Bab 17: Penjaga Gerbang Donerhaim

Pandanganku semakin jelas seiring dengan melajunya kereta keluar dari terowongan. Seketika, di hadapanku terbentang lautan yang luas. Aku terkejut melihat kereta melintasi rel yang melayang di atas laut.

Badai laut ganas mengamuk di luar sana. Aku khawatir jika gerbong ini dihantam oleh gelombang besar, untungnya di sepanjang rel terdapat selubung tak kasat mata yang berfungsi sebagai barrier pelindung.

Ombak-ombak besar bergulung-gulung dengan kekuatan yang mengagumkan. Suara deburan ombak mengisi udara, mengirimkan getaran yang mencekam ke seluruh tubuhku. Langit di atasnya dipenuhi awan kelabu yang menggumpal dengan gemuruh petir yang menggelegar.

Infinity Train berhenti di sebuah stasiun yang berdiri di atas permukaan laut. Aku keluar dari gerbong dan berdiri di depan pintu keluar stasiun. Aku menelan ludah. Belum pernah sekali pun aku melihat atau mendengar info soal dungeon yang berada di tengah lautan.

“Sepertinya ini dungeon tipe field, sama seperti dungeon ladang jagung,” gumamku.

Asosiasi Hunter membagi dungeon menjadi dua jenis. Tipe field dan labirin. Tipe field adalah dungeon yang berada di atas permukaan, memiliki langit dan bentang alam luas. Sementara, dungeon labirin biasanya berliku-liku, berada di bawah tanah, di dalam kastil atau di gua dengan lorong bercabang-cabang.

Pandanganku menajam pada satu titik. Terlihat siluet seperti bentuk tebing sekitar satu kilometer dari stasiun. Jika diperhatikan dengan baik, di belakang tebing itu terdapat pucuk-pucuk yang menjulang tinggi seperti menara suatu bangunan.

“Pulau?”

Jika di sana ada daratan, kenapa stasiunnya ada di tengah laut. Aku menyimpulkan, gerbang dungeon itu masih berada satu kilometer di depan dan aku harus menyebrangi lautan ini.

“Tapi bagaimana caranya aku menyebrang?”

Berenang satu kilometer terasa mustahil. Bahkan dengan fisik yang sudah diperkuat oleh sistem sekali pun aku bisa mati kelelahan dan akhirnya tenggelam. Aku juga tidak mempunyai skill berjalan di atas air. Aku akan coba keluar dari Safe Area dulu.

Ketika kakiku melewati garis biru pembatas, muncul pemberitahuan dari sistem.

[[Player teridentifikasi Arkana Ganendara]

[Akses Donerheim Region diberikan. Silakan masuk!]

“Region? Bukan Dungeon? Apa maksudnya?” Aku mengerutkan dahi, bingung.

Tepat saat itu permukaan air di depanku berputar kencang. Dari dalam laut muncul batu besar yang memanjang, membentuk sebuah jalan yang hanya muat dilewati satu orang. Lintasan itu menjulang sampai ke pulau yang tadi aku lihat.

“Ternyata menyebrang pakai ini, baiklah, aku mulai sekarang!”

Setelah mengambil napas panjang, aku pun mulai berlari melintasi jembatan batu tersebut. Angin yang bertiup kencang menerbangkan ujung-ujung mantelku yang tidak dikancing. Rintikan air dari langit menerpa wajah, petir-petir saling menyahut diiringi kilatan cahaya di antara gulungan awan hitam. Kadang, ada ombak besar yang menerjang jembatan batu, hingga aku harus melompat untuk menghindarinya.

“Jalan ini pun sudah sangat berbahaya kalau aku tidak waspada,” ucapku. “Kuharap tidak ada monster yang muncul.”

Harapanku sering tidak terkabul. Aku tidak menyadari ada sesuatu yang mendekat dari dalam laut. Tiba-tiba permukaan air di sebelahku berputar menjadi arus kencang, ombak yang melintas pecah dan ikut terseret pusaran itu. Dari dalam, keluar monster berbentuk ular laut dengan kepala seperti perpaduan ikan dan naga.

Mataku memindainya. Muncul nama “Jörmungandr” berwarna merah dan HP bar panjang dua lapis.

“Bar HP-nya ada dua?” Aku terkejut.

Monster itu meraung, kedua mata merahnya menyala, seketika itu juga kepalanya melesat ke arahku. Buru-buru aku lompat menghindari serangannya.

Batu jembatan yang tadi kupijak hancur seketika, Jörmungandr masuk ke dalam laut diikuti seluruh tubuhnya yang panjang. Aku mendarat di sisi jembatan yang masih utuh dan kembali berlari.

Monster itu terlihat sangat kuat, jauh di atas Nightshade Raven atau Cadever Centipede. Diliat dari ukurannya yang gigantis dan daya hancurnya, bisa jadi dia adalah monster Kelas A atau bahkan lebih.

Dengan kemampuanku yang sekarang, aku tidak yakin bisa mengalahkannya, ditambah, medan pertempuran seperti ini akan membuatku kesulitan bertarung dengannya. Jika aku bisa mencapai ke ujung jembatan ini, mungkin aku bisa melewatinya tanpa harus mengalahkannya lebih dulu.

Aku terlalu banyak berpikir, kewaspadaanku menurun. Tiba-tiba saja Jörmungandr muncul dari bawah laut dan menghantam jalur jembatan di hadapanku. Aku bisa mendengar rauangannya yang mengalahkan suara gemuruh petir. Matanya berbalik ke arahku dan ia membuka mulutnya. Muncul seberkas sinar berwarna biru muda. Hawa dingin terasa dari sinar tersebut.

Aku menjejakkan kedua kakiku dengan kuat, tubuhku terlontar tinggi di udara dan mendarat di atas badan Jörmungandr yang bersisik licin. Kulihat sinar tadi mengenai tempatku berpijak dan seketika membeku menjadi dataran es.

Jörmungandr meraung dan menggeliat, ia tahu aku berada di atas tubuhnya. Namun, aku terus merayap ke atas, mengincar serangan di kepalanya.

Kakiku berlari menyesuaikan keseimbangan dari tubuh Jörmungandr yang berputar ke berbagai arah, di beberapa titik aku melompat dan mempersempit jarak dengan kepalanya.

“Shadow Move!” seruku mengaktifkan skill.

Seketika tubuhku tertelan dalam aura gelap dan melesat sangat cepat. Aku tiba di depan kepalanya dengan dua senjata berbentuk arit di tangan.

Aku melepaskan dua sabetan yang cukup kuat di kepalanya, tapi diluar dugaan, seranganku tidak berefek apa-apa. Terdengar suara desingan saat mata pisauku mengenai kulit kepalanya yang keras. Kuperhatikan baik-baik, ternyata bagian luar kepalanya dilindungi oleh semacam cangkang yang keras terbuat dari karang. Pertahanan cangkang itu pasti di atas kemampuan dua senjataku.

Bahkan senjata kelas A tidak bisa membuat goresan apa pun?

Jörmungandr melirik ke arahku. Tubuhku terlihat seperti daun kecil jika dibandingkan dengan ukuran kepalanya. Monster ular laut itu seketika membuka mulutnya dan hampir menelanku, untung aku dengan sigap menghindarinya.

Kehilangan pijakan, tubuhku terjatuh ke bawah, tapi aku langsung mendarat di bagian tubuh Jörmungandr, lalu melompat kembali ke atas jembatan batu yang belum hancur.

Jörmungandr berbalik dan mengejarku yang mencoba berlari menjauh darinya. Kecepatan renangnya luar biasa, ia menyelam dan tidak terlihat untuk sementara, tapi tiba-tiba muncul di depanku dan menyerang lagi dengan moncongnya yang keras. Kali ini lompatanku kurang tinggi sehiingga sirip di punggungnya yang tajam mengenai kakiku.

Luka lebar terbentuk seketika di betisku, memanjang sampai hampir ke lutut. Kulihat bar HP-ku berkurang lebih dari setengah.

“Hanya tergores nyawaku sampai berkurang sebanyak itu?” gumamku, tidak percaya.

Aku berhasil mendarat, setengah jongkok. Kemampuan pasifku, Pain Absorber menyerap rasa sakit. Aku langsung menggunakan Heal untuk memulikan sebagian HP-ku.

Kepalaku beralih ke ujung jembatan batu, mengira-ngira. Sekitar tiga ratus meter lagi aku akan sampai di pulau tersebut.

“Aku tidak boleh menyerah sekarang!”

Nekat, aku melanjutkan perjalanaku. Jörmungandr meraung, kedua tanduk kecil di atas kepalanya bercahaya. Seketika turun petir-petir dari langit. Sebagian petir itu menyambar lautan, beberapa lagi mengejarku.

Cahaya-cahaya berwarna ungu itu menyambar dengan cepat, aku terpaksa meningkatkan kecepatan lariku agar tidak terkena sambarannya. Kedua betis dan lutusku mulai terasa sakit, mungkin beberapa urat di kakiku putus karena aku memaksakan diri.

[Warning! Fatigue Level meningkat 37%]

Aku sudah mendapat peringatan dari sistem. Aku ingin mengurangi kecepatanku, tapi sedikit lagi, tinggal 100 meter lagi aku akan sampai di pulau tersebut. Aku sudah dapat melihat gerbang besar berwarna ungu gelap di depan pulau tersebut.

Saat itulah, aku tidak menyadari serangan dari Jörmungandr. Aku lupa kalau mahluk itu memiliki kecepatan yang mengerikan. Ia bisa melebihi kecepatanku. Kepalanya menghantam jalur di depanku. Jalan berbatu itu hancur seketika. Tidak hanya itu, sebagian tubuhnya melilit sisa jalur dan langsung meremasnya sampai pecah menjadi puing-puing kecil.

Aku berdiri di atas batuan yang tersisa dengan wajah pucat. Ambisiku masih besar untuk mencapai ujung pulau itu. Sempat terpikirkan untuk melompat, tapi Jörmungandr menghalangi jalanku.

Monster itu meraung lalu masuk lagi ke dalam laut. Aku melihat bayangan tubuhnya yang besar berputar-putar di sekitarku. Ia akan melancarkan serangan dadakan seperti tadi, kakiku sudah bersiap untuk melompat setinggi mungkin.

Kepalanya tiba-tiba muncul dari dalam air, ia membuka rahangnya dan menelan seluruh tempatku berpijak tadi. Untungnya, aku sudah menghindar duluan dengan melompat ke atas. Namun, dari arah lain ekor Jörmungandr yang berbentuk dayung dengan sirip merah menghantam tubuhku dengan keras.

Serangan itu membuatku jatuh ke dalam air. Aku berusaha mengembalikan kestabilan tubuhku dan berenang ke atas. Saat itulah, Jörmungandr ikut masuk ke dalam air. Kedua matanya yang menyala tertuju padaku. Ia mulai menggerakan sirip dan tubuhnya, berenang dengan kecepatan mengerikan.

Panik, membuatku kesulitan berenang. Alur pernapasanku pun berantakan sehingga membuat mulutku terbuka dan tidak sengaja menelan air laut. Aku mulai gelagapan mencari udara. Sinyal bahaya dari otakku menyuruh agar segera mencapai ke permukaan, tapi aku tidak bisa bergerak.

Seperti inikah rasanya tenggelam? Gelap, dingin dan monster itu menuju ke arahku.

Rahang Jörmungandr terbuka lebar. Ia akan menelan dan menghancurkanku hidup-hidup. Aku berpikir, pasti ada sesuatu yang bisa kugunakan untuk menyelamatkan diri. Kepalaku mengurutkan benda-benda yang tersimpan di dalam Inventory.

“Returning Clock!”

Jariku buru-buru mengoperasikan sistem menu dan mengeluarkan item berbentuk jam saku tersebut. Aku menggenggamnya dan mengaktifkan benda tersebut tepat sebelum Jörmungandr mengatupkan mulutnya yang bergigi tajam padaku.

Cahaya emas menyelimuti tubuhku, dalam sekejap pemandanganku berubah dari dasar laut gelap menjadi area stasiun dungeon. Aku berteleportasi dan kembali ke stasiun awal di atas permukaan laut.

Dadaku sakit. Aku batuk dan memuntahkan air laut. Didera rasa lelah yang luar biasa, aku jatuh terduduk di pelataran stasiun. Dadaku naik turun mengatur napas.

“Hampir saja aku mati,” gumamku. Kulihat telapak tanganku gemetaran. Ternyata, aku masih takut mati.

Jörmungandr sangat mengerikan. Andai tidak ada Returning Clock aku pasti sudah dilumatnya sampai tidak tersisa. Monster itu tidak hanya mengejar tapi juga menghancurkan satu-satunya jalan untuk mencapai pulau tersebut.

“Apa dia semacam penjaga pintu dungeon?”

Aku tertawa getir. Kalau penjaganya saja sudah sekuat ini, bagaimana dengan monster-monster yang ada di balik pintu dungeon itu. Aku berani bertaruh mereka berkali-kali lebih kuat dari Jörmungandr.

“Ah, sial! Aku belum cukup kuat!”

Kesal, memang. Aku mengakui bahwa diriku masih lemah dan banyak kekurangan. Mau tidak mau, aku harus kembali dulu ke duniaku, lalu menaikkan level dan mencari status point sebanyak mungkin.

“Menaikkan level ya,” aku bergumam. Aku bisa saja masuk ke Dungeon Tingkat 2 dan 3 lalu membantai banyak monster di sana. Tapi, keberadaanku bisa mencuri perhatian Hunter lain, aku tidak ingin tampil mencolok, terlebih aku ingin menyembunyikan kekuatan yang kumiliki saat ini.

Sampai waktunya tiba dimana aku sudah cukup kuat, baru saat itu aku akan menunjukkan diriku.

Wajah Denis melintas di kepalaku. Tawaran darinya mungkin bisa kumanfaatkan. Bukan bergabung sebagai anggota Guild Moon Orchid, tapi mungkin ada hubungan bisnis yang bisa kujalin dengan mereka. Lebih dari sekedar itu, dengan bantuan Denis kurasa aku bisa membersihkan dungeon tanpa harus menunjukkan kemampuanku kepada Hunter lain.

“Aku akan mencoba berunding padanya,” putusku sambil bangkit. Saat aku berjalan memasuki stasiun, terdengar suara deburan ombak yang kuat diiringi raungan Jörmungandr.

Kepalaku menoleh ke belakang, seketika netraku menangkap sosok Jörmungandr yang baru muncul dari bawah permukaan. Monster itu meraung, kepalanya menjulur melintasi stasiun diikuti oleh tubuhnya yang panjang mencapai satu kilometer. Aku menganga menyaksikan kemegahan sosoknya yang seperti mahluk dalam dongeng.

Badannya yang besar, dilapisi sisik hijau gelap tampak melengkung melewati stasiun dungeon yang tertutup oleh barier pelindung. Monster itu kembali masuk ke dalam laut, menimbulkan gelombang ombak besar yang termpas sampai ke barier stasiun.

Aku menelan ludah. Penampilan Jörmungandr yang kuat dan menakutkan justru membuatku semakin bergelora untuk mengalahkannya suatu hari nanti.

Infinity Train pun mulai bergerak setelah aku duduk di dalam gerbong. Aku memandangi lautan Donerhaim yang mencekam, terlihat sirip punggung Jörmungandr timbul tenggelam di permukaan laut, ia seperti sedang berpatroli di wilayah tersebut.

Di dalam hati, aku berjanji akan kembali ke dungeon ini setelah menjadi lebih kuat.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!