Keesokan hari, Azzam sudah berpakaian rapi. Dia mengenakan kemeja putih berbalut jas berwarna hitam dan sepatu kulit yang senada.
Setelah memastikan tampilannya benar-benar rapi, Azzam meninggalkan kamar dan berjalan menuju ruang makan.
Kebetulan sekali Alana sudah menyiapkan sarapan dan menatanya di atas meja.
"Kenapa belum siap-siap?" tanya Azzam sembari menarik kursi dan duduk untuk menikmati sarapan pagi.
"Siap-siap mau kemana?" Alana malah balik bertanya sambil membawa secangkir kopi dan menaruhnya di meja lalu duduk di samping Azzam.
"Kerja dong sayang, kemana lagi?" Azzam menggerakkan tangan dan mengusap kepala Alana.
"Loh, kamu lupa?" Alana mengerutkan kening sembari mengisi piring dengan makanan lalu meletakkannya di depan Azzam.
"Bukan lupa, tapi pengunduran diri kamu 'kan belum disetujui." Azzam meraih sendok dan mulai menyantap makanannya.
"Biarkan saja, aku tidak tertarik lagi kerja di perusahaan itu." Alana kemudian mengisi piringnya dan makan dengan lahap.
"Kenapa? Apa ada yang salah?" tanya Azzam memutar leher ke arah Alana.
"Tidak, aku ingin di rumah saja." jawab Alana dengan mulut dipenuhi makanan.
"Kamu yakin? Apa kamu tidak akan bosan di rumah seharian?" tanya Azzam lagi.
"Bosan sih pasti, tapi... Aku gedek lihat bosnya, masa' mukanya disembunyikan terus? Lagian aku sudah dua kali melakukan kesalahan, aku juga yang memilih mengundurkan diri, malu dong balik lagi ke perusahaan itu." terang Alana.
"Kenapa harus malu? Namanya manusia pasti pernah melakukan kesalahan, intinya jangan diulangi lagi." ujar Azzam.
"Entahlah, aku-"
"Ya sudah, habiskan dulu makanannya, setelah itu ganti baju, aku akan menunggumu."
"Tapi-"
"Tidak apa-apa, nanti biar aku yang bicara sama bosnya."
"Kamu kenal?" Alana menyipitkan mata ke arah Azzam.
"Ya, dia temanku." angguk Azzam.
"Teman?" Alana mengulang kata itu sembari memelototi Azzam. "Oh, berarti-"
"Iya, aku yang memintanya menerimamu menjadi sekretaris." potong Azzam.
"Kau?" Alana tampak kesal. "Dasar tukang bohong! Waktu itu sok-sokan tidak tau apa-apa." Alana hendak meninggalkan meja namun Azzam dengan cepat mencegahnya.
"Jangan marah, maksudku baik kok. Kalau hari itu aku jujur, kamu tidak akan mau mengambil pekerjaan itu." terang Azzam.
"Tapi tetap saja kamu bohong." keluh Alana dengan bibir mengerucut.
"Bukan bohong, cuma belum sempat ngomong saja. Lagian masih banyak yang belum kamu ketahui." ucap Azzam.
"Apa lagi?" tanya Alana dengan tatapan tajam.
"Makanya siap-siap dulu, nanti juga tau sendiri." Azzam mengukir senyum tipis ke arah Alana.
"Bodo amat, aku tidak mau ikut kamu." Alana bangkit dari duduknya dan memilih masuk ke dalam kamar.
Melihat Alana marah, Azzam mengusap wajah kasar, dia merasa bersalah.
Lalu Azzam menyudahi makannya dan menyeruput kopi yang dibuatkan Alana untuknya, setelah itu menyusul Alana ke kamar.
Mendapati Alana yang tengah berbaring di kasur, Azzam pun menghampirinya dan duduk di sisi ranjang.
"Sudah sayang, jangan ngambek dong! Aku tidak bermaksud apa-apa, cuma niat bantu saja kok. Aku tau kamu butuh pekerjaan dan saat itu kamu belum siap menerima pernikahan ini. Kalau aku memberimu uang langsung, kamu pasti menolak." jelas Azzam lirih sembari mengusap kepala Alana.
"Kalau kamu tidak mau kerja lagi juga tidak apa-apa, kamu di rumah saja."
Azzam bangkit dari duduknya dan melangkah menuju pintu.
"Aku mau kerja, tapi-"
"Tapi apa?" tanya Azzam berbalik badan.
"Aku tidak mau jadi sekretaris, aku mau jadi staf biasa saja." imbuh Alana.
"Oh, kalau itu tergantung bosnya. Katakan sendiri padanya nanti!" Azzam bersusah payah menahan tawa.
"Ya, tunggu aku!" Alana melompat turun dari kasur dan bergegas mengganti pakaian. Sementara Azzam sendiri memilih menunggu di ruang tamu.
Beberapa menit berselang, Alana keluar dengan penampilan yang sangat rapi. Rambutnya di kuncir dengan riasan senatural mungkin, mengenakan kemeja putih dan celana hitam yang sangat cocok di kulitnya.
"Sudah," seru Alana sembari berjalan menghampiri Azzam.
"Hmm..." gumam Azzam mematut Alana dari ujung rambut hingga ujung kaki. Cantik, namun Azzam mencoba menahan diri untuk tidak berkata apa-apa, dia tidak mau membuat mood Alana drop lagi.
Keduanya meninggalkan apartemen dan turun ke bawah. Azzam mengambil mobil di basement lalu menaikkan Alana di depan gedung.
"Naik mobil?" Alana mengernyit, dia pikir mereka akan naik sepeda motor seperti waktu itu.
"Panas, aku tidak mau kulit istriku rusak." seloroh Azzam lalu menginjak pedal gas.
"Alah, jangan sok peduli begitu, kemarin saja membiarkan aku jalan kaki sampai kakiku terluka begini." sindir Alana tersenyum getir.
"Itu 'kan kemarin sayang, waktu itu hubungan kita tidak baik. Sekarang tidak lagi, aku yang akan menjadi sopir mu kemana-mana." ucap Azzam melirik Alana sekilas.
Alana tidak menjawab dan memilih fokus menatap jalanan, dia tidak tau harus percaya atau tidak pada ucapan Azzam.
Lalu Azzam meraih tangan Alana dan menaruhnya di dada, dia ingin Alana merasakan detak jantungnya dan percaya bahwa dia bersungguh-sungguh dengan kata-katanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Yuli Yuli
sdah smbuh kakinya mkanya Uda berani loncat🥰🥰
2024-03-03
0
momyalpuni
ceritanya kakinya sakit tapi kok loncat" tolong dikoreksi sebelum di up ceritanya
2023-12-07
0
mama naura
jujur aj boss Azzam kasian Alana nya
2023-05-21
0