"Ada apa nyah." Bi Ijah menghadap sopan.
"Tolong bibi anter teman-teman Angkasa ke kamar tamu."
"Baik nyah. Ayo den, ikut bibi." 4 pemuda itu mengikuti Bi Ijah dengan gembira, pasalnya mereka bisa lolos dari terkaman maut Kania.
Kalau menyangkut keamanan, Kania bisa berubah menjadi monster, aslinya wanita itu sangat baik dan sangat mengerti keresahan anaknya. Di tengah kesibukan Kania pasti luangkan waktu untuk di habiskan bersama putranya sehingga peran keluarga di rumah Dirgantara begitu harmonis, tidak hanya penilaian orang-orang saja. Kadang kala teman-teman Angkasa sangat iri pada nasib lelaki itu yang mendapatkan keluarga utuh.
"Udah malem, sana masuk kamar gih, jangan main game ya. Langsung tidur, nanti ngantuk di kelas." Peringat Kania, kerap kali ia jumpai pemuda itu begadang.
"Iya mama ku tersayang. Papa mana ma?" Sang manik elang menyadari ada yang hilang di antara mereka.
"Papa gak pulang, dia di kantor lebur. Tadi mama pulang duluan, di kantor lagi banyak kerjaan, terpaksa papa kamu harus kerja ekstra."
"Kok papa mau sih tidur bareng kertas dan mengabaikan mama. Dan juga kenapa mama gak temenin papa aja di kantor, mama kan sekertarisnya." Celetuk Angkasa.
"Owwwh jadi kamu ceritanya mau mama gak pulang gitu?" Kania lirik tajam pemuda yang selalu di kekang dengan alih-alih keamanan. Terkadang Angkasa kabur diam-diam dari rumah untuk sekedar menghirup udara segar di luar, dan itu bisa di lakukan kalau mama dan papanya tidak ada di rumah.
Angkasa nyengir menutupi dosa, tangan bergerak menggaruk tengkuk tak gatal, bingung harus menjawab apa."Enggak gitu ma, Angkasa cuman nanya dan menyarankan saja. Dah Angkasa balik ke kamar dulu, good night ma muach."
Kania tak henti menggeleng kepala atas kelakukan putra tunggalnya. Angkasa berlari secepat senja menaiki tangga nan banyak tersebut untuk menuju kamar tempat paling nyaman di antara tempat manapun. Langkah pertama yang di lakukan bukan melompat ke tempat tidur membaringkan tubuh letih. Kaki itu melangkah ke tempat benda-benda tebal dengan ratusan lembar tersusun rapih. Secepat kilat Angkasa buka tiap-tiap halaman mencari nama tokoh korban yang di ceritakan secara singkat.
Angkasa belum selesai membaca keseluruhan kisah, telah hadir segelintir ingatan yang langsung tertuju pada satu orang."Namanya Maria Sheljia. Apakah pemilik nama ini adalah orang yang sama dengan siswi yang meninggal di sekolah?"
"Gue harus telpon Clara." Angkasa rogoh saku, mengeluarkan benda pipih dan menekan satu nomor.
Cemas di diri Angkasa menghiasi wajah, pikiran tak tenang jika belum memastikan kebenaran dari sebuah kecurigaan.
"Halo, ada apa sa nelpon gue malem-malem?" Terdengar suara lembut dari sebrang. Arah waktu menunjukkan jam 11 malam, menyentuh larut.
"Lo tau gak nama lengkap siswi yang meninggal di sekolah itu?" Keputusan Angkasa anggap tepat bertanya pada Clara karena gadis itu selain lebih berpengalaman ketimbangnya di sekolah+ dia merupakan sahabat dari siswi yang baru saja meninggalkan dunia.
"Namanya Maria Sheljia. Kenapa lo nanya tentang dia?"
Angkasa abaikan pertanyaan balik, matanya turun menatap nama gadis yang di ceritakan dalam buku tanpa judul. Shock menghujam, mata elang sampai mendelik melihat tulisan tercetak indah di kertas putih.
"Jadi memang bener kalau cerita yang gue baca adalah kisah nyata siswi yang meninggal dengan keji di sekolah. Berarti memang bener dong kalau dia meninggal di bunuh." Batin Angkasa.
"Sa, kok lo diem aja sih."
"Clara ada yang aneh di sini. Gue punya kabar mengejutkan tentang Jia. Lo temuin gue di balkon depan kelas besok pagi-pagi sekali. Ada yang mau gue kasih tau sama lo, dan ini penting."
Clara di serang rasa penasaran, hal apa yang ingin Angkasa sampaikan, batinnya rasakan ada sesuatu yang benar-benar urgent dan ini berhubungan dengan Jia."Oke, besok gue akan berangkat lebih pagi lagi."
Angkasa mengangguk, lalu hubungan komunikasi jarak jauh terputus setelah hasil akhir tercapai
...🎃🎃🎃...
Di pagi hari yang indah Clara, Steven dan Angkasa berlari menuju lapangan, 3 siswa kelas unggulan SMA Gloriacastra celingukan mencari 1 insan.
"Itu dia." Telunjuk tangan Steven mengarah pada pemuda berdiri di ujung lapangan sebelah Utara, sembari memegang pulpen dan kertas, guna mencatat anak-anak yang melanggar aturan.
"Ayo kita samperin." Angkasa berlari di susul Clara dan juga Steven.
"Rev." Pemuda yang di panggil terdiam mengerutkan kening, satu alisnya naik seraya bertanya apa yang tengah terjadi."Kenapa?"
"Ada sesuatu yang ingin gue beri tau, tapi gak di sini." Angkasa memelankan suara biar tak ada orang lain yang mendengar.
"Masalah apa?" Rev menangkap wajah Angkasa tampak serius, kedua temannya tak lain adalah Clara dan Steven juga berperilaku yang sama pula.
"Ini penting, ayo kita cari tempat yang aman dulu, gue gak bisa mendem ini sendiri terus terusan." Manik mata elang Angkasa melirik kanan dan kiri.
"Ikut gue." Rev bawa mereka bertiga ke gudang sekolah telah tak terpakai. Mereka singgah di tempat sepi tanpa seorangpun manusia yang berlalu lalang.
"Lo mau bilang apa?" Pertanyaan spontan lantas keluar dari bibir ketua OSIS. Melihat perangai teman-temannya yang tak biasa, batin merasakan jika ada yang telah mereka sembunyikan.
Buku tanpa judul keluar dari tas hitam milik Angkasa."Kalian tau gak, cerita yang terdapat dalam buku misterius ini sama persis dengan peristiwa kematian Jia, yang artinya kematian Jia telah di rencanakan sebelumnya."
Serentak mereka terkejut, setengah tak percaya atas penuturan murid baru yang tak sengaja menemukan buku misterius di dalam perpustakaan tempo hari.
"Gak mungkin! Gak mungkin itu sama. Itu pasti gak sengaja sama, gak mungkin cerita di dalam buku itu asli ceritanya Jia. Dan gue akui, kalau kematian Jia memang aneh, tapi pasti itu bukan sesuatu yang di rencanakan sebelumnya." Kontan Rev menentang keras,
"Kenapa lo mikir gitu?" Pemuda di sebelah kiri Clara berujur, dia pemuda yang selalu menjadi penengah di kala perseteruan datang.
"Karena gak ngotak aja kalau ada yang mau bunuh Jia. Dia anaknya polos we, kutu buku malahan, sepanjang gue sekolah bareng dia, jarang gue denger suaranya. Masa anak se-cupu dia punya musuh seganas penjahat misterius." Opini Rev.
"Tapi ini beneran Rev, cerita yang ada di dalam buku ini sama persis seperti cerita peristiwa kematian Jia. Namanya sama, bahkan watak tokohnya juga sama, mangkanya tadi malam gue langsung nelpon Clara buat nanyain nama lengkap Jia, dan benar saja kalau tokoh yang di ceritakan di buku ini, memanglah Jia." Mereka bertiga masih tak henti-hentinya terguncang. Apa yang Angkasa katakan barusan masih belum di terima dengan baik oleh hati dan juga logika.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 311 Episodes
Comments
Yeyet Faranova
lanjut lagiiii
2024-02-20
0