Pagi hari, Alana sudah selesai bersiap-siap, penampilannya sangat rapi dengan balutan celana panjang berwarna hitam dan kemeja putih panjang. Rambutnya diikat membentuk ekor kuda, wajahnya dipoles dengan riasan setipis mungkin.
Azzam sengaja meminta Rudi membelikan pakaian yang sopan agar tampilan istrinya tidak berlebihan, Azzam tidak akan suka jika Alana menjadi pusat perhatian.
"Menyedihkan sekali, punya suami tapi tidak pulang semalaman. Apa dia...?"
Alana menghentakkan kaki kesal dengan bibir mengerucut, ucapan Azzam semalam membuatnya berpikir kalau suaminya bukan orang yang setia.
Alana marah besar. Meski belum bisa menerima Azzam sepenuhnya, setidaknya Azzam harus bisa menjaga perasaannya.
"Kau pasti tidur dengan teman wanita mu itu, aku sangat yakin. Dasar hidung belang!" gerutu Alana melampiaskan amarah di depan cermin. Dia meraih tisu dan meremasnya hingga hancur, anggap saja tisu itu adalah Azzam si mata keranjang.
Puas merutuki suami sialannya itu, Alana pun meninggalkan kontrakan terburu-buru. Dia tidak ingin terlambat mengingat hari ini pertama kali mulai bekerja, apalagi dia belum tau bagaimana watak pimpinannya.
"Eh, ada Neng Alana. Tumben pagi begini sudah rapi, mau kemana?" tanya seorang ibu-ibu komplek yang tengah berbelanja sayur di depan pagar.
"Iya, Bu. Ini mau berangkat kerja." sahut Alana dengan sopan, dia memaksakan diri untuk tersenyum meski dalam keadaan tidak baik-baik saja.
"Oh... Hati-hati ya, Neng. Tapi Azzam-nya mana? Kok gak barengan?" tanya ibu lainnya.
"Azzam sudah berangkat duluan, Bu. Kalau begitu saya permisi, takut telat." Alana sangat kesal mendengar nama itu, tapi lagi-lagi dia hanya bisa tersenyum meski hatinya mendongkol.
Alana kemudian mengayunkan langkah panjang, dia tidak bisa melayani ibu-ibu komplek terlalu lama karena waktu terus berputar.
"Aneh, pengantin baru tapi perginya misah-misah gitu."
"Mungkin lagi berantem."
"Loh, baru dua malam masa' langsung berantem?"
"Biasalah, namanya juga anak muda, nanti juga baikan lagi."
"Hmm..."
Beruntung Alana sudah berjalan cukup jauh, jadi telinganya tidak perlu mendengar ucapan ibu-ibu komplek yang suka kepo dengan urusan orang lain.
Alana kemudian menyetop taksi yang lalu lalang di pinggir jalan. Untungnya Azzam meninggalkan uang di atas meja sebelum meninggalkan kontrakan tadi malam, jadi Alana tidak perlu jalan kaki sampai kantor.
Di Global Grup
"Pagi, Tuan." sapa beberapa orang staf perusahaan menyambut kedatangan Azzam yang baru saja memasuki lobby.
"Pagi, apa sekretaris baru itu sudah datang?" tanya Azzam santai. Tidak ada yang tau bahwa Alana adalah istrinya, jadi Azzam sengaja bertanya seolah-olah Alana hanyalah staf biasa seperti yang lainnya.
"Belum, Tuan." sahut salah seorang staf menundukkan kepala.
"Jika dia sudah datang, langsung suruh ke ruanganku!" titah Azzam dingin lalu melanjutkan langkah menuju lift, kebetulan ruangannya terletak di lantai enam, lantai yang sama dengan Alana bekerja nanti.
Sesaat setelah keluar dari lift, Azzam lagi-lagi mendapatkan sambutan hangat dari para staf.
Azzam hanya diam dan langsung memasuki ruangan, ruangan yang selama ini dia tolak karena tidak ingin menangani anak perusahaan Global Grup.
Namun siapa sangka Azzam malah menjilat ludahnya sendiri, itu terjadi hanya karena seorang gadis yang belum lama dia nikahi.
Ya, dari awal Azzam tidak punya niat sedikitpun untuk menjadi pengusaha. Dia lebih tertarik pada dunia olahraga dan ingin sekali menjadi pemain sepak bola seperti idolanya Cristiano Ronaldo.
Mega bintang dunia itu telah menginspirasi banyak orang, dengan berusaha tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Buktinya, CR7 bisa sukses seperti sekarang berkat kegigihan dan kerja kerasnya.
Akan tetapi, keinginannya itu ditentang habis-habisan oleh sang ayah. Kurniawan mengatakan bahwa pemain sepak bola tidak memiliki masa depan, mereka hanya akan berjaya dalam waktu yang singkat dan akan redup dengan sendirinya.
Perbedaan pendapat itulah yang membuat Azzam memutuskan pergi meninggalkan segalanya. Ditambah hubungan yang tidak harmonis dengan ibu sambung yang dia anggap sebagai perusak kebahagiaan mendiang sang ibu.
Di ruangan, Azzam memilih duduk di kursi seraya menatap malas tumpukan dokumen yang tersusun rapi di atas meja.
"Astaga, banyak sekali." desis Azzam garuk-garuk kepala. Jika bukan karena Alana, dia tidak akan sudi mengambil tanggung jawab sebesar ini, baginya menjadi pengusaha merupakan hal yang sangat membosankan.
Akan tetapi, Azzam tidak boleh melalaikan tanggung jawabnya, dia sudah memutuskan dan harus menjalaninya dengan ikhlas.
"Ma-maaf, apa aku terlambat?" seru Alana dengan nafas ngos-ngosan, dia harus berlari dari gerbang sampai lobby.
"Hmm... Terlambat lima menit." angguk seorang staf perempuan mengacungkan lima jari.
"Sekali lagi maaf, tadi jalanan nya macet." desis Alana merasa tidak enak hati, hari pertama kerja sudah membuat kesalahan besar.
"Jangan minta maaf pada kami, minta maaflah pada Bos! Beliau sudah menunggu di ruangan, lantai enam." tukas staf lainnya.
Alana meneguk ludah dengan susah payah, dia yakin akan kena skak karena kesalahan yang baru saja dia lakukan.
"Terima kasih, kalau begitu aku permisi."
Alana melanjutkan langkah dengan raut memucat, dia hanya bisa pasrah dengan apa yang akan terjadi di atas nanti. "Sepertinya aku harus membuat surat pengunduran diri di hari pertama bekerja." batin Alana saat berada di dalam lift.
Sesaat setelah lift berhenti, Alana keluar dengan langkah gontai, jantungnya berdegup kencang seakan mau menghadapi masalah besar.
"Permisi, ruangan pimpinan dimana ya?" tanya Alana pada seorang staf wanita.
"Lurus ke arah kanan, tepat di sudut ruangan." jawab wanita itu.
"Baiklah, terima kasih."
Alana mencoba mengumpulkan tenaga untuk menghadapi kemarahan pimpinan perusahaan.
"Sekretaris baru itu sudah datang, sekarang sedang menuju ruangan Tuan."
"Hmm..."
Usai mendapatkan informasi melalui sambungan telepon, Azzam memutar kursinya ke arah belakang. Dia sengaja memunggungi pintu agar Alana tidak mengenali dirinya.
Tok Tok Tok...
"Masuk!" seru Azzam.
Alana mengusap telapak tangan untuk menghilangkan ketakutan di dirinya lalu mendorong pintu kaca itu perlahan. "Pagi Pak, maaf terlambat, tadi-"
"Apa di rumahmu tidak ada jam?" sergah Azzam dengan suara sedikit meninggi.
"Ada Pak, sekali lagi saya minta maaf, tadi jalanan agak macet." jelas Alana tertunduk lesu.
"Sudah tau macet, kenapa tidak berangkat lebih awal?" Azzam tersenyum puas melihat raut wajah Alana yang menyedihkan, Azzam sengaja menyalakan ponsel yang terhubung ke CCTV ruangannya.
"Ya, saya mengaku salah." Alana mengangguk dengan mata berkaca-kaca. "Saya siap dipecat hari ini juga, ini murni keteledoran saya."
"Benarkah? Apa pekerjaan ini tidak berharga untukmu?" Azzam bersusah payah menahan tawa agar permainannya tidak terbongkar secepat ini.
"Tidak ada pekerjaan yang tidak berharga, hanya saja saya harus menanggung konsekuensi atas kesalahan yang sudah saya lakukan. Saya baru saja melanggar kontrak, itu artinya saya harus siap dikeluarkan." jelas Alana yang akhirnya tidak mampu membendung air matanya, cairan itu lepas begitu saja tanpa bisa dia tahan.
"Keluarlah, buatkan kopi untuk saya. Ingat, ini kesempatanmu yang terakhir! Jika melakukan kesalahan lagi, maka dengan terpaksa-"
"Iya Pak, saya buatkan sekarang." sela Alana sebelum Azzam selesai berbicara. Dia berbalik badan dengan cepat dan berlari menghampiri seorang staf.
Setelah menanyakan dimana tempat membuat kopi, Alana berlarian menuju tempat itu. Kali ini dia harus cepat, dia tidak mau melakukan kesalahan untuk yang kedua kalinya.
"Hahaha... Dasar gadis bodoh!" Azzam akhirnya bisa tertawa dengan lepas setelah Alana menghilang dari ruangannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Yuli Yuli
jahat km Azzam🥰🥰
2024-03-03
0
nurul jannah
seru thor ceritanya, semangat thor
2023-10-30
0
mama naura
kasian lanjut up to date
2023-05-18
1