Terowongan itu tidak gelap karena tumbuhan merambat yang ada di langit-langit memancarkan cahaya biru. Aku dapat melihat dengan jelas bahkan tanpa bantuan kemampuan Clairvoyance.
Tanah yang kupijak bergerak-gerak seperti bernapas. Ada lendir-lendir membentuk jaring laba-laba dan mahluk hitam menggeliat di sana, seperti cacing seukuran tangan orang dewasa.
Lambat laun terdengar suara dentingan senjata dan benda tumpul yang menghantam perisai. Begitu keluar dari terowongan, aku dan Denis tiba di area yang lebih luas. Di sana, kelompok yang dipimpin oleh Anto tengah bertarung dengan segerombol monster berbentuk kecambah.
Mataku mengidentifikasi monster itu dengan nama Blighted Sprout. Monster kelas C berbentuk biji kecambah dengan dua tangan berbentuk daun tajam. Mereka menyerang dengan melompat dan berputar seperti gasing.
“Awas!” seru Denis, tiba-tiba. Ia berdiri di depanku sambil mengayunkan tongkatnya.
Dari lingkaran biru bercahaya muncul genangan air yang menyebar, lalu melompat seekor ikan besar dari air dan memangsa Blighted Sprout yang mendekat ke arah kami.
Itu kemampuan pertahanan tipe area. Sekeliling kami sekarang digenangi air jernih dengan riak-riak air kecil. Jika ada monster yang menginjakkan kakinya di riak tersebut, ikan dalam wujud elemen air akan langsung menyantapnya.
Kemampuan Denis ternyata melebihi ekspetasiku. Kalau dipikir-pikir, sebagai Ketua Guild seharusnya dia memang memiliki kemampuan bertarung yang bagus. Aku mencoba mengidentifikasi statusnya menggunakan Clairvoyance, ini pertama kalinya aku mencoba ke manusia.
Ternyata bisa. Muncul layar biru setengah transparan di atas kepala Denis.
[Name: Denis Wardana
Race: Human | Rank: A
Job: Mage | Element: Water
Path: Gentleness
Guild: Moon Orchid]
Aku terkejut, ternyata dia Hunter Peringkat A. Tidak hanya itu, dia juga mempunyai Path. Path adalah berkah yang diberikan kepada Hunter terpilih. Masih belum diketahui darimana sumber kekuatan Path berasal dan bagaimana Hunter bisa memperoleh Path, tapi beberapa pembuat teori di internet yakin kalau Path diturunkan oleh entitas asli Dungeon. Beberapa bahkan menyebut mereka Dewa.
Sementara aku dan Denis berada di dalam sihir lingkaran biru yang aman, Anto, Malih dan kelompoknya tampak mulai kewalahan bertarung. Formasi mereka sebenarnya cukup bagus. Anto bertindak sebagai Tanker menggunakan kemampuan Taunt untuk memancing seluruh monster menyerang dirinya. Sembari ia bertahan dibalik perisai, dua mage dari kelompoknya melempar bola-bola api dan angin.
Malih dan empat anggota kelompok lain yang berperan sebagai Fighter akan menyerbu dari samping dan membantai monster-monster tersebut. Seorang dari mereka adalah Marksman, ia mengambil jarak cukup aman dan menembakkan peluru-peluru es dari handgun-nya. Namun, formasi itu mulai goyah karena monster yang muncul semakin banyak.
Dua mage di belakang Anto tampak pucat, sepertinya mereka mulai kehabisan mana. Sementara Malih dan empat Fighter lainnya diserang dari belakang oleh Blighted Sprout, begitu pun dengan Marksman mereka yang fokusnya terbagi dua karena ia sendiri diserang oleh beberapa monster. Anto ujung-ujungnya harus bertahan sekaligus menyerang sendirian.
Anto menoleh dan tidak sengaja melihat kami. Wajahnya seketika memerah.
“Kamu—si kacamata!” Ia berteriak kepada Denis. “Sihirmu tampak kuat! Bantu kami mengalahkan monster-monster ini! Hasilnya akan kubagi rata!”
Di dalam hati aku ingin mentertawakan Anto. Ia begitu mudah berubah sikap saat mengiba bantuan, tapi tidak segan mengkhianati orang itu sedetik kemudian. Aku harap Denis tidak termakan bujuk rayunya.
“Baiklah,” jawab Denis.
Aku menghela napas, kecewa. Sepertinya bukan hanya Anto yang tidak suka dengan orang naif, aku pun mulai tidak menyukai sifat Denis yang seperti itu.
“Aku tidak butuh bagi hasil material, tapi aku ingin kamu menghormati Porterku, perlakukan dia sebagaimana memperlakukan Hunter lain!” sahut Denis.
Aku membuang muka, malu sendiri mendengar dia berbicara seperti itu.
Oh, ayolah Denis! Dunia tidaklah seindah itu! Batinku menjerit.
“Aku mengerti! Aku minta maaf, okay?” seru Anto. “Tolong kami sekarang!”
Denis mengangkat kedua tangannya, ujung tongkatnya bersinar dan seketika muncul lingkaran besar di depannya. Gelombang air muncul dari lingkaran itu dan bergerak maju seperti empasan ombak yang menyapu para Blighted Sprout. Serangan itu tidak membunuh para monster, tapi menyebabkan efek knock dan membuat mereka terkapar tidak bisa bergerak.
“Sekarang! Kesempatan!” komando Malih. Kelompok itu pun seketika menghabisi monster yang tersisa.
Setelah melihat kemampuan Denis, Anto pun mengajaknya melakukan penelusuran bersama. Aku mendengkus, masih tidak percaya dengan ucapan manis Anto. Namun, Denis tampak tidak memermasalahkan itu, ia dengan senang hati bergabung bersama mereka.
Selama perjalanan di dalam terowongan, berbagai jenis monster bermunculan, tapi berkat kerjasama yang baik mereka bisa mengatasinya. Kadang, ada beberapa monster yang luput dari perhatian mereka. Monster-monster itu merayap dari belakang dan langit-langit terowongan. Aku yang berada di paling belakang rombongan diam-diam membantu membunuh monster-monster itu.
“Itu ujung terowongan,” ucap Malih yang berada di barisan paling depan.
Kami sampai di tepi tebing yang curam. Di bawah sana terdapat area luas yang tertutup oleh genangan merah. Akar-akar besar yang meneteskan darah merambat di sekeliling dinding, di langit-langit terdapat sebuah bunga besar. Kelopaknya memiliki gigi-gigi yang melingkar sampai pangkal dan berwarna merah gelap.
Denis membuka catatannya dan mengamati area itu dengan seksama, lalu ia mengangguk padaku. “Ini tempatnya.”
“Tempat apa?” tanya Anto, penasaran.
“Dragon’s Breath, kami mencari tumbuhan itu,” jawab Denis, terlalu jujur.
“Dragon’s Breath?” sahut seorang Mage dari kelompok Anto. “Bukankah itu tumbuhan langka dan mahal? Aku pernah melihatnya di situs lelang Asosiasi Hunter, harganya per tangkai bisa mencapai ratusan juta, bukan?”
Mendengar perkataan anggotanya, Anto dan Malih seketika menelan ludah. Mereka berdua melirik ke satu sama lain sambil melemparkan seringai licik. Kedua orang itu pasti merencanakan sesuatu.
“Kamu yakin ini tempatnya? Tidak ada tumbuhan sama sekali di bawah sana, hanya ada bunga besar di atas langit gua,” ucap Anto.
“Bagaimana kalau kita pastikan dulu?” usul Malih sambil menyeringai. “Kita kirim satu orang untuk cek ke bawah sana.
Belum mendapat persetujuan dari Denis, Malih tiba-tiba menendang punggungku. Aku bisa saja menghindar, tapi aku sengaja membiarkannya agar Denis bisa melihat sifat asli mereka.
“Apa yang kamu lakukan?” seru Denis, marah.
“Kamu tidak suka? Kenapa tidak ikut ke bawah sekalian?” tanya Anto sambil tersenyum miring.
“Kalian sudah berjanji tadi!”
Anto melangkah ke depan Denis, tatapannya tajam dan mengancam. “Janji apa? Aku tidak ingat pernah membuat janji dengan mayat.”
“Apa maksudmu?”
Anto menyentak pundak Denis, mendorongnya dengan kuat dan Denis pun ikut terjatuh ke dalam lembah.
Aku berhasil mendarat di bawah, sementara Denis yang masih syok sepertinya tidak sempat menggunakan kekuatannya. Kalau begini, tubuhnya bisa terluka karena jatuh dari tempat tinggi. Sebelum punggung Denis menghantam permukaan aku lompat dan menangkapnya.
Anto dan Malih tertawa-tawa dari atas sana.
“Cari tumbuhan itu yang benar!” perintah Anto.
“Kami tidak akan membantu kalian naik kalau tumbuhan itu ternyata tidak ada!” tambah Malih.
Mereka lalu pergi meninggalkanku dan Denis di area tersebut. Denis mencoba untuk memanjat tebing itu tapi sangat sulit. Permukaannya licin karena lendir merah yang keluar dari dinding tebing. Ia mencoba lompat, tapi tetap tidak bisa mencapai ketinggian terowongan di atas.
Napas Denis terengah-engah, ia kelelahan. Kemampuan sihirnya memang hebat, tapi daya tahan fisiknya sangat lemah, seperti kebanyakan Mage pada umumnya.
Ia menoleh padaku. “Maaf, Arka. Aku membuatmu terjebak disituasi seperti ini.”
“Tidak apa-apa, aku tahu mereka memang berniat buruk sejak awal.”
“Apa kamu kenal mereka?”
“Hanya pernah mendengar rumor tentang Anto dan Malih,” jawabku, berbohong. Lebih baik tidak menceritakan soal kejadian di ruang harta.
“Begitu ya, pantas dari awal kamu terlihat enggan memasuki terowongan ini, ternyata karena satu jalur dengan mereka,” simpul Denis.
“Soal mereka bisa kita pikirkan nanti,” ucapku seraya berbalik. Aku merasakan keberadaan entitas di area tersebut. Bulu kudukku meremang karena sensasi dingin yang menggeliat. Mahluk yang bersembunyi di area ini pasti monster yang kuat. Bahkan tanpa menampakkan wujudnya aku sudah merasakan tekanan darinya.
Kepalaku menengadah ke atas, seperti ada yang mengawasi dari langit-langit. Kelopak bunga yang dihiasi gigi-gigi tersebut bergerak memutar. Muncul lidah panjang dari tengah bunganya.
Langit-langit itu retak dan muncul monster raksasa berbentuk kelabang yang memiliki kepala bayi manusia. Kelopak bunga yang sejak tadi terlihat ternyata adalah mulutnya. Monster itu meluncur ke bawah sambil merenggangkan mulut bergeriginya.
Aku langsung mengaktifkan skill Shadow Move dan membawa Denis menghindari terkaman monster itu. Monster itu menghantam permukaan dan langsung menyelam ke dalam tanah. Terdengar suara seperti galian berputar-putar di sekeliling kami. Kepalanya menyembul keluar ke permukaan, disusul oleh tubuhnya yang panjang sampai ke ekor.
Panjang monster ini mungkin mencapai 15 meter. Tubuhnya terbagi menjadi sepuluh segmen yang tersusun dari potongan-potongan tubuh manusia. Kaki kelabang ini berbentuk tangan manusia yang seperti dipaksa menyambung ke segmen-segmen tubuhnya. Jumlah tangannya banyak dan tak terhitung.
“Apakah dia Boss Dungeon?” tanya Denis yang tampak terkejut. Sepertinya tadi ia tidak merasakan hawa kehadiran monster itu.
Aku menggunakan Clairvoyance untuk memindai informasi darinya. Nama monster itu adalah Cadaver Centipede dan dibawahnya terdapat tulisan “Boss Dungeon”. Rentang bar HP-nya panjang seperti Nightshade Raven. Namun, aku merasa kemampuannya sedikit dibawah monster burung gagak itu.
Tring!
[Quest: Kalahkan Cadaver Centipede (0/1)
Reward: Hunter Kit Chest, Centipreda’s Gauntlet, Status Point +5
Pinalty: Kematian]
Aku tersenyum saat pemberitahuan quest dari sistem muncul. Berbeda dengan saat pertama kali bertemu Nightshade Raven, kali ini aku justru merasakan darahku berdesir karena antusias. Aku tidak takut dengan monster itu, aku malah ingin bertarung dengannya dan melihat sudah seberapa jauh kemampuanku berkembang.
“Benar, dia Boss Dungeon,” aku menjawab pertanyaan Denis.
Denis mengamati monster itu sekilas. “Kurasa kemampuannya setara dengan monster Kelas B.”
Wajah Ketua Guild Moon Orchid itu berubah pucat, “Biasanya, dibutuhkan minimal tiga Hunter Peringkat A untuk mengalahkan Bos Dungeon Kelas B, itu pun salah satu diantaranya harus seorang damage dealer seperti Fighter, Marksman, atau Assassin.”
Denis mengencangkan genggamannya pada gagang tongkat. Tekadnya membulat.
“Biar aku yang melawannya! Arka, Kamu berlindung dan coba lari dari sini,” katanya.
Aku menghargai kebaikan hati Denis, tapi dia akan terbunuh jika bertarung melawan monster ini sendiri.
“Tidak apa-apa, serahkan Boss Dungeon padaku.”
Aku berkata sambil melangkah maju. Jari telunjukku bergerak di udara, meluncur dari atas ke bawah. Senjataku, Grasscutter seketika muncul dalam genggaman. Ini adalah fitur baru untuk mengaktifkan senjata otomatis dari sistem, aku baru menemukannya tadi.
“Jangan bercanda, Arka! Kamu tidak mungkin—ugh!” Denis berhenti bicara karena terkena empasan angin kencang saat aku melompat ke udara. Matanya terbelalak melihatku melakukan putaran sambil mengayunkan sabit Grasscutter ke arah kepala Cadaver Centipede.
Ujung sabit menancap di kepala Cadaver Centipede dan monster itu seketika meraung dengan suara mengerikan, seperti kambing mengembik dan tangisan bayi. Ia mengayunkan kepalanya dengan kencang, lalu menyusup kembali ke dalam tanah. Aku sempat menarik sabitku dan lompat dari atas kepalanya sebelum ikut terbawa ke dalam tanah.
Pijakanku bergetar dan monster itu muncul lagi ke permukaan. Ia mengejarku yang lompat ke sana kemari, segmen-segmen di tubuhnya berputar dan setiap kakinya melemparkan lembing-lembing berwarna merah, tapi semua bisa kuhindari.
Aku menggunakan Shadow Move lalu berlari kencang dan menaiki punggung Cadaver Centipede sambil menancapkan ujung sabitku. Tubuh monster kelabang itu menggeliat, berusaha menjatuhkanku, tapi aku memanfaatkan gaya gravitasi dan meluncur sambil tetap menancapkan mata pisau Grascutter dari tengkuk sampai perut Cadever Centipede. Luka besar membentang di tubuh mahluk itu.
Cadevar Centipede meraung kencang, seketika dari dinding muncul lubang-lubang besar dan monster kelabang setinggi manusia dewasa keluar dari sana. Jumlahnya cukup banyak. Mereka seketika mengepungku dan Denis.
Aku menoleh ke arah pemuda itu karena khawatir, tapi ternyata Denis masih sanggup mengatasinya. Ia terlihat sedang mengayunkan tongkatnya sambil mengeluarkan teknik gelombang air untuk mencegah kelabang-kelabang itu mendekatinya. Sesekali ia menyerang balik dengan menembakkan air bertekanan tinggi dan membunuh monster-monster itu.
Salah satu kelabang berhasil mendekatiku. Sigap, aku langsung menghabisinya dengan tebasan sabit. Aku menggunakan Shadow Move lagi dan membersihkan gerombolan kelabang yang mengalangi jalanku.
[Anda telah naik level!]
[Anda telah naik level!]
Cadiver Centipede tampak kesakitan, ia melingkar membentuk bola. Cahaya merah keluar dari sela-sela lukanya dan tumbuh kulit tebal di atas badannya.
Gawat, dia akan mengeraskan kulitnya!
Aku harus segera mencegah itu terjadi. Sambil lompat di udara aku mengayunkan ujung sabitku, siap untuk melukai kepala Cadever Centipede, tapi tiba-tiba monster itu mengangkat wajahnya. Dari mulutnya menyembur cairan hijau kental yang seketika menyiram sekujur tubuhku.
[Warning! Racun terdeteksi!]
Aku dapat mendengar suara peringatan sistem di kepala, tapi pandanganku tertutup oleh selaput lendir hijau tersebut. Tubuhku terjatuh ke genangan air di bawah. Aku terbatuk-batuk karena sebagian cairan hijau itu masuk ke lubang hidung dan mulutku.
[Warning! Racun terdeteksi di dalam tubuh!]
[Warning! Anda terkena efek paralisis ringan!]
Tepat setelah peringatan itu muncul, bagian bawah tubuhku menjadi kebas dan tidak bisa digerakkan. Bagian atas tubuhku masih bisa bergerak, tapi terasa kaku dan sulit. Cairan hijau itu tidak hanya memberi efek paralisis, tapi racunnya menyebabkan bar HP-ku mulai berkurang.
Saat kukira itu bagian terburuknya, dugaanku meleset. Seluruh tangan monster itu tiba-tiba terbuka seperti sebuah lubang lalu menyemprotkan gas berwarna hijau. Gas itu dengan cepat menyebar dan mengisi ruang. Aku mendengar Denis terbatuk-batuk, ia sepertinya menghirup gas tersebut.
Tubuh Denis tiba-tiba menjadi kaku dan terjatuh. Ia juga terkena efek paralisis, tapi lebih parah. Efek racun mulai muncul di tubuhnya. Monster-monster kelabang mulai mengerubuni tubuh Denis. Mereka menggigit tangan, kaki dan badannya.
Teriakan Denis yang kesakitan terdengar horor di telingaku. Aku harus berbuat sesuatu, kalau tidak Denis akan mati.
Bergeraklah kumohon!
Saat aku mencoba menggerakkan kakiku, dari balik kabut hijau muncul Cadaver Centipede. Ia membuka mulut bergeriginya dan menyambar tubuhku. Aku diseret dan dibawa masuk ke dalam tanah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
canvie
plissss gereeeeegeeeeet !!!!🔥
2023-09-02
0
canvie
saran aja, yg kata "Kesempatan!" dihapus aja biar lebih 🔥🔥🔥🔥
2023-09-02
0