"Apa? Tuan teman masa kecil saya?" tanya Shiren saking tak percaya.
"Entahlah, buku ini yang mengatakannya padaku. Tertulis di sini kalau aku memiliki seorang teman bernama Ren, sedangkan di bawahnya tertulis nama Ru. Kata Kakek ini bukuku. Aku kehilanganmu memori semasa kecil akibat kecelakaan 2 tahun yang lalu.
"Oh, jadi sahabat semasa kecil saya seperti ini orangnya? Dan luka itu? Apa masih ada?"
"Ada, bahkan jahitannya masih membekas di kepalaku. Kalau kau mau aku bisa menuntutmu sekarang."
"Eh, tidak, Tuan, jangan, saya minta maaf, dulu saya memang sedikit nakal."
"Hahaha, kau bodoh sekali. Aku suka berteman dengan orang bodoh sepertimu." Tak disangka Arthur tertawa lebar karena melihat tingkah Shiren.
"Eh, teman?"
"Ya, di dalam lubuk hatimu pasti kau ingin berteman denganku, bukan? Makanya, aku akan kabulkan. Mulai sekarang kita berteman," ucap Arthur sambil mengulurkan tangannya.
"Ba-baik, teman." Shiren membalas uluran tangan Arthur.
"Ren, mulai sekarang kau tidak perlu memanggilku tuan dan menggunakan bahasa yang formal. Panggil saja aku dengan nama panggilan masa kecilku. Sayangnya aku tidak bisa mengingat masa kecil kita sehingga, di mataku kau hanyalah gadis bodoh."
"Tidak masalah, Tuan, eh, maksudnya Ru. Tidak masalah, aku tidak keberatan meskipun anda, eh, maksudnya kau manggilku bodoh atau semacamnya."
"Ya, kau memang tidak boleh keberatan. Sekarang, katakan padaku apa-apa saja yang dulu aku suka lakukan."
"Kalau dulu, kau suka sekali memanjat pohon setelah aku mengajarimu selama beberapa hari. Kau juga suka berendam di kubangan lumpur dan itu juga berkatku. Dan jangan lupa, kita suka memancing di empang dan memanggang ikannya bersama-sama sampai tubuh kita bau asap. Aneh, aku lupa wajah dan namamu, tapi aku ingat semua yang kita lakukan." Shiren menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.
"Apa benar itu aku? Kau tidak salah orang? Aku seperti itu?" Arthur merasa kaget mendengar masa kecilnya yang sangat tidak higienis itu.
"Benar, bahkan dulu kakek selalu membawa pengawal agar bisa menjagamu. Dan itu tepat setelah kepalamu terluka karena aku."
"Ternyata dulu kau memiliki banyak kejahatan padaku. Awas saja, suatu hari nanti aku akan menuntutmu."
"Sebaiknya kita lupakan saja soal menuntut, soalnya kau kan tidak ingat detail kejadian aslinya. Aku mungkin juga bisa menuntutmu karena kau mencoba untuk mengintipku."
"Hei, apa kau sudah berani padaku?"
"Hehe, aku bercanda. Bagaimana kalau sekarang kita ke taman dan mencari cacing, dulu kita suka sekali mencari hewan itu dan membuat lomba balap cacing."
"Apa? Itu sangat menjijikkan!"
"Tapi itu seru. Kita membuat gunung dari tanah dan biarkan cacing menggali sampai mereka menemukan jalan keluar dan yang duluan akan menjadi pemenangnya."
"Baiklah, kalau aku menang, kau harus bernyanyi sepuluh lagu. Dan jika kau menang, kau cukup bernyanyi dua lagu saja."
"Apa itu adil?"
"Tidak ada yang boleh mempertanyakan keputusanku."
"Ba-baik, aku mengerti."
Mereka pun segera bermain balap cacing. Arthur meminta pengawal memegang cacing itu karena dia merasa jijik. Cacing itu diikat pita sebagai penanda milik siapa. Ternyata permainan itu sangat seru, bahkan Arthur terus meminta mereka mengulangnya.
Hingga permainan dimenangkan oleh Shiren, dia pun hanya bernyanyi dua lagu dengan suaranya yang pas-pasan. Namun Arthur yang kesal karena kalah mengancamnya untuk berhati-hati karena berikutnya dia akan menang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
utari
menang kalah sama aja dapet hukuman🤣🤣🤣🤣🤣
2023-06-17
0
Yuli maelany
ya...yaa.... siapapun pemenangnya tetap kamulah penguasa nya 😒😂😂😂😂😂😅
2023-05-29
0
Ami Tarmini
kalah menang dapet hukuman😅
2023-05-28
0