Lunas

Seorang pria tua sedang menyeruput tehnya sambil mengangkat salah satu kakinya ke atas kaki yang satunya.

"Oh, jadi anakmu bersedia menikah dengan cucku?" tanya Abraham yang merupakan kakek Arthur sambil melihat seorang pria yang sedang berdiri di depannya dengan tubuh gemetar.

"I-iya, Tuan, anak saya bersedia," ucap Robby dengan suara yang terbata-bata.

"Bagus! Segera urus tanggal pernikahannya sesegera mungkin! Aku akan membuat pesta yang mewah untuk pernikahan ini." Abraham tersenyum senang.

"Maaf, Tuan, bolehkah saya bertanya." Robby memberanikan diri untuk bertanya.

"Ya, apa yang ingin kau tanyakan?"

"Me-mengapa anda memilih anak saya? Maksud saya, saya memiliki dua putri dan…"

"Dan putrimu yang satunya lebih cantik?"

Robby terdiam mendengar ucapan Abraham.

"Maafkan saya, Tuan, saya hanya ingin bertanya saja."

"Kalau kau sangat penasaran, aku beritahu satu hal. Aku menikahi anak keduamu karena dia sama sekali tidak memiliki nilai jual. Dia tidak menarik dari segi penampilan maupun pekerjaan. Sedangkan anakmu yang satunya, aku tidak suka cucuku memiliki istri yang setara dengannya dari segi penampilan ataupun kecerdasan. Karena yang akan menjadi istrinya, dialah orang yang harus menuruti semua perintahnya!" Abraham tersenyum sinis.

"Apakah setelah mereka menikah, anda tetap akan berken…"

Robby menghentikan ucapannya setelah menerima lirikan tajam dari Abraham. Dia tahu bahwa saat ini Abraham terlihat tidak suka dengan pertanyaannya.

"Ini, ambillah dan pergi dari hadapanku!" Abraham melemparkan berkas pelunasan hutang yang telah ditandatangani sebelumnya.

Ya, memang, kedatangan Robby kesana adalah untuk meminta tanda tangan pelunasan hutangnya di perusahaan Abraham karena sang anak telah setuju menikah dengannya.

Robby pun pulang dengan hati berbunga-bunga setelah hutangnya lunas. Dia juga memberitahu sang anak sulung perihal hutang yang sudah lunas itu.

"Dara, kau bisa kembali bekerja di perusahaan. Hutang kita sudah lunas. Dan, Bolehkah Papa meminta sesuatu padamu?" tanya Robby ragu-ragu.

"Apa, Pa?" tanya Dara yang sedang sibuk dengan laptopnya.

"Bisakah kau menyayangi adikmu?"

"Maksud Papa aku harus menyayangi anak dari pelakor itu?" Dara menatap sinis pada sang ayah.

"Sayang, perusahaan kita tidak jadi gulung tikar itu karena jasa Shiren. Dia merelakan masa depannya dengan menikahi Tuan Arthur. Apakah itu belum cukup?"

"Tidak, Pa! Meskipun dia mengorbankan nyawanya untukku, kesalahan ibunya tidak akan pernah terhapuskan dalam hidupku. Tahukah Papa kedatangan wanita itu cukup membuat mama syok? Dia datang dalam keadaan hamil besar dan mengaku sebagai istrimu! Dia menghancurkan perasaan mamaku. Bahkan ketika mama bercerita tentangnya, air matanya tak berhenti menetes!" Dara menatap tajam pria yang tak pernah terlihat hebat di matanya. Baginya, pria itu hanyalah penghianat Cinta yang telah membuat ibunya sengsara. Meskipun dia hanya mendengar cerita itu dari sang ibu, tapi dia bisa merasakan bagaimana perasaan hancur ibunya waktu itu.

"Dara, maafkan Papa. Maafkan kesalahan Papa yang dulu. Tapi, semua itu bukan salah Shiren. Dia hanyalah anak yang tak berdosa. Dia lahir dari kesalahan Papa." Robby berusaha meyakinkan Dara agar tidak terus-menerus menyalahkan Shiren.

"Sudahlah, Pa, aku sedang sibuk. Aku harus bertemu dengan Demian."

"Demian? Jadi kau belum putus dengannya? Dia itu tidak baik untukmu, Nak. Papa tahu betul seperti apa ayahnya dulu. Papa hanya takut kau bernasib sama seperti para wanita yang dulu pernah disakiti oleh ayahnya."

"Papa kira dia sama seperti Papa? Tidak, Pa. Dia itu pria yang setia. Tidak seperti Papa yang telah menghianati kepercayaan mama. Lagipula, apa bagusnya menceritakan orang yang sudah meninggal?"

"Dara, bisakah kau sedikit saja menghargai Papa?"

"Tidak, Pa, selama anak haram itu masih jadi saudaraku, maka aku tidak akan pernah memaafkan Papa. Buang dia, coret dia dari daftar keluarga, baru aku akan menganggap Papa sebagai papaku!"

Dara pun mengambil kacamatanya dan memakainya sambil berjalan pergi meninggalkan papanya yang menatap kepergiannya dengan mata berkaca-kaca. Benar kata pepatah, bila sekali saja kepercayaan seseorang dihancurkan, maka tidak akan ada lagi kepercayaan untuknya. Robby menyesali semuanya. Hal yang telah dilakukannya pada istrinya.

Terpopuler

Comments

Ayas Waty

Ayas Waty

bukannya karena ulah anak orang tua harus ikut menanggung akibatnya tp ini karena kesalahan orang tua anak ikut menanggung akibatnya.... kasihan kamu Shiren....makanya pikir2 dulu pak Robby sebelum berbuat

2023-05-26

0

Yuli maelany

Yuli maelany

selalu saja anak yang jadi korban, keegoisan dan keserakahan orang tua selalu mengorbankan hati dan masa depan anaknya....

2023-05-22

0

Tati st🍒🍒🍒

Tati st🍒🍒🍒

kesalahan orang tua anak yg jadi korban😌

2023-05-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!