berucap ketika melihat Fatimah seakan tak enak hati mendengar perkataan ibunya.

"Halah... itu pasti karena hasutan kamu kan, Halimah, supaya Fatimah melupakan keluarga nya, dasar perempuan mandul,"

"Jaga ya mulutmu, gak perlu aku hasut pun, Eva tahu mana keluarga yang tulus menyayanginya dan mana yang hanya memanfaatkan tenaganya bahkan mendzolimi nya!" Halimah merasa tersinggung dengan ucapan kakak iparnya yang sangat pedas dan berusaha untuk memojokkan dirinya.

"Sudah... sudah... kalian kenapa sih, kalo ketemu pasti aja cek cok, kamu juga bu, aku memanggil Fatimah ke sini tuh, karena bapak kangen, karena semenjak ia tinggal dengan Halimah kita tuh gak pernah nengokin dia, dan tanya kabarnya, emang kamu gak merasa kangen sama anak kandung sendiri?" pak suganda berusaha untuk melerei percekcokan antara istri dan adiknya itu, sementara Fatimah hanya menunduk.

Bu Rohana terdiam, sebenarnya di dalam hati kecilnya juga merasakan rindu pada Fatimah, walau bagaimana pun ia merasa kehilangan tapi ia gengsi untuk mengakuinya.

Setelah berbasa basi, sore harinya Fatimah pamit mau pulang, pak suganda berusaha untuk menahannya dan menyuruh Fatimah untuk menginap barang semalam, namun dengan halus Fatimah menolak dengan alasan akan belajar untuk persiapan ujian.

"Maaf, pak lain kali mungkin saat selesai ujian aku nginap." ujar Fatimah sambil menyalami bapak dan mencium tangannya.

"Baiklah, maafkan bapak ya, nak, gak bisa menjadi ayah yang baik tidak bisa melindungi mu, " pak suganda dengan berat hati akhirnya melepaskan Fatimah dalam rengkuhannya, "jaga diri mu baik baik, nak!" ia mengusap lalu mendaratkan kecupan nya di kepala Fatimah yang tertutup hijab biru dongker. tak lupa ia menyisipkan sebuah amplop ke tangan Fatimah anaknya.

"I--ni apa, pak?" tanya Fatimah terkejut.

"Ini uang untuk membeli keperluan mu, jangan di tolak, karena kamu berhak menerimanya, maaf jika sedikit dan baru kali ini bapak bisa memberi mu, gunakan sebaik baiknya." pak suganda berbicara dengan perasaan yang teramat sakit jika mengingat penderitaan yang Fatimah alami dulu.

"Baiklah, pak, aku pulang dulu, semoga bapak sehat selalu." akhirnya Fatimah menerima uang tersebut lalu di masukinnya ke dalam tas. kemudian kembali memeluk ayahnya.

"Iya nak, Hati-hati di jalan! " ucapnya sambil tersenyum melepaskan kepergian anaknya.

Fatimah pun tak lupa pamitan sama ibunya.

"Bu, Fatimah pulang dulu, ibu jaga kesehatan." ia mencium tangan ibunya.

"Iyaa... " bu Rohana menjawab singkat, lalu ia beranjak ke dalam rumah, untuk menyembunyikan airmata yang mulai tergenang tanpa mampu ia tahan.

Sejak hari itu hubungan Fatimah dan keluarga nya mulai terjalin kembali, bu Rohana gak sejudes dulu, kalo Fatimah berkunjung ia juga suka ikutan nimbrung, bahkan anak anaknya yang sudah menikah dan hidup terpisah pun suka sengaja datang jika Fatimah berkunjung.

...****************...

Lima tahun kemudian.

hoeekk... hoeekk..

Perempuan muda dengan tubuh rampingnya telihat pucat sambil terus mengeluarkan isi perutnya, di kamar mandi sebuah perkantoran yg terletak di tengah kota.

"Eva, lo kenapa?" tanya seorang temannya.

"Gak tahu deh, Ra, perutku rasanya seperti diaduk begini, begah dan mual lagi." ucap perempuan yang di panggil Eva tadi.

"Apa jangan jangan kamu hamil, Va." ujar lira.

"Apa iya ya, seingat ku semenjak aku nikah, aku datang bulan tuh pas ijab kabul dan sampai sekarang belum dapat lagi." Eva atau Fatimah terlihat berpikir sambil kepalanya manggut manggut.

"Biar lebih pasti, gimana kalo ku antar untuk periksa ke rumah sakit, ayo!" beberapa saat setelah menjentikan jarinya lira langsung menyeret tangan Eva, dengan semangat..

"Eehh... nanti dulu, ini masih jam kerja, Ra, udahlah nanti aja." sahut Eva sambil menghentikan langkahnya.

"Alah, gampang masalah itu mah nanti aku izin, yang penting sekarang lo ikut dulu, biar gak penasaran."

"Kenapa lo yang bersemangat?"

Lira hanya cengengesan, tak urung membuat Eva pingin nguyel pipi lira yang chubby.

Dan disinilah mereka sekarang berada, di ruang tunggu klinik kesehatan milik dokter Mariana, dokter spesialis kandungan. Setelah mendapatkan no antrian mereka menunggu giliran.

"Ra, mau gimanapun hasilnya, lo jangan dulu kasih tahu siapa siapa ya." imbuh Eva.

"Kenapa?" tanya lira

"Pokoknya jangan aja, janji ya! " Eva menatap lira sambil mengatupkan kedua tangannya.

"Iya deh. " jawab lira pasrah membuat Eva tersenyum, tak lama suster memanggik namanya.

"Ibu Fatimah Az-Zahra! "

"Iya saya, Sus " Fatimah berdiri mendekati suster ditemani Lira sahabatnya.

"Silahkan duduk, bu, kita cek dulu tensinya ya, " sambil memeriksa Eva.

"120/90 tensi ya bagus bu," kemudian suster menanyakan usia dan nama suami Fatimah, menimbang berat badan juga mengukur lingkar lengan atas sambil menanyakan kapan terakhir mendapatkan haid, setelah di jawab secara rinci suster tersebut menyuruh menunggu beberapa saat sampai pasien yang ada di dalam ruangan dokter keluar.

Fatimah masuk ke ruangan dokter setelah suster membuka pintu dan mempersilahkan nya untuk masuk.

"Assalamu'alaikum, selamat siang, dok. "

"Waalaikum salam, silahkan duduk! " sahut dokter berkaca mata yang terlihat masih cantik walaupun tidak muda lagi.

"Terimakasih." Fatimah pun duduk diikuti lira yang masih setia menemani ya.

"Ada keluhan apa, bu? " dokter mariana mengangkat kepalanya sambil tersenyum ke arah Fatimah.

"Eeum.. ini dok, mau periksa, saya tuh suka mual dan pusing, apa kemungkinan saya hamil ya, dok. " jawab Fatimah.

"Sudah pernah di cek kapan terakhir haidnya,?

" Belum dok, ini saya hanya menduga-duga saja, soalnya akhir akhir ini bawaanya lemes dan mual, kalo terakhir haid tuh, eeuumm...tiga bulan yang lalu, dok, pas saya nikah dan sampei sekarang belum dapet lagi."

"Oalah... masih pengantin baru toh," dokter Mariana tersenyum kemudian mempersilahkan untuk berbaring di atas brankar di bantu suster.

"Maaf ya bu. " Ucap suster sambil menyingkapkan baju bagian atas yang Fatimah pakai kemudian mengoleskan jel yang terasa dingin di perut Fatimah.

Dokter menggeser sebuah alat di atas perutnya Fatimah yang telah di olesi jell tadi tak lama dia pun berucap.

"Alhamdulilah, ibu bener lagi hamil dan usianya sudah 8 minggu, ini kantung janinnya, " sambil menunjukkan sebuah benda sebesar kacang. "Ini baru trimester pertama, dijaga ya bu, sebab di usia begini masih rentan." ucapnya, kemudian menyuruh suster untuk membersihkan kembali perut Fatimah yang masih rata dari bekas jell tadi, setelah bersih suster itu membantu untuk turun dan duduk kembali di kursi yang hanya terhalang sebuah meja di hadapan dokter.

"Ada yang mau di tanyakan?" ucap dokter.

"Dok, apa ada makanan yang di larang atau apa gitu, "

"Untuk makanan gak ada pantrangan, bu, asal jangan berlebihan, dan untuk sementara kegiatan malam sama si bapaknya di kurangin dulu, ya, soalnya ini masih rentan ya bu, dan jangan terlalu capek istirahat yang cukup. itu saja sih." kemudian dokter tersebut memberikan resep vitamin dan penguat kandungan.

"Alhamdulillah Lira... aku berasa mimpi ini." Ucap Fatimah sambil memeluk sahabatnya, Lira begitu keluar dari ruangan dokter.

"Alhamdulillah.. selamat ya Eva, aku turut bahagia." Lira membalas pelukan Fatimah.

#Kayak teletubies aja 🤭

Terpopuler

Comments

Anita Jenius

Anita Jenius

Semangat kak. 3 like mendarat buatmu.
cicil baca sampai sini dulu ya.

2024-04-16

1

PANJUL MAN

PANJUL MAN

eh, fatimah kapan nikahnya ? bingung !

2024-02-15

0

FT. Zira

FT. Zira

serius deh... rasanya pen ku lakban aja satu orang ini..

2024-01-02

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!