Bab 14: Dragon's Breath

Cadever Centipede masuk ke dalam tanah agar aku tidak bisa bergerak dengan leluasa. Ia berputar-putar di dalam tanah sejak tadi.

Aku meringis menahan rasa sakit. Bagian bawah tubuhku sudah tertelan olehnya. Deretan giginya berputar di sekitar panggul dan perutku, seperti sedang mengiris-iris daging secara perlahan. Jika tidak memakai armor, badanku pasti sudah putus sejak tadi.

Mulut Cadever Centipede yang berbentuk bunga mawar menghisap tubuhku dengan kuat. Refleks, kedua tanganku menekan sisi luar mulutnya agar tubuhku tidak tersedot ke dalam kerongkongannya.

Efek racun tidak hanya menyebabkan bagian bawah tubuhku lumpuh, tapi bar HP-ku juga mulai berkurang secara drastis.

[Warning! Fatigue Level meningkat 12%!]

Sial, aku harus kembali ke permukaan! Aku tidak boleh mati di sini!

Rasa sakit yang mendera membuatku sulit berpikir. Aku harus menghilangkan rasa sakit ini dulu.

“Aktifkan skill Pain Absorber,” perintahku. Kemampuan pasifku mulai bekerja dan rasa sakit berangsur menghilang. Kini aku bisa berkonsentrasi bertarung tanpa harus memikirkan rasa sakit.

Aku mencoba mengingat daftar kemampuan baru yang kumiliki, pasti ada yang bisa kugunakan untuk keluar dari cengkraman monster ini.

[Purification: Menghapus status abnormal pada tubuh. Mengonsumsi 10 mana setiap penggunaannya].

Semoga skill ini juga bekerja pada racun, ucapku dalam batin.

“Purification!”

Sinar hijau menyelubungi tubuhku selama beberapa detik, lalu terdengar pesan pemberitahuan sistem.

[Status abnormal paralisis dan poison sudah dihapus]

Bersamaan dengan itu, kebas di bagian bawah tubuhku hilang, kedua kakiku dapat bergerak seperti semula. Bar HP-ku juga berhenti berkurang karena efek racun dari Cadever Centipede sudah dihapus.

“Berhasil!” sentakku, girang. “Sekarang tinggal keluar dari sini.”

Aku menggunakan skill Heal untuk memulihkan luka dan bar HP, sementara tangan kananku sudah bersiap menyerang dengan Grasscutter.

Tusukan-tusukan dari ujung mata pisau sabit melukai sekitar mulut dan wajah Cadever Centipede. Badanku terkena cipratan darahnya yang berwarna merah kental dan berbau busuk. Aku tidak mau berhenti, tangan kananku mengayunkan Grasscutter secara membabi buta.

Tiba-tiba ada sensasi dingin dan lembab menjalar di kaki kiriku. Lidah monster ini mencengkram betisku dan berusaha menarik tubuhku ke dalam mulutnya.

“Sialan! Lepaskan kakiku!”

Aku sontak menarik lidahnya dan memotongnya dengan Grasscutter. Seketika itu juga Cadever Centipede meraung hebat. Kepalanya bergerak ke atas dan menggali sampai ke permukaan. Tubuhnya keluar dari tanah, menjulang tinggi sampai hampir menyentuh langit-langit.

Seranganku tadi sepertinya membuat Cadever Centipede sangat kesakitan. Cengkraman mulutnya yang bergerigi menjadi lebih longgar, aku pun mengambil kesempatan itu untuk membebaskan diri.

Setelah menarik tubuhku keluar dari mulutnya, aku langsung melompat turun dan jatuh berguling di permukaan.

Cadever Centipede masih meraung, ia kini bergerak dengan brutal dan agresif. Namun, seperti kehilangan indra penglihatannya, ia menyerang ke sembarang arah, kepalanya menghantam dinding dan stalaktit sampai hancur.

Saat melihat bar HP-nya tersisa 15%, aku merasa ini waktu yang tepat untuk langsung menghabisinya. Aku sudah memasang ancang-ancang untuk mengaktifkan skill Shadow Move, tapi tiba-tiba muncul pesan pemberitahuan dari sistem.

Tring!

[Anda mendapatkan kesempatan upgrade Skill Shadow Move

Terima atau Tidak?]

Memperoleh kesempatan untuk jadi lebih kuat, tentu saja aku menerimanya.

“Terima!” putusku.

[Anda memperoleh Skill Aktif Elimination].

[Elimination: Serangan cepat dan mematikan tepat di titik kelemahan musuh. Hanya dapat digunakan saat HP musuh tersisa 30% atau dibawahnya. Setiap penggunaan mengonsumsi 50 mana].

Skill ini berada setingkat di atas Shadow Move, aku jadi penasaran seperti apa kemampuannya.

“Elimination!” seruku, mengaktifkan skill tersebut.

Aura gelap keluar dari bawah kaki dan menyelubungi seluruh tubuh. Di saat bersamaan, pandanganku menjadi fokus ke satu titik, lalu muncul benang berwarna merah di depan mataku. Benang itu awalnya terurai tak beraturan, tapi sejurus kemudian menjadi tegak dan lurus. Ujung benang itu berakhir pada bagian kepala Cadever Centipede.

Ada dorongan yang kuat untuk maju, instingku menyuruh untuk mengikuti arah benang itu. Kakiku menjejak permukaan dengan kuat, tubuhku seketika melesat ke depan dengan kecepatan tinggi.

Sekelilingku juga terasa bergerak lebih lambat. Aku melihat tangan-tangan Cadever Centipede berusaha meraih tubuhku yang sedang merayap ke atas kepalanya, tapi tangan itu bergerak sangat lambat sampai dengan mudah kupotong.

Rasanya seperti berlari di atas satu bidang lurus dan tidak ada yang menghalangi. Aku sampai di ujung benang merah itu dan langsung melancarkan serangan dengan Grasscutter.

Luka panjang membentang di kepala berbentuk bayi manusia itu, aku mendengar Cadever Centipede berteriak, suaranya bertransisi menjadi tangisan bayi yang kencang dan menyakitkan telinga.

Aku mendarat dan langsung tiarap sambil menutup kedua telinga. Sekeliling ruangan bergetar dan terasa seperti mau runtuh. Namun, suara itu semakin mengecil hingga akhirnya tidak terdengar lagi. Ketika aku mengangkat kepala, tubuh Cadever Centipede terhuyung lalu jatuh menimbulkan suara bedebam keras.

Mataku melirik ke arah bar HP monster itu, memastikan bar HP-nya terkuras habis. Bos dungeon itu sudah mati. Aku berhasil mengalahkannya.

[Anda telah naik level!]

[Anda telah naik level!]

[Anda telah naik level!]

[Anda telah naik level!]

Kepalaku dipenuhi suara notifikasi dari sistem. Layar-layar biru setengah transparan muncul di hadapanku.

Tring!

[Quest: Kalahkan Cadever Centipede (1/1)

Reward: Hunter Kit Chest, Centipreda’s Gauntlet, Status Point +5

Pinalty: Kematian]

Tring!

[Anda memperoleh Cadever Centipede’s Heart x1]

[Anda memperoleh Cadever’s Centipede Saliva x1]

[Anda memperoleh Cadever Centipede’s Skin x10]

[Anda memperoleh Baby Centipede’s Limbs x34]

Ada banyak item asing yang mengisi satu per satu kolom Inventory-ku. Beberapa diantaranya adalah hadiah dari quest mengalahkan bos dungeon, lalu ada material yang berasal dari tubuh monster-monster yang kubunuh dan dikumpulkan otomatis oleh sistem.

Telingaku menangkap suara erangan. Ketika berbalik aku melihat Denis yang sekarat, ia berusaha menggerakan tubuhnya yang terluka parah. Monster-monster kelabang yang tadi mengerubuninya ikut mati setelah induknya—Cadever Centipede kubunuh.

Buru-buru aku menghampiri Denis. Baju dan jubah putihnya bersimbah darah, tampak beberapa bagian robek dan memperlihatkan daging yang tercongkel. Mulut pemuda itu bergetar seperti berusaha mengucapkan sesuatu. Ia tampak menderita.

“Tunggu sebentar,” ucapku sambil mendekatkan tangan ke tubuhnya. Aku berharap kemampuanku juga bisa bekerja untuk orang lain.

“Purification!” seruku.

Sinar hijau keluar dari tanganku dan berpindah menyelimuti tubuh Denis. Saat sinar itu menghilang, Denis dapat menggerakkan anggota tubuhnya, ia juga mendapatkan kemampuan bicaranya kembali.

“Arka? Bagaimana bisa?” Ia gelagapan. Namun, sedetik kemudia ia mengaduh karena luka-luka di tubuhnya.

Aku mendekatkan tanganku padanya sambil bergumam pelan, “Heal.”

Seketika tubuh Denis dibalur oleh cahaya hijau, cahaya itu berputar dari kaki sampai kepalanya, lalu menghilang setelah semua luka di tubuh Denis sembuh.

Denis melotot saking terkejutnya. “Kemampuan macam apa ini? Semua lukaku hilang?” Ia mengecek setiap bagian tubuhnya yang tadi terluka. Lalu matanya beralih menatapku. “Kamu punya kekuatan penyembuh?”

“Bisa dibilang begitu,” jawabku sambil mengedikkan bahu.

Tidak heran ia terkejut. Sejauh yang kuingat, rasanya belum ada Hunter yang memiliki kekuatan penyembuh. Namun, kalau Denis yang berasal dari Peringkat Atas saja belum pernah melihatnya, aku jadi bertanya-tanya, apakah memang selama ini tidak ada Hunter yang memiliki kekuatan penyembuh sama sekali. Aku harus mengeceknya nanti setelah keluar dari dungeon.

Tiba-tiba Denis berteriak lebih keras. Ia menunjuk ke arah mayat Cadever Centipede dengan suara bergetar.

“Ka-kamu membunuh bos dungeon? Itu bos lho! Bos monster kelas B!” serunya.

Seketika Denis meraih kedua pundakku dan mengguncangnya pelan. “Apakah kamu benar-bentar Hunter Tanpa Peringkat?”

Untuk pertanyaan satu ini, aku bisa menjawabnya langsung. “Aku memang Hunter Tanpa Peringkat. Kamu melihatnya sendiri di ID-kan. Itu tidak mungkin palsu.”

Denis menelan ludah, ia mengakui kalau jawabanku benar. Namun, itu tidak menjawab pertanyaannya bagaimana aku—yang seorang Hunter Tanpa Peringkat bisa mengalahkan Boss Dungeon Kelas B.

Perhatianku beralih pada mayat Cadever Centipede. Tubuhnya berubah menjadi hitam dan memulai proses penguraian dengan cepat. Tidak biasanya monster menghilang secepat ini. Aku pun segera memberitahu Denis.

“Denis, lihat itu!” tunjukku.

Denis mengikuti arah yang kumaksud. Ia juga ikut terkejut. “Apa yang terjadi?”

Jasad Cadever Centipede terurai sebagian, menyisakan beberapa jaringan daging dan tulang. Dari bagian-bagian yang tersisa tesebut tumbuh tunas-tunas setinggi 30 cm, daun-daunnya melebar dan dipucuknya merekah bunga dengan motif totol-totol hitam. Bau busuk merebak dari bunga tersebut.

“Itu kan…,” senyum Denis merekah. Ia mengeluarkan buku besar dari tasnya dan berlari menghampiri tumbuhan tersebut. Aku berjalan mengikutinya di belakang.

“Ini genus Vavalidae!” serunya. Aku yang tidak paham hanya bisa mengerutkan dahi. Ia menangkap ketidaktahuanku dan langsung menjelaskan. “Vavalidae adalah genus Dragon’s Breath!”

“Aku mengerti, jadi kita sudah menemukannya bunganya?”

“Belum,” Denis menggeleng. “Sekarang adalah bagian yang tersulit, yaitu mengidentifikasi Dragon’s Breath.”

“Bukankah bunganya sudah ada di depan mata? Tinggal dicabut saja kan?” Aku menjulurkan tangan, berniat memetik salah satu tangkai yang paling dekat denganku, tapi Denis seketika menjerit.

“Jangan cabut bunga itu!”

Aku kaget dan menghentikan aktifitasku. “Kenapa?”

“Dragon’s Breath selalu tumbuh bersama dengan tumbuhan identiknya, Phoenix’s Tears, mereka memiliki ciri morfologi yang nyaris sama.” Denis menjelaskan, “Dragon’s Breath tidak pernah tumbuh lebih dari sepuluh tangkai, dan mereka ada di antara para Phoenix’s Tears. Kalau yang dicabut adalah Phoenix’s Tears, tumbuhan itu akan melepas racun dan mematikan semua spesies bunga di sekitarnya, termasuk Dragon’s Breath yang berharga!”

“Sungguh merepotkan,” keluhku.

“Iya! Makanya tidak boleh sampai salah cabut.”

“Jangan bilang kamu akan mengidentifikasinya satu-satu?” tanyaku.

“Benar, memang begitu,” kata Denis, semangat. “Aku sudah membawa alat khusus untuk identifikasi Dragon’s Breath.”

Denis meraih tas besar berbentuk karung yang tadi kubawa. Di dalamnya terdapat alat berupa kaki penyangga dan teropong besar. Ia merakit alat itu dengan cepat, bentuk akhirnya menyerupai teropong monokuler yang biasa dipakai untuk pengamatan bintang.

“Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk identifikasi?”

“30 menit,” jawab Denis sembari mengoperasikan alat tersebut.

Aku sudah menghela napas lega, tapi Denis masih melanjutkan kalimatnya.

“30 menit per bunga, jadi kalau disana ada 100 bunga artinya...”

“Kita tidak punya waktu sebanyak itu,” potongku, pesimis. “Karena bos dungeon sudah mati, portal ini pasti akan segera ditutup oleh Asosiasi Hunter.”

Denis mengangkat wajahnya dan menatapku. Ia menggaruk pelipisnya sambil berkata, “Kalau begitu, semoga saja di waktu yang tersisa ini kita bisa segera menemukannya ya.”

Dia benar-benar tipe orang yang suka pasrah.

Aku cukup salut dengan keuletannya. Andai aku bisa membantu mengidentifikasi tumbuhan. Sebentar, bukankah aku punya skill Clairvoyance. Aku pakai saja untuk mencari Dragon’s Breath.

Mataku memindai kumpulan bunga tersebut. Seketika muncul lebih dari seratus layar sistem. Semua layar itu memuat nama spesies tumbuhan, tapi karena jarak dan posisi yang berdekatan, layar itu saling tumpang tindih, membuatku kesulitan untuk membaca data yang tertera.

Kalau tampilannya seperti ini bagaimana cara membaca informasinya. Ternyata tidak bisa.

Saat sedang bingung aku mendengar pesan pemberitahuan dari sistem. Aku menengadah dan melihat layar biru setengah transparan tersebut.

[Anda mendapatkan kesempatan Upgrade Skill Clairvoyane.

Terima atau tidak?]

Aku menerima penawaran tersebut. Skill Clairvoyance pun diperbarui otomatis oleh sistem. Lalu, muncul pesan lainnya.

[Anda memperoleh Skill Pasif Nature’s Insight].

[Nature’s Insight: Kemampuan mengidentifikasi alam. Bisa digunakan secara general maupun spesifik].

Keterangan informasinya sangat singkat. Namun, aku merasa ini skill yang kubutuhkan sekarang. Aku menengadah, berandai-andai orang yang memberikan sistem ini sedang mengamatiku jauh di atas sana. Apakah dia memberikanku skill sesuai dengan yang kubutuhkan? Kenapa rasanya momen ini sangat bertepatan.

“Aktifkan Nature’s Insight,” gumamku pelan.

Aku merasakan kedua mataku perih sesaat. Ketika aku membuka mata, kedua irisku sudah berubah warna menjadi hijau zamrud. Tampaknya ini permanen.

“Kalau bisa digunakan secara spesifik apa itu artinya cukup dengan menyebutkan nama?” aku bertanya pada diri sendiri, lalu langsung mempraktekannya.

“Dragon’s Breath,” gumamku.

Seketika muncul cahaya biru vertikal diantara bunga-bunga tersebut, bersamaan dengan layar setengah transparan yang memuat nama “Dragon’s Breath”.

Tanganku refleks membekap mulut saking kagetnya. Semudah ini?

Aku langsung mendekati bunga tersebut. Setelah kuperhatikan secara menyeluruh, terdapat delapan cahaya vertikal yang muncul, artinya di sana terdapat delapan bunga Dragon’s Breath.

Tanganku menjulur meraih tangkai berwarna hitam dengan kelopak bunga merah bertotol tersebut. Aku menariknya bersamaan dengan akar-akarnya. Kulihat ke arah kumpulan bunga tadi, tidak ada racun yang menyebar. Artinya, aku sudah mendapatkan bunga yang benar.

“Denis,” panggilku sembari menghampirinya. Pemuda itu masih fokus dengan teropongnya.

“Aku sudah mendapatkan Dragon’s Breath.”

Mendengar kalimatku Denis tersentak dan langsung menoleh. Ia melirik bunga yang kusodorkan padanya. Ekspresi terkejutnya jauh melebihi saat melihat mayat Cadever Centipede. Denis langsung jatuh terjengkang dan berkali-kali bertanya, “Bagaimana bisa? Bagaimana bisa?”

Aku tertawa kecil, tidak mungkin aku menceritakannya soal kemampuan Nature’s Insight, jadi aku berbohong padanya.

“Aku hanya mengidenfitikasi dari buku panduan milikmu,” jawabku sambil memperlihatkan buku tersebut. Aku sempat mengambilnya dari tas tadi, untuk berjaga-jaga.

Denis menjadi sedikit lebih tenang setelah aku bicara seperti itu. “Matamu tajam juga ya,” ucapnya. Ia membetulkan bingkai kacamatanya, lalu mengamati Dragon’s Breath yang ada di tanganku.

Kepalanya mengangguk, “Benar, ini bunganya. Terima kasih, Arka! Kamu mempersingkat waktu pencarian!”

Sekarang aku bisa bernapas lega. Akhirnya, selesai juga.

Denis memasukkan Dragon’s Breath itu ke dalam sebuah stoples kaca berukuran besar. Ia menyimpannya dengan hati-hati di dalam tas punggungnya.

“Oke, sudah selesai, ayo, kita kembali ke DRT,” ucap Denis.

“Kita hanya mengambil satu?” tanyaku.

Denis berbalik ke arahku, “Tentu saja.”

“Tapi disana masih ada tujuh Dragon’s Breath.”

“Apa—hah?” Denis melongo saat melihatku berjalan mendekati bunga-bunga itu lagi. Kemampuan Nature’s Insight memanduku ke lokasi Dragons’ Breath. Tanganku dengan cepat mencabut bunga-bunga itu sampai ke akarnya.

Aku kembali ke hadapan Denis membawa tujuh tangkai Dragons’ Breath. “Perlu kita bagi dua atau bagaimana?”

Denis tampak sudah kehabisan kata-kata. Sepertinya melihatku mencabut Dragon’s Breath dengan mudah membuat rangkaian logika di otaknya runtuh. Denis hanya manggut-manggut kecil saat melihatku menyodorkan bunga-bunga itu. Aku jadi sedikit kasihan padanya.

“Karena kamu yang menemukannya, itu semua boleh menjadi milikmu,” katanya..

Aku tertawa getir, “Kamu yakin?”

“Iya, tugasku cukup membawa satu. Karena kamu menemukan sisanya, itu menjadi milikmu.”

Aku berusaha menyembunyikan rasa gembira yang membuncah di dada, tapi kuputuskan tidak apa-apa untuk mengekspresikannya sedikit didepan Denis.

“Terima kasih,” ucapku sambil tersenyum lebar.

Denis mengangguk kecil. Kami pun bersiap untuk kembali ke stasiun dungeon. Tepat disaat kami akan beranjak pergi, dari arah terowongan, Anto, Malih, dan tujuh anggota Red-White Knight muncul. Mereka tampak bahagia saat melihat kami masih hidup.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!