Gelap. Dimana aku sebenarnya berada saat ini.
Tring!
Suara apa itu?
[Alert! Anda telah mati]
[Notification! Anda telah menyelesaikan Hidden Quest “Salt and Betrayal.”
[Congratulation! Anda telah terpilih sebagai “Player”]
[Notification! Anda menerima berkah “Revive” dari God of Life and Death]
[Alert! Proses pembentukan tubuh baru akan dimulai dalam 10 detik]
Kenapa muncul banyak kotak biru setengah transparan dihadapanku. Apakah setiap orang yang mati di dalam dungeon mendapatkan pesan pemberitahuan seperti ini?
[Alert! Anda akan segera dihidupkan kembali]
...***...
Kedua kelopak mataku yang berat terbuka perlahan. Samar-samar hidungku menangkap aroma garam air laut. Masih setengah sadar, aku mencoba menggerakan anggota tubuhku. Sesuatu yang hangat dan lembut terasa di dalam genggaman.
Tunggu. Bukankah tanganku tadi putus?
Mataku membulat seketika. Kesadaran yang tadi melayang-layang seperti tersedot ke dalam raga, saking terkejutnya, aku terlonjak ketika melihat kedua tanganku sudah utuh kembali, termasuk luka di seluruh tubuh semuanya sudah menghilang.
“Bajuku?” Aku meraba-raba kulit putih tanpa sehelai benang pun. Seluruh barangku hilang, termasuk pakaian. Aku telanjang bulat di tepi pantai tak berpenghuni.
Kedua tanganku buru-buru menutupi wortel mini yang menggantung diantara paha. Panik, aku mencoba melihat ke sekeliling, mungkin ada sesuatu yang bisa digunakan sebagai penutup. Di sebelah kiri hanya ada pantai pasir putih dan laut biru tak berujung. Sementara di arah berlawanan ada hutan pantai dengan pohon-pohon kelapa yang tumbuh jarang.
Saat masih kebingung, lagi-lagi aku mendengar suara “tring” di dalam kepalaku. Lalu muncul kotak berwarna biru setengah transparan di depanku.
[Notification! Anda harus membayar harga dari berkah “Revive”]
[Alert! Anda mendapatkan Quest: Membunuh Seaweed Worm (0/5)
Reward: Exit Station, Beginner Kit Chest
Pinalty: Mati Kelaparan - Mati Dehidrasi ]
“Membunuh monster? Yang benar saja!” Aku celingukan ke kanan-kiri. Pakaianku tidak ada, perisai dan pedangku ikut menghilang. Membawa senjata saja aku hampir tidak bisa membunuh satu pun monster, apalagi tanpa mengenakan apa pun!
Aku menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Menggerutu tidak akan menyelesaikan masalah. Otakku mencoba meluruskan dulu apa yang telah terjadi.
Aku mati. Entah bagaimana aku dihidupkan kembali. Lalu muncul papan-papan pemberitahuan seperti di dalam game dan komik-komik yang pernah kubaca. Kalau dugaanku benar, mungkin ini sejenis sistem di Dungeon.
Kalau ini sistem di Dungeon, artinya misi yang kuterima ini nyata dan harus kukerjakan. Lagipula, di panel itu tertulis adanya “pinalty”. Jika aku tidak menyelesaikan Quest ini, kemungkinan “pinalty” akan terjadi, yaitu kehausan atau kelaparan yang akhirnya akan membunuhku di tempat ini.
Mataku memperhatikan sekitar, pohon-pohon kelapa itu tidak berbuah sama sekali dan air laut itu asin, tidak bisa diminum. Jadi mau tidak mau, aku memang harus mengerjakan misi ini.
Dengan rasa terpaksa, aku beranjak dari pasir putih dan berjalan menuju hutan pantai. Aku mencoba melupakan ketidaknyamanan telanjangku dan fokus pada tugas yang harus aku selesaikan. Meski tanpa senjata atau perlengkapan apapun, aku merasa semakin penasaran dengan apa yang ada di balik misi ini dan bagaimana aku bisa berada di tempat ini.
Saat aku memasuki hutan pantai, udara yang lembab dan harum daun segar menghampiriku. Aku berjalan hati-hati, menghindari ranting-ranting yang tajam, dan sesekali menghentikan langkahku untuk mendengarkan suara apapun yang bisa menjadi petunjuk atau ancaman.
Tidak butuh waktu lama bagi aku untuk menemukan jejak-jejak keberadaan monster. Sepanjang jalan, terdapat bekas-bekas pergerakan seperti jejak hewan melata di tanah Aku menyadari bahwa misi ini mungkin tidak semudah yang kubayangkan.
Setelah beberapa saat berjalan, aku akhirnya melihat sosok yang aneh di antara pepohonan. Sebuah cacing raksasa berwarna hijau tergeliat di tanah, dengan ukuran menyamai tubuh manusia. Badannya licin dan lengket terlihat menjijikkan. Di atas kepalanya aku dapat melihat tulisan putih [Seaweed Worm]. Berarti benar, ini adalah monster yang kucari.
Dengan hati yang berdegup kencang, aku merenungkan cara terbaik untuk mengalahkan monster ini tanpa senjata. Aku mengingat beberapa teknik bertahan hidup yang pernah diajarkan oleh Asosiasi Hunter, salah satunya cara bertarung tanpa senjata. Aku memang tidak menguasai matrial arts, tapi mungkin monster itu masih bisa dihadapi dengan mengerahkan segenap kekuatanku.
Tanpa ragu lagi, aku mengambil beberapa langkah maju. Cacing raksasa itu mengangkat kepalanya dan menatapku dengan sepasang mata merah menyala. Tanpa menunggu lebih lama, aku melompat ke udara dan mencoba mendaratkan tendangan langsung di tubuhnya.
Tendanganku mengenai sasaran dengan kuat, tapi itu hanya membuat cacing raksasa marah. Dalam sekejap, ia menggeliatkan tubuhnya dan mencoba melilitku dengan gerakan cepat. Aku berusaha menghindar, melompat dan berguling di sekitar tanah, berusaha menjaga jarak darinya.
Berjuang tanpa senjata membuatku semakin terdesak. Tubuhku mulai terasa lelah, dan energiku mulai menipis. Aku tahu bahwa aku harus menemukan cara yang lebih efektif untuk mengalahkan monster ini jika aku ingin bertahan hidup.
Melihat sekitar dengan cepat, aku melihat seutas liana yang bergantung dari salah satu pohon kelapa. Aku segera mendapatkan ide untuk memanfaatkannya. Dengan gerakan cepat, aku meraih liana tersebut dan mengayunkannya ke arah monster, berharap bisa membungkusnya.
Liana itu mengelilingi tubuh cacing raksasa dengan kuat, menghentikan gerakannya. Aku tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dengan tergesa-gesa, aku berlari mendekati monster yang terbelit dan melompat ke udara, mendaratkan pukulan langsung ke kepalanya.
Tampaknya serangan itu cukup kuat. Cacing raksasa itu melemah dan akhirnya mati. Aku berdiri di atas tubuhnya yang sudah terkulai lemah, bernapas berat, tapi juga merasa lega. Aku berhasil mengalahkan monster pertamaku.
Sementara aku berusaha untuk pulih dan menenangkan diri, kotak biru transparan muncul kembali di depanku.
[Quest: Membunuh Seaweed Worm (1/5)]
[Reward: Exit Station, Beginner Kit Chest
Pinalty: Mati Kelaparan - Mati Dehidrasi ]
Masih tersisa empat monster. Aku harus segera memburu mereka sebelum hari menjadi gelap. Dengan semangat yang baru, aku melanjutkan perjalanan menuju ke dalam hutan pantai.
Dalam pencarian, aku menemukan dua Seaweed Worm lainnya yang bersembunyi di balik semak-semak. Kali ini, aku menggunakan kayu yang berhasil kutemukan di sekitar untuk melumpuhkan mereka.
“Hyaa!” Aku berseru sambil memukulkan kayu besar itu di kepala cacing berbentuk rumput laut tersebut. Cacing lainnya bergerak ke arahku dan merayap di kaki, buru-buru kuhantamkan ujung kayu untuk menghancurkan kepalanya.
Napasku tersengal-sengal, tapi hatiku terasa puas. Sensasi yang aneh, tapi aku menikmati saat memukul kepala cacing-cacing itu dengan segenap tenaga. Aku melihat ke kotak biru setengah transparan yang muncul.
[Anda telah naik level!]
[Quest: Membunuh Seaweed Worm (3/5)]
[Reward: Exit Station, Beginner Kit Chest
Pinalty: Mati Kelaparan - Mati Dehidrasi ]
“Naik level, sepertinya itu bagus.” Aku tersenyum membaca tulisan itu. Kalau di dalam game, seharusnya naik level juga artinya meningkatkan kekuatan.
Matahari mulai merunduk ke peraduan. Tersisa dua Seaweed Worm yang harus dibunuh. Aku mulai merasa haus dan lapar, tetapi fokusku tidak boleh terganggu. Aku harus menyelesaikan misi ini.
Aku berkeliling dengan hati-hati, memeriksa setiap sudut hutan. Akhirnya, aku menemukan Seaweed Worm keempat dan kelima bersembunyi di balik sebuah batu besar. Melihat kehadiranku, kedua cacing itu menggeliat berusaha masuk ke dalam celah batu.
“Tidak akan kubiarkan kalian kabur!”
Aku mengangkat batu besar itu segenap tenaga. Wajahku sampai memerah, tapi ternyata aku sanggup melakukannya.
“Apa ini berkat naik level makanya aku jadi bertambah kuat?”
Aku tidak mau memusingkan itu sekarang. Kedua cacing hijau berlendir di depanku ini harus dibunuh sebelum kabur ke dalam tanah. Aku mengambil pecahan batu di sekitar dan menghantam kepala cacing-cacing itu sampai hancur.
Lendir hijau keluar dari tubuh lunak tersebut, terciprat ke sebagian tubuhku dan menyebarkan aroma tidak sedap.
Aku meringis sambil mengelap kedua tanganku ke daun dan tiba-tiba terdengar suara notifikasi pesan dari sistem.
[Anda telah naik level!]
[Anda menyelesaikan Quest: Membunuh Seaweed Worm (5/5)]
[Reward: Exit Station, Beginner Kit Chest
Pinalty: Mati Kelaparan - Mati Dehidrasi ]
Tubuhku ambruk seketika ke tanah berpasir. Sambil menengadah ke langit yang mulai gelap, aku masih tidak menyangka berhasil menyelesaikan Quest tersebut.
“Lima monster,” aku tersenyum. “Aku membunuh lima monster!”
Hatiku begitu gembira dan ringan, tidak pernah terbayangkan dalam hidupku akhirnya berhasil membunuh beberapa monster, walau yang paling lemah sekali pun.
“Oh benar, aku harus segera keluar dari sini.”
Aku berjalan keluar dari hutan dan tiba di tepi pantai. Di sana muncul sebuah pintu persegi panjang yang menampilkan cahaya biru dengan taburan bintang-bintang.
“Apa ini pintu keluarnya?”
Aku mengamati pintu tersebut, ragu. Namun setelah dipikir kembali, mungkin memang itu jalan keluarnya. Memberanikan diri, aku melangkah melewati pintu tersebut. Tubuhku menghilang dibalik cahaya biru dan ketika membuka matanya, aku berada di lorong tangga yang gelap.
Kakiku terus melangkah naik sampai perutku menabrak dinding. Aku tidak tahu apakah itu jalan buntu atua bukan, tapi ketika ku dorong, muncul celah terbuka. Ternyata sebuah pintu.
Aku mendorongnya lebih kuat dan salah satu daun pintu itu terlepas begitu saja. Bunyi kelontang yang keras menggema di seluruh ruang, aku keluar dari kegelapan dan muncul di peron sebuah stasiun.
“Eh?” Aku mengerjap tak percaya. Peron itu ramai oleh para Hunter yang tampak sedang menunggu kedatangan kereta menuju dungeon.
“Orang itu muncul dari tangga darurat.”
“Kenapa dia telanjang?”
“Hahaha! Apa dia gila?”
Aku mendengar suara orang-orang tersebut berbisik. Ada yang langsung tertawa dan mengeluarkan ponselnya untuk merekam, ada yang menutup mata karena melihatku telanjang, ada yang berteriak karena takut.
Wajahku sudah merah padam karena malu. Mereka melihatku telanjang dan aku hanya bisa mematung saking syoknya. Aku baru bergerak dari sana setelah dua petugas stasiun datang dan menutup tubuhku dengan kain. Mereka menggiringku ke kantor polisi, mengiraku sebagai gelandangan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
myseeds
Ini dia belum pake baju bukan sih?
2023-06-18
0
myseeds
Liana apaan sih?
2023-06-18
0
canvie
dalam keadaan telanjang🙏🏻👏🏻
2023-06-14
0