"Mana Angkasa ya. Kagak ke sini apa gimana tuh anak? Jangan-jangan dia bolos lagi." Manik mata Aryan mencari satu orang yang bagaikan pelengkap hidup saking eratnya persahabatan terjalin bertahun-tahun.
"Ya gak mungkinlah, orang kemarin Angkasa sendiri yang minta kita buat jangan melanggar aturan di sekolah ini. Masa dia yang menyimpang." Sanggah Rafael.
"Tapi kemana kok gak kelihatan batang hidungnya kalau dia di sini?" Aryan tak menyerah, ia mengerahkan semua pandangan untuk mencari satu orang dalam pikiran.
"Ya gak kelihatanlah, lo pikir manusia di samping kanan samping kiri kita itu hanya satu? Jelas sulit kita nemuin Angkasa di sekolah yang hampir sama besarnya dengan sekolah kita di Jakarta." Cetus Reyhan.
Aryan mengakui kalau apa yang di katakan Reyhan memang benar, di saat yang lain tak berhenti mencari Angkasa, lain halnya dengan pemuda satu itu. Matanya jelalatan mencuci mata di sekolah baru yang jelas orang-orang baru juga. Tanpa sadar kaki mereka berempat terus berjalan padahal orang tua mereka meminta agar mereka tetap stay di tempat.
Mendadak langkah di urungkan, Aryan mengerutkan alis menatap seorang gadis duduk seorang diri di pojokan samping ruangan yang tak tau apa. Gadis itu meringkuk memeluk tubuh sendiri, menangis sesegukan padahal terlihat jika tak ada orang berlalu lalang di dekatnya."Dia kenapa?" Batin Aryan.
Arah mata Aryan memutar mengarah pada dia yang diam memakai masker."Jangan, biarin aja. Inget, kita baru di sini, jangan ikut campur pada sesuatu yang bisa bikin kita kena masalah di tempat baru yang belum kita pelajari dengan detail lingkungannya."
Mendengar itu, mereka bertiga menutup rapat-rapat mulut, enggan menghampiri gadis yang menangis seorang diri di pojokan.
"Ayo kita balik ke tempat tadi, kita udah terlalu jauh berjalan gak tentu arah, sebelum orang tua kita nyari, kita harus kembali." Bryan menyeret paksa prajurit liarnya yang ingin bereksplorasi dengan dunia baru. Terpaksa mereka ikut meninggalkan tempat itu dan kembali ke tempat semula, benar saja orang tua mereka telah menunggu dengan cemas.
"Kalian dari mana aja? Tadi mama udah bilang jangan kemana-mana, kamu gimana sih Bryan." Pemuda batu langsung kena hardikan dari sang ibu Acika. Sebagai orang yang di beri tanggung jawab, hal wajar apabila Bryan yang kena duluan.
"Maaf ma." Sesalnya tak mencegat dari awal.
"Tante jangan marahi Bryan aja, kita juga salah. Kita cuman jalan-jalan di sekitar sini aja, itung-itung perkenalan." Rafael menyela.
"Lain kali bilang dulu, Tante hanya gak mau ada yang curiga sama kalian." Dari suara Acika yang di pelankan, mereka lantas paham kalau kekhawatiran di wajah para orang tua mengental seperti darah.
"Ayo kita pulang, mulai besok kalian sudah kembali masuk sekolah. Persiapkan matang-matang untuk besok, dan harap jangan sampai identitas kalian terendus oleh teman-teman kalian di sini." Peringat Renata.
"Siap." Seru mereka kompak. Secara bersamaan pula mereka melangkah menuju parkiran. Selama perjalanan Bryan mengamati intens tiap-tiap bangunan dan juga orang-orang yang tak sengaja berpapasan, tatapan mata seram Bryan amat tajam, insting berkata ada keanehan yang meluas di tempat ini.
Parkiran yang di isi barisan kendaraan roda empat di pijak orang tua lengkap dengan putra mereka.
"Dari hasil rapat tadi, mama minta kalian semua bertingkah laku seperti anak biasa, dan kebiasaan buruk kalian di SMA Purnama Khatulistiwa yang suka terlambat, bolos dan sering berantem, hilangkan. Ngerti?" Sofia meminta mereka kerjasama karena jika sampai indentitas mereka terbuka maka yang gawat bukan hanya mereka, tapi juga orang tua yang takut musuh-musuh perusahaan saingan mengincar mereka.
"Baik ma."
"Baik Tante."
"Kalau ada masalah selama kalian sekolah, jangan sungkan-sungkan, laporkan pada kami. Kami akan bantu bereskan." Itu suara Arnold ayah Bryan.
"Baik Om, kita akan melakukan apa yang kalian minta, kami tidak akan lagi mengecewakan kalian." Janji manis, semanis madu Rafael.
"Ya udah, kami balik ke kantor dulu. Kalian pulangnya hati-hati." Pesan Renata, empat anak itu satu mobil dengan Bryan yang memiliki kepekaan tingkat tinggi jika sehabis pendaftaran selesai, orang tua mereka akan kembali melanjutkan perjalanan bisnis yang tidak ada habisnya.
Mereka mengangguk paham dan dengan sekuat tenaga menjalankan akting tingkat lama untuk sebuah kata damai.
"Rafael, mama sama papa mau ke Singapura untuk 3 hari ke depan. Kamu di rumah baik-baik dan jangan sering keluyuran, kita gak lama di sana." Sofia dan Mark berpamitan pada anak 3 mereka.
"Iya ma, kalian hati-hati." Sambut baik Rafael.
Di saat para orang tua berpamitan dengan anak sendiri entah itu akan pergi ke kantor ataupun perjalanan bisnis keluar negeri, Aryan hanya diam memandang mobil BMW membawa papanya David pergi. Tak terucap satu katapun di mulut lelaki yang menjadi ayah kandung sendiri, dan Aryan telah terbiasa dengan dinginnya keluarga yang tak di singgahi cinta.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 311 Episodes
Comments
Yeyet Faranova
tambah banyak anggota tambah rame kayanya ni penyelidikannya... 😂😂😂
2024-02-20
0