Alana menutup laptop setelah menonton rekaman CCTV di apartemen itu. Ternyata Azzam benar, dia sama sekali tidak bersama siapapun selama dua malam ini.
Alana kemudian bangkit dari duduknya dan berjalan pelan meninggalkan kamar, kakinya masih sangat sakit saat dipijak kan.
"Azzam..." panggil Alana saat menangkap keberadaan suaminya yang tengah menundukkan kepala di sofa ruang tamu.
Azzam tidak menyahut, dia hanya diam menumpahkan seluruh air mata yang masih tersisa.
Alana menyeret kakinya dan duduk di samping suaminya itu. "Azzam..."
Pria itu terkesiap saat Alana menyentuh pundaknya.
Dengan cepat Azzam menyeka jejak-jejak air mata yang masih mengalir di pipinya dan menoleh ke arah Alana.
"Maaf, aku-"
"Tidak Alana, kamu tidak salah." Azzam menggelengkan kepala dan menjatuhkan diri di lantai lalu menggenggam kedua tangan Alana dan menciumnya.
"Ini semua salahku, aku terlalu bahagia mendapatkan istri sepertimu. Khayalanku terlalu tinggi, aku begitu bersemangat mempersiapkan semua ini untukmu, tapi aku lupa bagaimana cara menjaga perasaanmu." Azzam menjatuhkan kepalanya di paha Alana.
"Azzam..." Alana menarik tangannya dan mengusap kepala suaminya itu.
"Banyak sekali yang tidak kamu tau tentang aku."
Azzam mencoba membuka diri dan menjelaskan apa yang terjadi dengannya di masa lalu. Dia bahkan tidak segan menceritakan tentang ibunya pada Alana.
Ya, Azzam memang tidak tau pasti bagaimana kejadian yang sebenarnya. Tapi menurut cerita yang dia dengar, ibunya mengakhiri hidup sesaat setelah mengetahui tentang perselingkuhan sang ayah.
Waktu itu Azzam masih duduk di kelas satu SMP. Sepulang dari sekolah, dia tiba-tiba menemukan jasad sang ibu yang sudah menggantung di kamar.
Anak mana yang tidak akan syok melihat kejadian setragis itu. Azzam sampai trauma dalam jangka waktu yang cukup lama.
Beberapa tahun berselang, Azzam mulai pulih dari traumanya. Akan tetapi, luka itu kembali terkoyak saat sang ayah membawa wanita lain pulang ke rumahnya.
Azzam semakin murka. Tidak hanya menyebabkan ibunya meregang nyawa, Kurniawan bahkan terang-terangan menunjukkan sifat binatangnya.
Sebab itulah Azzam memilih pergi dari rumah. Dia tidak sudi melihat muka wanita yang selalu mengingatkannya akan kenangan buruk itu.
"Saat melihatmu, aku seperti menemukan sesuatu yang pernah hilang dari hidupku. Hatiku terasa damai saat berada di dekatmu."
"Hehe... Aku memang bodoh, aku terlalu berharap dari pernikahan yang sama sekali tidak kamu inginkan."
Azzam mengusap wajahnya kasar dan lekas menjauh dari Alana. "Jika kamu benar-benar ingin pergi, maka pergilah, aku tidak akan menahan mu lagi."
Azzam bangkit dari duduknya dan berjalan memasuki kamar. Mungkin sudah takdirnya untuk hidup seorang diri.
"Azzam..." seru Alana.
Alana memutar leher ke arah pintu, tapi Azzam sudah tak tampak lagi di matanya.
Alana pun langsung berdiri dan menyusul Azzam ke dalam kamar.
Melihat Azzam yang tengah berbaring di kasur, Alana pun menghela nafas lega. Dia takut Azzam melakukan tindakan bodoh setelah semua yang terjadi barusan.
Kemudian Alana berbalik badan dan menutup pintu perlahan. Dia berjalan memasuki dapur untuk mencari minuman, dia merasa haus karena perdebatan yang baru saja terjadi.
Setelah mendapatkan air putih yang diambilnya dari dispenser, Alana duduk di kursi meja makan dan menyeruput air itu perlahan.
Alana tertegun sejenak. Sekarang dia mulai mengerti alasan apa yang membuat Azzam tidak mau menceraikannya, Azzam tidak ingin menjadi seperti ayahnya yang tidak setia.
"Aku tidak akan pergi, aku akan bertahan sekuat yang aku bisa." batin Alana, lalu menenggak air putih yang ada di tangannya sampai tandas.
Setelah meyakinkan diri untuk tetap tinggal, Alana membuka blazer yang melekat di tubuhnya dan menaruhnya di kursi. Hari ini dia ingin melayani Azzam layaknya seorang istri.
Alana kemudian berjalan mendekati kulkas, kebetulan semua bahan makanan sudah tersedia di dalamnya. Alana ingin memasak untuk Azzam karena sebentar lagi sudah waktunya makan siang.
Tidak mewah, Alana hanya memasak sesuai kemampuannya saja.
Dia ingat Azzam tidak menyukai makanan pedas dan memilih memasak makanan tanpa cabe.
Sekitar pukul dua belas siang, Alana sudah selesai menata masakannya di meja makan. Dia pun menyambar blazer yang tadi dia taruh di kursi dan membawanya ke kamar, sekalian membangunkan Azzam.
Sesampainya di kamar, Alana tersenyum melihat Azzam yang masih mendengkur di kasur. Alana menaruh blazernya di sofa dan melangkah menghampiri ranjang.
"Azzam..." panggil Alana, dia duduk di tepi ranjang sembari menepuk-nepuk pipi suaminya pelan.
"Hmm..." gumam Azzam tanpa membuka mata.
"Makan yuk! Ini sudah waktunya makan siang." ajak Alana.
"Aku tidak lapar." jawab Azzam sembari memutar tubuhnya dan memeluk guling dengan erat. Dia membelakangi Alana yang masih menatapnya dengan sendu.
Alana sontak tersenyum getir melihat Azzam yang seakan sengaja mengabaikannya. Apa Azzam masih marah karena kejadian tadi?
Tidak ingin terlalu memaksakan diri, Alana pun memilih bangun dari duduknya dan keluar dari kamar.
Ya, Alana bingung menghadapi situasi seperti ini, dia seakan tengah memakan buah simalakama.
"Untuk apa capek-capek masak kalau ujung-ujungnya tidak dihargai seperti ini?" Alana menatap sedih semua makanan yang terhidang di atas meja lalu membawanya ke dapur.
Saat Alana hendak membuang semua makanan itu ke tong sampah, Azzam tiba-tiba datang dan berseru. "Kenapa dibuang?"
Alana terperanjat kaget dan menoleh ke arah sumber suara, matanya membola mendapati Azzam yang sudah berdiri di dekat kulkas.
"Kenapa menatapku seperti itu?" tanya Azzam menyipitkan mata.
"Ti-tidak..." Alana tergagu, dia bingung harus berkata apa.
"Lalu kenapa makanannya dibuang?" tanya Azzam lagi.
"I-itu, makanannya tidak enak." jawab Alana asal.
"Masa' sih? Sini, biar aku cicip dulu!" Azzam mendekat dan mengambil alih piring yang ada di tangan Alana.
"Jangan Azzam, sudah ku bilang makanannya tidak enak." Alana hendak mengambilnya kembali tapi Azzam tiba-tiba memelototinya.
Alana langsung terdiam karena takut melihat tatapan tajam suaminya.
Azzam mengambil sendok dan mencoba makanan yang hendak dibuang Alana tadi.
"Mmm... Enak kok," ucap Azzam menatap Alana dengan intim.
"Ya sudah, makan saja kalau enak!" Alana hendak pergi namun langkahnya langsung dihadang oleh Azzam.
"Mau kemana?" tanya Azzam mengernyitkan dahi.
"Mau mandi." jawab Alana sembari menundukkan kepala.
"Nanti saja mandinya, temani aku makan dulu!" pinta Azzam.
"Aku tidak lapar." jawab Alana seakan membalas dendam, padahal perutnya sudah keroncongan sedari tadi.
"Jangan bohong, aku tau perutmu sangat lapar." tukas Azzam.
"Siapa yang bohong?" kesal Alana.
"Mau makan bersama atau mandi bersama dulu?" tawar Azzam memberikan pilihan.
Alana melongo karena tak percaya Azzam akan memberi penawaran segila itu. "Makan bersama saja." jawab Alana cepat.
"Ya sudah, bawa kembali makanannya ke meja!" Azzam meninggalkan dapur sembari tersenyum puas. Dia akan terus menekan Alana sampai bertekuk lutut di hadapannya.
Alana memajukan bibir saking kesalnya, dia seakan seperti boneka yang tidak punya daya apa-apa selain menurut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Yuli Yuli
hadeeehhh.....🤦🤦🤦🤦
2024-03-03
0