Bab 16: Tawaran

Tiga hari berlalu sejak aku keluar dari dungeon di Stasiun Blok M. sambil menatap layar handphone, aku menghela napas panjang. Denis belum mengabariku sejak terakhir kali kita bertemu. Aku menitipkan Dragon’s Breath padanya untuk dijual ke klien-klien Guild Moon Orchid. Menurut Denis, menjual langsung ke klien bisa mendapatkan harga yang lebih tinggi dibandingkan mengandalkan penjualan melalui Asosiasi Hunter.

Setelah keluar dari dungeon Stasiun Blok M, aku langsung menuju ke Money Exchange dan menukarkan semua koin yang kudapatkan dari menjual material monster. Hasilnya, aku mendapatkan 1.2 miliar rupiah. Aku langsung membeli handphone baru dan bertukar kontak dengan Denis. Tidak hanya itu, aku juga bisa mengunduh aplikasi Asosiasi Hunter dan mendapatkan informasi terbaru soal dungeon.

Sementara, sisa uangnya kugunakan untuk melunasi utang pinjol orang tuaku, totalnya mencapai 987.453.235 rupiah, sudah termasuk bunga. Hari ini, aku baru menyelesaikan transaksi pelunasan dengan mendatangi langsung kantor mereka.

Rasanya beban di pundakku berkurang setelah menerima surat pelunasan. Ditambah, aku masih memiliki sisa uang yang cukup di rekening. Jumlahnya memang tidak sampai 300 juta rupiah, tapi ini 100 kali lipat lebih banyak dibandingkan jumlah tabunganku dulu.

“Tinggal utang di bank,” gumamku seraya menyandarkan kepala di salah satu bangku taman.

Memiliki banyak waktu luang, aku memutuskan untuk mengecek pembaruan status profilku.

Name: Arkana Ganendra | Level: 26

Race: Human | Job: -

Element: - | Path: -

Title: Croptiller

Guild: - :

Pet: -

HP: 360 (+350)

MP: 360

STR: 41 (+15) | INT: 26

VIT: 26 | DRB: 26 (+15)

DXT: 32

Status point: 32

Tabungan status poinku cukup banyak. Aku tidak menyangka mengerjakan misi membunuh manusia bisa mendapatkan hadiah status poin yang besar. Apa sistem ini mempertimbangkan aspek psikologisku juga.

Aku tertawa kecil, “Tidak, tidak mungkin. Sistem ini tidak terlihat sebaik itu.”

Sementara itu, bagian kolom Inventory-ku mulai terisi banyak barang. Material yang kudapatkan dari membunuh Cadever Centipede belum kujual. Nanti saja, aku ingin mengumpulkan bahan-bahan lain jadi bisa dijual sekaligus.

Aku membuka item Hunter Kit Chest, di dalamnya terdapat masing-masing [Health Potion x 10], [Mana Potion x 10], [Energy Drink x 5], dan [Returning Clock x 2].

[[Item: Returning Clock

Item Class: A

Type: Portable Teleportation

Item berbentuk jam saku yang dapat digunakan untuk teleportasi diri sendiri atau orang lain dari lokasi mana pun di dalam dungeon menuju ke stasiun dungeon terdekat. Hanya bisa digunakan sekali].

Membaca deskripsi Returning Clock mengingatkanku pada item-item teleportasi untuk melarikan diri yang biasanya ada di dalam game online. Mungkin aku membutuhkannya suatu hari nanti, jika situasi di dalam dungeon memburuk dan aku terjepit tidak bisa melarikan diri.

Kenaikan level juga membuatku dapat membuka salah satu dari dua fitur terkunci di menu sistem. Fitur yang baru kubuka ini bernama Appearance. Layar yang ada dihadapanku berisi gambar tubuh dengan pose berdiri. Terdapat tujuh kotak, tiga di antaranya sudah terisi. Setiap kotak itu berada di kepala, tangan, dada, kaki, dan pinggang.

Kotak yang sudah terisi adalah bagian dada, di dalamnya terdapat gambar Nightshade’s Mantel. Lalu di bagian tangan kotaknya terisi gambar Centripeda’s Gauntlet. Jika melihat kemiripan fitur ini dengan di game, sepertinya Appearance ini adalah tempat untuk memasang artefak. Kalau di dalam game, artefak ini benda yang digunakan untuk meningkatkan status seorang pemain.

Tidak hanya itu, fitur ini juga memberiku pilihan untuk mengaktifkan atau mematikan penampilan artefak yang kupakai. Jadi, dari luar orang tidak akan melihatku mengenakan artefak tersebut. Syukurlah, itu artinya jika aku mengenakan helmet bertanduk besar paling mencolok sekali pun, orang lain tidak akan bisa melihatnya.

Ada dua kotak di bawahnya, salah satu sudah terisi oleh Grasscutter, sepertinya ini adalah kolom untuk meletakkan senjata. Seingatku di Inventory, aku mendapatkan satu senjata baru.

[Item: Crimson Edge

Item Class: A

Type: Weapon

Senjata berbentuk arit yang terbuat dari tulang dan darah Cadever Centipede. Serangan yang diakibatkan dapat menimbilkan efek Poison dan Paralisis terhadap target]

Efek senjata ini sangat bagus, bisa menyebabkan lumpuh dan memberi racun yang mengurangi HP sekaligus. Aku sungguh beruntung mendapatkannya. Tanpa pikir panjang, aku langsung memindahkan gambar Crimson Edge di dalam kolom Appearance, bersebelahan dengan Grascutter.

Selanjutnya aku membuka item berbentuk kunci yang bersebalahan dengan item Donerhaim Ticket Express. Ini adalah item yang kubutuhkan untuk mengakses dungeon tingkat S, Mjölnirsgaard’s Key

[Item: Mjölnirsgaard’s Key

Item Class: S

Type: Key

Kunci untuk membuka gerbang Donerhaim Dungeon]

Kunci itu berwarna ungu dan berpendar dengan warna serupa. Bentuk kepalanya menyerupai simbol petir, terdapat ukiran-ukiran rumit sampai ke badannya. Benar-benar item yang mewah, membuatku semakin penasaran seperti apa rupa dan isi dungeon tersebut. Pastinya dungeon ini akan lebih luas dari semua dungeon yang pernah kumasuki.

“Baiklah, akan kupakai hari ini!” putusku, semangat.

Tepat saat aku berdiri hendak menuju ke lokasi yang ditujukkan oleh Donerhaim Ticket Express, ponsel di kantong celanaku bergetar. Aku mengecek dan ternyata ada pesan dari Denis.

Denis: Hai! Aku harap kamu ada waktu luang. Semua Dragon’s Breath sudah terjual, bisa bertemu siang ini di Gedung Pengrajin?

Mataku membelalak. Cepat sekali terjual padahal baru tiga hari. Umumnya, barang-barang yang dijual diluar pemesanan akan butuh waktu dua minggu sampai satu bulan untuk terjual. Aku buru-buru mengetik membalas pesan Denis.

Arka: Tentu. Aku ada waktu siang ini.

Denis: Baiklah, sampai bertemu di King’s Feast. Kutraktir.

Aku tertawa kecil. Dia tidak perlu repot-repot mentraktirku. Bayaranku sebagai Porter kali ini cukup besar. Bahkan tanpa harus menarik uang di ATM aku bisa membayarnya sendiri, tapi traktiran dari siapa pun, aku tidak akan menolak sih.

Setelah merenggangkan tubuh, aku bangkit dari kursi dan menuju ke halte bus terdekat, menuju ke kawasan Asosiasi Hunter.

...***...

King’s Feast adalah satu kafe yang berada di lantai satu Gedung Pengrajin. Di antara deretan kafe-kafe dan restoran bertema abad pertengahan dan dunia fantasi, ada sebuah kafe yang masih menonjolkan sisi modern dengan dekorasi medievel sederhana.

Kafe itu cukup ramai siang itu. Di antara bangku-bangku yang sudah terisi, aku melihat Denis duduk sambil membaca buku menu. Pemuda itu mengenakan kemeja kotak hitam-putih dan celana bahan hitam. Melihat Denis dalam penampilan kasualnya mengingatkanku pada kutu buku pendiam yang biasa menyendiri di perpustakaan sekolah.

Aku menghampiri mejanya dan menarik bangku di hadapannya.

“Halo!” sapa Denis saat melihatku duduk. Ia menyerahkan buku menu tersebut padaku. “Pilih saja, aku belum pesan.”

Setelah membaca buku menu dan menentukan pilihan. Kami memanggil pelayan. Pesanan yang sudah jadi diantarkan ke meja. Sambil menikmati nasi dan soto betawi, kami mulai masuk ke topik obrolan penjualan Dragon’s Breath.

“Aku menghubungi klien-klien potensil yang bekerjasama dengan Guild Moon Orchid,” cerita Denis. “Tidak ada satu pun dari mereka yang menolak, semua langsung bertanya berapa harga yang mereka perlu bayarkan.”

“Selaris itu?” aku melotot, tidak percaya.

“Sudah kubilang, efek tumbuhan ini sangat mujarab,” balas Denis sambil memasukkan sepotong daging ke dalam mulutnya.

Ia lalu berbicara lagi. “Dari hasil penjualan, kamu mendapat keuntungan 3.5 miliar rupiah.”

Sendokku terjatuh seketika ke mangkok soto. “Berapa?” ulangku.

“3.5 miliar," kata Denis lagi. Ia tertawa kecil melihat ekspresiku. “Selamat, kamu menjadi miliarder dalam tiga hari.”

Aku tersenyum kecil, berusaha tetap tenang, walau tanganku sudah gemetaran. “Itu jumlah yang sangat besar untuk orang sepertiku.”

“Kamu bisa membeli armor dan senjata mahal sekarang,” kata Denis. “Eh, sebentar. Tapi dengan kemampuanmu, sepertinya tidak terlalu butuh armor dan senjata, bukan?”

Aku tersenyum miring. “Tentu saja butuh, aku bisa mati kalau tidak mengenakan armor saat melawan boss dungeon kemarin.”

Denis tiba-tiba terbatuk, ia tersedak dan buru-buru mengambil air minum. Wajahnya tiba-tiba berubah murung. “Aku masih mimpi buruk sejak pulang dari dungeon kemarin.”

“Kenapa?” tanyaku. Namun, Denis tampak enggan menjawab. Aku bisa menebak dari ekspresinya.

“Karena perbuatanku terhadap anggota Red-White Knight?”

Denis tersedak lagi, sepertinya memang benar itu yang membuatnya mimpi buruk. Aku sendiri tidak merasa terlalu tertekan. Mungkin karena sejak awal aku menyimpan dendam terhadap Anto dan Malih, tapi ketujuh anggota Red-White Knight lainnya—aku tidak mengenal mereka. Lantas, kenapa aku tidak tampak gusar dan merasa bersalah.

Apa ada sesuatu yang berubah di dalam diriku?

Makanan di meja kami sudah habis. Sekarang hanya ada dua gelas berisi lemon majito dan es teh di atas meja. Orang-orang silih berganti keluar masuk restoran, tapi aku dan Denis masih mengobrol santai di sana.

“Arka,” panggil Denis, tiba-tiba. Raut wajahnya berubah serius. “Aku ada permintaan padamu.”

“Apa itu?”

“Caramu mengidentifkasi Dragon’s Breath sangat luar biasa! Maukah kamu mengisi materi pelatihan identifikasi tumbuhan dungeon untuk Guild Moon Orchid?”

“Tidak mau.”

Aku langsung menolaknya. Tentu saja. Aku tidak punya ilmu soal identifikasi tumbuhan. Itu semua berkat kemampuan Nature’s Insight. Aku jadi merasa kasihan pada Denis, tapi disisi lain, aku juga tidak mau membocorkan soal kekuatanku.

“Aa-aku akan bayar! Kamu butuh berapa pun—”

“Tidak mau. Bahkan jika kamu membayar satu miliar pun, aku akan tetap menolak. Bukan karena aku tidak mau membagi ilmuku, tapi ada hal lain yang harus kulakukan saat ini.”

Sebenarnya aku hanya asal bicara, yang penting membuat alasan agar Denis berhenti membujukku. Kedua pundak Denis turun, ia menghela napas panjang dengan raut wajah kecewa.

“Bagaimana dengan bergabung dengan Moon Orc—”

“Tidak, terima kasih.”

Ternyata Denis belum menyerah. Guild Moon Orchid memang bukan tempat yang buruk, walau serikat itu tidak termasuk dalam 100 guild terbaik di Indonesia. Namun, aku belum mempertimbangkan soal bergabung dengan serikat mana pun. Aku masih ingin fokus memperkuat diriku.

“Baiklah, kurasa memang keputusanmu sudah bulat,” ucap Denis, akhirnya. “Aku tidak akan memaksa kalau begitu.”

Kami berbincang-bincang lagi selama tiga puluh menit sebelum akhirnya memutuskan untuk pulang. Sebelum berpisah, Denis sempat berkata padaku.

“Jika suatu saat kamu butuh bantuan, kamu boleh menghubungi Moon Orchid kapan pun.”

Aku mengangguk padanya. “Terima kasih.”

...***...

Hari sudah sore saat aku sampai di stasiun Bogor. Setelah turun dari taxi online, aku menaiki tangga penyeberangan dan tiba di area stasiun. Tampak para Hunter memenuhi area tunggu stasiun dan duduk di bangku-bangku kafe. Ada juga yang tengah berdiri di peron, menantikan kedatangan kereta.

Walau sama-sama di stasiun Bogor, tapi tempat yang kutuju berbeda dari mereka. Gate ticket di Stasiun Bogor sudah diperbarui dengan sistem pindai ID otomatis. Namun, alih-alih memindai ID, aku menggunakan item Donerheim Express Ticket di mesin itu.

Sesuatu yang luar biasa terjadi. Seketika setelah aku memindai item berbentuk kartu multitrip tersebut, muncul retakan di ruang sekelilingku. Terdengar suara seperti kaca pecah, pemandangan di sekelilingku rontok dan aku sudah berada di dalam dimensi yang berbeda.

Dari lapisan pelindung tak kasat mata, aku bisa melihat orang-orang di balik dinding dimensi ini beraktifitas seperti biasa. Suasana di dalam dimensi yang kutempati sangat hening. Masih berada di dalam Stasiun Bogor, tapi hanya ada diriku seorang.

Aku pun berjalan menuju peron stasiun untuk menunggu kedatangan Infinity Train. Aku bersandar di salah satu tiang peron sambil memainkan Donerheim Express Ticket di tangan. Kartu multitrip itu memiliki penampilan yang berbeda dengan Golden Ticket Express. Warnanya ungu gelap dengan simbol berbentuk petir dan tiga tanduk yang saling bertaut.

Tidak lama kemudian, kereta Infinity Train datang. Bentuknya masih sama megahnya dengan yang terakhir kulihat.

Kereta itu berangkat setelah aku duduk di salah satu kursinya. Aku memandangi jendela kaca lebar, pemandangan Stasiun Bogor berubah menjadi deret-deret rumah di samping rel. Aku bisa melihat kemunculan portal besar berwarna merah di depan kepala kereta.

Di buku panduan Asosiasi Hunter, Dungeon Tingkat 4 memiliki dua warna, oranye atau merah. Oranye artinya masih bisa dimasuki oleh Hunter Peringkat A. namun, berbeda dengan portal berwarna merah. Portal merah artinya dungeon itu hanya boleh dimasuki oleh Hunter Peringkat S dan di atasnya. Itu sebabnya Dungeon Tingkat 4 juga sering disebut Dungeon Kelas S—karena kebanyakan yang mampu menyelesaikannya adalah Hunter Peringkat S.

Portal merah ini jarang muncul, tapi sekalinya ditemukan, maka Asosiasi Hunter akan memusatkan semua perhatian mereka pada dungeon tersebut. Dungeon Tingkat 4 selalu memiliki prioritas utama untuk diselesaikan, itu karena monster yang berada di dalamnya memiliki kekuatan besar yang dapat menghancurkan seisi kota dengan mudah.

Jantungku berdebar kencang. Tidak pernah terbayangkan kalau suatu hari aku akan memasuki Dungeon Kelas S. Padahal beberapa minggu lalu, aku hanyalah seorang tukang suruh yang cuma bisa mengekor party memasuki dungeon.

Aku sangat senang sampai tidak bisa berhenti tersenyum.

Infinity Train memasuki portal. Di dalam terowongan merah panjang aku bisa melihat percikan listrik yang dihasilkan oleh energi portal. Bahkan kondisi di dalam terowongannya pun terasa mencekam. Cahaya terlihat di ujung terowongan, aku melongok ke jendela, tidak sabar melihat apa yang terbentang di luar sana.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!