"Masa iya peristiwa kematian Jia seolah-olah telah di rencanakan!" Steven merasa itu tak mungkin. Stay bersama gadis kutu buku bukan sebulan dua bulan, tapi bertahun-tahun, dan apa yang terjadi terhadap gadis berambut pendek memang di luar nalar.
"Kematian Jia memang sudah di rencanakan. Gue yakin 1000% kalau Jia dan dalangnya terlibat dalam konflik panas. Di cerita ini di kisahkan bahwa Jia selama 1 tahun 6 bulan menjadi seorang anak pendiam." Angkasa mempertegas.
Mereka semua langsung diam, antara percaya atau tidak mereka masih belum yakin, tapi ucapan Angkasa begitu menyakinkan.
"Kalau memang benar itu kisahnya Jia. Siapa yang sudah bunuhnya?" Clara melempar pertanyaan, pikiran melenceng langsung membidik ke arah dia yang menjadi tersangka utama.
"Itulah pr kita. Sebagai orang yang mengetahui jelas adanya berita miring ini, dan kita sepakat memang ada hal gak wajar yang tertera, sudah sepatutnya kita bertindak di sini." Angkat bicara Angkasa. Iris mata elang penasaran tingkat berat pada dia yang menjadi biang keladi di balik peristiwa keji. Sebagai orang yang merasakan kejanggalan, secara otomatis hati ikut bergejolak menuntut keadilan.
"Gue setuju, kita harus selidiki kasus ini sampai dalangnya masuk ke jeruji besi." Tukas Rev. Sosok ketua OSIS dari awal menaruh kecurigaan besar pada kematian yang telah merenggut nyawa satu insan.
"Tapi ini bahaya, kita masih kecil, gimana kalau kita yang di jadikan target selanjutnya." Kekhawatiran gadis bermata hazel dengan poni cantik meningkat tajam.
"Ra, kalau kita gak bertindak, kita gak akan menemukan keadilan. Coba lo lihat baik-baik, setelah kematian Jia apakah ada respon serius dari pihak sekolah? Gak ada! Mereka diem aja, polisi yang kemarin aja udah gak kesini lagi." Steven menyadarkan gadis yang ketakutan sebelum memulai.
"Walaupun kita masih kecil, tapi niat kita tulus. Seberat apapun rintangan di depan, walaupun akhirnya kematian, kita harus lawan. Karena kalau bukan kita yang menegakkan keadilan, siapa lagi?" Angkasa tatap bergantian wajah-wajah di sekitar.
Terpaut rasa gundah di tiap hati masing-masing, pemilik wajah dalam perasaan campur aduk merenungi perkataan menampar membawa kenyataan.
"Sebagai orang yang berhati di sini, kita gak bisa diem aja. Keadilan harus kita cari meski mati menjadi akhir dari misi." Putus Steven, hati seratus persen berlabuh dalam kasus belum menuai kejelasan.
"Siapa yang sepakat kita menyelidiki kasus ini." Angkasa mengulurkan satu tangan, menurutnya jika tidak ada yang mengambil keputusan berbahaya, maka tidak ada kata terang dalam kegelapan.
Satu persatu tangan tersembunyi keluar bertumpu di atas tangan Angkasa, mulai dari Steven, Rev dan terakhir Clara.
"Hari ini, kita putra putri SMA Gloriacastra menyatakan pertempuran dalam dingin untuk sebuah keadilan." Dekrit Angkasa.
"Apapun yang terjadi, meski hujan badai menghampiri. Kita harus selalu ada demi keadilan itu di akui." Sumpah Steven di balas anggukan oleh mereka.
"Bersama kita melangkah, berhenti kita kalah." Teriak mereka bersamaan di iringi tangan yang di angkat tinggi-tinggi ke udara. Kata sepakat telah di kantongi, di hari masih pagi misi resmi di mulai, 4 orang itu juga telah terikat perjanjian.
"Tapi gimana kalau seandainya guru-guru tau kita melakukan ini?" Tiba-tiba datang rasa takut, menyergap cepat ke dalam gadis berponi dengan mata cantik memancar meminta pendapat.
"Untuk itu, kita harus hati-hati, jangan sampai ada yang tau, khususnya para guru." Tekan Steven mewanti-wanti.
"Gue akan coba ngomong sama pihak sekolah terkait masalah Jia. Gue akan minta mereka memberantas penjahat misterius yang lagi berkeliaran bebas di sekitar kita." Ucap Rev. Keterlibatan pihak sekolah di sini bersifat wajib, guru dan seluruh kandidat di bawah naungan yayasan pendidikan harus bertanggung jawab penuh atas apa yang menimpa para murid, terlebih ketika berada di ruang lingkup sekolah.
"Semoga berhasil." Rev menatap tajam tepukan di bahu dari pemuda berkacamata, seakan-akan apa yang di katakan barusan itu percuma.
...🎃🎃🎃...
Di ruangan khusus, seorang lelaki paruh baya memandang dengan seksama 4 orang anak berjenis kelamin laki-laki duduk di depan. Raut wajah yang di tampilkan keempat orang di dampingi orang tua masing-masing kaku seperti batu. Penampilan dari ujung kaki sampai ujung rambut terkesan di buat-buat, tetapi itu masih bisikkan hati. Pria paruh baya merupakan kepala sekolah sedang menyaksikan kedatangan murid dari Jakarta yang meminta pindah ke Bandung.
"Besok, mulai dari besok kalian masuk. Patuhi peraturan di sekolah, jangan melanggar aturan seperti persyaratan kalian masuk ke SMA Gloriacastra." Papar Pak Sudirman selaku kepala sekolah SMA Gloriacastra.
"Baik Pak." Kompak 4 orang menjawab, hati yang tadinya berdegup kencang kembali tenang, meski penampilan telah di ubah sampai 1000 persen, kata takut ketahuan terus datang mengganggu kehidupan.
"Terimakasih ya Pak, kami permisi dulu." Renata, ibu Reyhan. Pemuda bernama Lengkap Reyhan Arfanza Azealkar selaku anggota band Amanda yang bernasib miris karena tidak memiliki ayah sejak di umur 9 tahun. Ayah Reyhan meninggal serangan jantung saat perusahaan yang di besarkan mati-matian bangkrut, ibunya Renata kembali menata kembali tatanan perusahaan hingga semuanya kembali membaik. Gara-gara kehilangan tulang punggung, anak yang pada saat itu berusia 9 tahun bercita-cita untuk menjadi orang sukses yang dapat menempati posisi tulang punggung agar meringankan beban ibunda tercinta.
"Mari silahkan." Senyum ramah melebar di bibir Pak Sudirman.
Keempat anak pindahan dari SMA Purnama Khatulistiwa melangkah keluar, anak yang di dampingi orang tua itu berjalan di koridor. Pemandangan yang terjadi cukup mengesankan, terlihat dari keempat orang anak yang di dampingi keluarga utuh hanya 2, yakni Bryan Leons Vantaris dan Rafael Benitez Xavier. Reyhan Arfanza Azealkar hanya di dampingi sang ibu karena ayahnya telah meninggal, sedangkan Aryan Olsen berjalan samping-sampingan dengan sang ayah yang terkenal dingin, terlihat hubungan ayah dan anak itu tidak terlalu baik. Jika kalian bertanya di mana ibu Aryan? Mereka telah berpisah dan Aryan ikut dengan sang ayah.
"Bry, suruh teman-teman kamu tunggu di sini sebentar, kami para orang tua mau bicara penting pada sesama wali murid." Pinta Acika, ibu Bryan.
Pemuda di juluki dengan batu hidup mengangguk tanpa sepatah kata. Acika dan Arnold selaku ayah dan ibu Bryan, di sertai David ayah Aryan, di tambah Sofia dan Mark selaku wali Rafael, dan di lengkapi Renata selaku ibu Reyhan. Mereka semua mencari tempat duduk untuk membahas sesuatu yang menjadi urusan penting dan pasti tidak akan jauh dari putra-putra mereka.
4 anak emas SMA Purnama Khatulistiwa celingukan memperhatikan bangunan megah yang masih asing di netra.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 311 Episodes
Comments
Yeyet Faranova
hihi angkasa berkepribadian ganda
2024-02-20
0