Aku memandang genangan darah itu dengan pandangan horor. Perutku terasa seperti diaduk-aduk saat bau anyir mulai menyebar ke seluruh ruang.
“Mereka mati seketika,” Fani menggigil ketakutan.
David juga memandangnya penuh ekspresi keterkejutan. Ia melihat ke arah peti itu lagi. Kali ini, muncul lingkaran segel merah menyala di sekeliling peti itu. Padahal sebelumnya tidak ada. Sementara patung wanita itu kembali ke posisinya semula.
“Ternyata patung itu adalah penjaga peti harta,” ucap David.
“Sial! Apa itu artinya kita tidak bisa mengambil peti itu secara cuma-cuma?” tanya Anto. Ia sangat ingin membawa peti harta itu keluar dari dungeon.
“Sudahlah, kita ambil harta yang lain saja, lalu keluar dari sini,” bujukku, mencoba mencari jalan tengah. Lagipula, membawa beberapa barang disini juga sudah lebih dari cukup. Itu jauh lebih baik daripada harus berisiko melawan patung tersebut.
Lagipula, kita tidak tahu patung itu termasuk ke monster kelas apa. Walau dari analisa singkat yang bisa kulakukan, mungkin monster itu berada di peringkat A atau S. Penjaga harta besar di dalam dungeon biasanya berada di peringkat tersebut.
“Aku sangat ingin peti itu,” Rozak berkata dengan geram. Kedua tangannya terkepal menahan emosi.
Aku dan Fani sudah berniat berbalik meninggalkan peti harta itu. Namun, David, Malih, Anto dan Rozak masih berada di sana.
“Mereka sepertinya masih mencari cara,” gumamku. Entah mengapa firasatku tidak enak. Beberapa Hunter bisa sangat ceroboh saat sudah melihat hadiah dalam jumlah besar, bahkan kadang sampai mengabaikan logika dan akal sehat.
“Tunggu, aku tidak melihat itu tadi,” sahut Anto tiba-tiba. Jarinya menunjuk ke sebuah altar yang entah muncul kapan.
Aku mencoba mengingat-ingat. Saat patung wanita itu kembali ke posisinya, memang terdengar suara batu yang bergeser. Hanya saja aku tidak tahu kalau suara itu berasal dari munculnya altar di tengah ruangan.
Mereka berjalan mendekati altar itu, Fani juga mengajakku ke ke sana. Tampak sebuah dudukan berbentuk lingkaran dengan simbol pohon yang sama seperti di depan pintu. Disekeliling akar itu terdapat enam lilin yang menyala.
David menyentuh permukaan altar dan disaat bersama terdengar suara menggema di ruangan.
“Pertukaran yang adil.”
Kami saling bertatapan bingung. Darimana suara itu berasal? Aku melihat ke arah patung dan seketika tercekat. Kepala wanita itu menoleh ke arah kami. Sorot matanya memancarkan cahaya merah.
“Patung itu yang bicara,” kataku, memberitahu yang lain.
Mereka semua seketika menoleh ke arah patung wanita.
“Apa maksudnya pertukaran yang adil?” tanya Rozak.
“Apa ini soal peti harta?”
Pertanyaan dari Fani memantik antusiasme anggota BotHunter lainnya. Mereka merasa seperti menemukan solusi dari permasalahan yang sejak tadi dihadapi.
David melangkah mendekati patung. Entah dapat ide darimana, ia berlutut dengan satu kaki dan menundukkan kepalanya.
“Wahai Ksatria Suci, bagaimana cara melakukan pertukaran yang adil?”
Dia gila. Bagaimana mungkin dia mengira bisa berbicara begitu saja kepada patung tersebut. Memangnya patung itu mau menanggapinya?
Kami semua menanti dengan tegang. Termasuk David, bulir keringatnya sudah membanjiri tengkuk, ia pasti sangat ketakutan saat ini, terlihat dari tangannya yang tidak berhenti gemetar.
“Apa menurutmu kita juga harus berlutut dan bertanya pada patung itu?” tanya Fani pada Rozak.
“Benar juga.”
Rozak lalu mengajak kami semua berlutut di hadapan patung wanita tersebut dan mengucapkan kalimat yang sama dengan David.
“Wahai Ksatria Suci, bagaimana cara melakukan pertukaran yang adil?”
Aku bahkan tidak tahu patung di hadapanku ini ksatria suci atau bukan. David pasti mengarangnya untuk mengagung-agungkan sosok patung itu.
Terdengar suara besi yang bergesekan dengan lantai. Napasku terasa seperti berhenti saking tegangnya. Aku takut patung wanita itu akan menebas leher kami berenam sekaligus. Namun, dugaanku salah.
Patung wanita itu berbicara. “Pertukaran yang adil harus setara dengan bobot benda.”
Kami semua terkejut saat mendengar persyaratannya.
“Bobot benda? Apa maksudnya?” Fani masih belum bisa mencerna maksudnya, tapi berbeda dengan empat pria lain di party BotHunter.
Senyum orang-orang itu mengembang seketika.
“Jadi begitu,” gumam David sambil menyeringai. Matanya melirik pada Rozak yang dibalas dengan anggukan. Mereka memikirkan hal yang sama, begitu pun dengan Anto dan Malih.
Berkebalikan dengan mereka berempat, aku justru meraskan firasat yang amat tidak enak. Berbicara soal bobot dan pertukaran, aku tidak bisa memikirkan hal lain selain… tumbal.
Jika yang dimaksud si patung wanita dengan bobot benda itu adalah berat dari peti harta, artinya ia ingin melakukan pertukaran dengan sesuatu yang beratnya minimal seperti benda tersebut. Dilihat dari bentuknya, mungkin peti itu beratnya di atas 80 kilogram. Semua pria yang ada di dalam ruangan saat ini bisa kupastikan memiliki bobot di angka kisaran tersebut.
Namun, kalau harus mencari amannya, jelas lebih baik menukar peti itu dengan bobot yang jauh lebih besar angkanya. Ini buruk. Diantara kita berenam akulah yang memiliki bobot paling berat. Aku menimbang terakhir kali saat pembaruan data Hunter tahun lalu. Saat itu bobotku mencapai 130 kilogram.
“Arka,” David memanggilku tiba-tiba. “Kemari.”
Bulu kudukku meremang. Aku tidak pernah merasakan diriku setakut ini terhadap manusia. Lirikan mata David terlihat berbeda. Ada hasrat yang menggelora di sana, tapi tidak ada ruang untuk simpati dan rasa kasihan.
Aku menggeleng pelan, menolak.
“Oh, tidak mau?” Rozak tiba-tiba menyahut, nada suaranya terdengar mengejek. Ia mengedikkan kepalanya pada Anto, memberi kode.
Anto mengangguk paham. Tanpa berkata apa pun, pria itu bangkit dan menarik tubuhku sampai berdiri.
“Anto, apa yang—?”
Aku belum selesai bicara, tapi pria itu langsung menghujamkan ujung perisainya yang berat di kedua kakiku.
“Aaaaaa!” Aku menjerit kesakitan. Darah muncrat dari pori-pori sepatu bersamaan dengan suara remukan tulang.
Kedua tanganku berusaha mendorong tubuh Anto. Namun, Malih dengan semangat menarik pedang melengkungnya dari sarung. Tanpa ragu, ia menebas kedua tanganku sampai putus dengan pedang itu.
“Aaaa! Sakit! Hentikan! Kumohon!” Aku berteriak-teriak minta ampun, tapi tidak digubris oleh mereka.
Melawan rasa sakit di kaki, aku melepaskan diri dari cengkraman tangan Anto dan berlari ke arah Fani. Aku terhuyung, dan terjatuh tepat di depan kakinya.
Menengadah, aku menatapnya penuh iba.
“Kumohon, jangan biarkan mereka melakukan ini padaku, Fani!” pintaku, sungguh-sungguh. “Kamu yang selama ini selalu baik padaku, kumohon tolong aku!”
Fani menatapku dengan ngeri. Tangannya bergetar. Namun, lama-kelamaan ekspresi di wajahnya berubah menjadi senyuman. Ia tertawa keras sambil mengibaskan tangannya yang lentik.
“Oh, Arka, kamu salah paham denganku.” Gadis itu melenggang ke tempat Rozak dan bergelayut manja padanya. “Selama ini aku hanya mencoba bersikap ramah. Tapi pandanganku padamu tidak berbeda dengan mereka.”
Sesuatu seperti menembus dadaku, rasanya begitu menyakitkan mendengar kalimat yang diucapkan Fani. Aku pikir, selama ini ia simpati padaku. Gadis cantik yang mau berbaik hati pada laki-laki menyedihkan sepertiku.
“Jika ini demi peti harta itu, aku tidak keberatan mereka melakukan apa pun padamu,” tambah Fani.
Rozak, David, Anto dan Malih ikut tertawa setelah mendengar perkataan Fani.
“Kamu lucu sekali, babi,” sindir Rozak. “Pacarku ini sangat mirip denganku, apa yang kamu harapkan darinya?”
Fani memukul pelan dada Rozak, wajahnya cemberut. “Banyak yang bisa kamu harapkan padaku ya!”
“Oh tentu saja sayang,” Rozak mengecup bibir gadis itu. “Aku mengharapkan malam yang panas setelah ini.”
Mereka melanjutkan bercumbu sementara aku memandang kedua sejoli itu dengan penuh kebencian. Tidak hanya hatiku sakit dipermainkan, tapi aku juga merasa tidak dihargai sebagai manusia. Orang-orang di party ini memang sejak awal menganggapku seperti babi sungguhan. Mereka bahkan tidak segan melukai dan memutilasiku, padahal kita masih sama-sama manusia.
“Cepat bawa dia ke altar!” Perintah David.
Anto berusaha mengangkat tubuhku, tapi ia kesulitan. “Babi ini berat sekali! Hahaha! Ksatria wanita itu pasti senang petinya kita tukar dengan benda yang lebih berat!”
“Aku bukan benda!” teriakku.
Tangan Anto seketika meninju wajahku sekuat tenaga. Hidung dan beberapa gigiku patah. Aku terhempas ke lantai sambil mengerang kesakitan. Anto dibantu oleh Rozak dan Malih kemudian mengangkutku ke atas altar. Mereka juga meletakkan tanganku yang putus di atas perut.
David lalu berlutut lagi di hadapan patung wanita itu.
“Pertukaran yang adil sudah dilaksanakan.”
Setelah itu muncul sinar di sekeliling altar. Tubuhku tersegel oleh tulisan berwarna kuning yang berputar di sekeliling altar, sementara segel yang mengikat peti harta itu hancur menjadi keping-keping merah.
“Kita dapat petinya!”
David dan Anto langsung berlari menyerbu peti itu. Mereka mencoba mengangkatnya dengan dua tangan.
“Berat banget!” komentar Anto.
“Argh! Pantas peti ini sepadan dengan bobot si babi!” timpal David. Keduanya tertawa terbahak-bahak. Malih dan Rozak langsung ikut bergabung dengan mereka berdua. Keempatnya menghitung mundur lalu mengangkat peti itu bersama-sama.
“Hufh, dibawa empat orang pun masih berat,” kata Mahil.
“Bertahanlah, kita akan kaya raya setelah ini.” Perkataan David menyemangati mereka semua.
Tanpa memedulikan kondisiku, kelima orang itu melangkah meninggalkan ruang harta. Hanya Fani yang berbalik sebentar ke arahku untuk melambaikan tangan. Setelah itu, sosoknya ikut menghilang di balik pintu ruangan.
“Tunggu, jangan tinggalkan aku.”
Aku memandang kepergian mereka dengan air mata mengalir di pipi. “Jangan.. Kumohon..”
Seiring dengan menghilangnya suara langkah kaki mereka, pintu ruangan itu bergerak dan perlahan menutup. Tersisa aku seorang diri di ruangan dingin tersebut. Aku masih menangis. Rasa perih di sekujur tubuhku tercampur aduk dengan ketakutan.
Aku mendengar langkah kaki berat mendekat bersamaan dengan suara besi yang terseret. Kepalaku mendongak dan menemukan patung wanita sudah berdiri di depan altar. Ksatria itu mengangkat kedua tangannya yang menggenggam pedang besar.
Aku bisa melihat wajahku yang putus asa dari pantulan pedangnya. Aku membatin, jadi seperti ini wajah orang yang berada di hadapan ajalnya.
Seiring pedang itu diayunkan, aku merasa seperti waktu melambat dan kilas balik kehidupanku berputar di kepala.
Aku yang sejak kecil sering dirundung karena gendut dan bau, akhirnya menghabiskan sebagian besar waktu bermain game online. Orang tuaku baik dan rela melakukan apa pun untukku, tapi mereka malah berakhir minum racun di kamar.
Andai mereka tahu kalau tindakan egois mereka sangat menyakitiku. Aku kesepian sejak kehilangan mereka. Bahkan Tante Tara dan keluarganya tidak bisa menggantikan sosok mereka. Aku ingin minta maaf jika selama ini menjadi anak yang tidak bisa diharapkan.
Lalu aku menjadi Hunter Tanpa Peringkat. Setiap hari terasa seperti neraka karena aku selalu diejek dan dirundung oleh Hunter lain. Mereka menyebutku “babi”, bahkan kadang saking melekatnya panggilan itu ada beberapa Hunter yang tidak tahu nama asliku. Menyedihkan.
Gadis-gadis menjauhiku karena rupaku Aku tidak masalah jika mereka sejak awal cuek, tapi tidak sedikit yang menggodaku di awal hanya untuk mempermaikanku dan dijadikan ajang taruhan. Fani, aku yakin ia salah satu diantara gadis yang hanya suka mempermainkanku. Bodohnya, aku terjebak berkali-kali dengan pola ini.
Aku begitu putus asa ingin dicintai seorang gadis, mendapatkan pacar dan bisa bercinta dengannya. Itu mimpi yang terlalu tinggi. Ujung-ujungnya aku tetap akan mati dalam keadaan perjaka.
Mati ya? Tidak kusangka hari ini akan datang lebih cepat. Sejujurnya, melihat sepak terjangku di dalam dungeon, aku mengira akan mati di tahun pertamaku sebagai Hunter. Aku pernah terkena semprot racun monster lipan sampai kulitku terbakar, tersesat di dalam dungeon dan masuk ke sarang bos, bahkan tidak sekali aku pulang dengan beberapa tulang patah.
Tubuhku berkali-kali terluka. Namun, aku selalu berhasil keluar, sembuh, dan kembali masuk ke dungeon. Namun, rutinitas itu akan berhenti di sini.
Sial. Kupikir aku akan berakhir seperti pahwalan, mati dan dikenang jasa-jasanya. Kenyataannya, aku mati karena dijadikan tumbal sekumpulan Hunter kotor dan menjijikkan. Aku benci mereka, aku tidak akan memaafkan mereka.
“Uagh!” Aku memuntahkan darah saat bilah pedang besar itu mulai menusuk dadaku.
Patung wanita itu mencabut pedang besarnya, lalu menancapkannya lagi di perutku. Ia mencabutnya lagi, lalu menusuk pinggangku. Berulang kali ia menusuk-nusuk tubuhku dengan pedang besar itu.
Rasa sakit yang tak terhingga memantik kemarahanku. Aku seharusnya tidak semenderita ini kalau bukan karena party BotHunter itu. Wajah anggota party itu silih berganti muncul di pikiranku. Aku muak membayangkan suara tawa mereka. Aku ingin mereka juga menderita sepertiku.
“Sialan! Aku tidak ingin mati! Aku masih ingin hidup dan membunuh kalian semua!”
Aku berteriak dalam kemarahan, benci dan dendam. Aku memikirkan seluruh perbuatanku pada mereka. Aku tidak pernah menyakiti mereka, aku selalu mencoba bersikap baik—kepada siapa pun. Namun, lihat apa balasannya? Aku dipermainkan, dikhianati, dan dikorbankan seakan aku hanyalah benda tak berguna.
Mungkin, ini adalah takdir orang lemah. Mereka yang statusnya berada di bawah memang tidak akan pernah dihargai, dihina dan diremehkan. Aku lelah mengemis minta tolong dan mengiba untuk dikasihani. Aku muak menjadi lemah.
Andai ada kesempatan kedua. Aku berjanji akan berlatih, terus belartih sampai menjadi kuat—sangat kuat sampai tidak ada seorang pun yang bisa menyakitiku.
Mulutku memuntahkan darah, bersamaan dengan itu, tusukan di tubuh berhenti. Patung wanita itu mengangkat pedang besarnya dan kali ini menebas leherku sampai putus. Pandanganku berputar seiring dengan kepalaku yang jatuh menggelinding di lantai. Aku masih bisa melihat kaki patung wanita itu bergerak menjauhi altar, lalu pandanganku mulai memudar. Semua berubah menjadi gelap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
myseeds
Katanya anggotanya ada 9, ditinggal 1 buat jaga tas, terus mati 4, bukannya harusnya sisa 4 ya? kok jadi 5? 6 sama si MC
2023-06-18
1
canvie
mati pun masih bernarasi, pedih 🤧
2023-06-13
0
canvie
ngerriiiiii
2023-06-13
1