Rafael balas dengan anggukan. Perlahan tiap kaki 5 pemuda melangkah masuk ke area taman kota. Tudung hoodie turun menutupi sebagian wajah, masker hitam ikut menjadi aksesoris yang patut di kenakan. Dengan santai mereka melangkah, mencoba mengecoh orang-orang berada di tempat yang akan mereka singgahi.
Di depan ada segerombolan orang berjumlah 4 yang bergender perempuan. Mendadak Angkasa rasakan sesak, dada seperti kehilangan oksigen. Kepala nyut-nyutan menahan angan-angan sangat di takutkan. Dengan mengatupkan bibir ia dan teman-temannya melintas.
Gadis berdiri di tengah memperhatikan mereka dengan seksama. Pandangan lekat memusat pada lima pemuda yang hampir seluruhnya menyembunyikan wajah. Terlintas kejanggalan, hati merasakan ada sesuatu yang di sembunyikan.
Jantung Angkasa memompa makin kencang, batin merasakan tindakan gadis yang mengintai kebenaran lagi di sembunyikan. Cepat-cepat kaki di tarik menjauh dari lokasi. Tibalah mereka sampai di kursi putih dekat pohon.
"Huft selamat." Lega Rafael.
Tudung-tudung Hoodie satu persatu di singkirkan dari kepala. Kembali terekspos wajah-wajah tampan tanpa noda maupun jerawat.
"Kalau di pikir-pikir kek teroris ya kita." Cakap Aryan.
"Cuman keluar ke taman aja susahnya minta ampun." Keluh Rafael.
"Pake nyamar lagi, kayak maling tau gak sih." Tambah Reyhan.
"Dari pada ketahuan, mending mana?" Kilah Bryan.
"Sama-sama tertekan." Jawab kompak Aryan, Reyhan, Rafael.
"Udahlah, semuanya udah berlalu, yang penting kita sampai ke tempat tujuan dengan selamat tanpa ketahuan. Gak usah di perpanjang lagi." Lerai Angkasa.
Aryan jatuhkan tubuh di rumput hijau terawat, merogoh saku mengeluarkan benda pipih bercamera tiga. Tangan lantas bermain dengan secepat kilat di layar tanpa mempedulikan yang lain.
Dalam satu detik personil band Amanda langsung sibuk dengan aktivitas masing-masing. Wajah di terjang angin menenangkan, sejuknya keadaan membuat keinginan beranjak dari tempat duduk kandas.
Angkasa menatap bintang-bintang bertaburan di langit lepas, bulan menjadi penguasa paling terang dan menyingkirkan kegelapan walau tak keseluruhan. Indahnya langit membuat hati menjadi tenang. Telah 2 tahun lamanya sosok bernama lengkap Angkasa Askar Dirgantara merasakan hidup seperti manekin.
Terpajang tapi tak pernah di perbolehkan keluyuran. Sebuah insiden penyebab utama aktivitas di luar Angkasa terenggut. Hanya sekolah tempat satu-satunya bagi pemuda itu di perbolehkan untuk di singgahi. Selebihnya hanyalah keinginan yang tak pernah tersampaikan.
"Coba aja kita bisa beraktivitas tenang, tanpa gangguan, pasti enak." Gumam Angkasa.
"Jelaslah, gak perlu nyamar kalau mau keluar, enak mau kemana aja tanpa di kejar-kejar. Buuuh saya merindukan masa kecil." Sanggah pemuda mata menatap fokus ke layar kaca, kedua jempol memusnahkan musuh dengan senjata. Segenap pandangan Aryan hanya berpusat dalam permainan di ponsel genggaman.
"Apa kita coba aja gak usah sembunyi-sembunyi, tampil aja langsung. Kalau masalah fans, pasti mereka cuman ngejar karena mau minta foto." Usul Rafael.
Bugh!
Toyoran maut di kening Rafael pijat perlahan.
"Otak lo dangkal. Lo pikir cuman fans aja yang bikin kita kayak maling harus sembunyi-sembunyi kalau mau keluar? Kagak! Dengar ya, kalau cuman fans doang, gak usah kita sembunyi-sembunyi. Sebenarnya yang menjadi masalah utama kita adalah haters + musuh bapak-bapak lo semua. Kalian lupa diri, lupa identitas apa begimana? Sadar, bapak lo punya perusahaan, musuhnya banyak. Yang di serang bukan orang bersangkutan, tapi keturunan!" Sarkasan dari Bryan menutup rapat-rapat mulut Rafael.
Tak bergeming akibat ultimatum. Rafael tutup mulut rapat-rapat sebelum di sumpal paksa oleh 4 kawannya.
"Ini nih kalau kebanyakan makan micin. Jadi gak licin otaknya." Sambaran maut Aryan layangkan, game favorit bernama mobile legends pun di kesampingkan.
"Lain kali, kalau mau ngomong, pikir panjang sampai ke dampak-dampaknya, bukan cuman hal positifnya aja." Lanjut Reyhan berteriak di sisi Utara Rafael dan Aryan di sisi selatan.
Kedua tangan Rafael kerahkan menutup telinga. Jeritan keras itu akan berakibat buruk bagi gendang telinga. Terlebih setelah melihat sang pelaku."Aduuuuuh berisik lo pada. Iye gue salah, gak usah nyerang gue kayak gue melakukan kesalahan segede gunung. Inget ye, itu masih ide yang belum terlaksana."
Tatapan tajam dari dua makhluk samping kanan dan kiri makin melebar. Ludah di teguk dengan susah payah, jantung tak bisa lagi beroperasi, tulang-tulang serentak patah tanpa lama-lama. Takut-takut Rafael lirik kanan dan kiri, tatapan maut itu menyambut pemandangan. Tangan kekar di gunakan menjauhkan dua kepala mengeluarkan tatapan tajam.
"Dari pada kita di sini, mending kita makan. Gue laper!" Ajak Rafael
"Ide bagus." Aryan bangkit dari duduk, mengacungkan dua jempol, wajah penuh semangat luar biasa.
"Di sebrang ada restoran, kita makan di sana aja." Ide Bryan.
5 pemuda itu melangkah bersama keluar dari taman mendekat pada restoran bintang lima, terlihat dari kejauhan suasana restoran ramai dikunjungi orang-orang.
Di meja ruangan VVIP. 5 pemuda itu mengambil duduk, memesan makanan lalu makan bersama.
Di tengah makan malam berlangsung, segelintir ingatan muncul di kepala Angkasa."Tunggu-tunggu, di buku misterius itu menceritakan tentang pembunuhan gadis bernama Maria Sheljia. Bukannya yang meninggal di sekolah kemarin namanya juga Jia? Apa jangan-jangan itu orang yang sama." Batin Angkasa tergemap menyadari alur familiar.
Tubuh di serang kepanikan, wajah tampan rupawan alami debaran kuat di dada."Gue harus pastiin sebelum bilang sama yang lain." Batin Angkasa.
Manik mata seram Bryan tatap sang vokalis."Lo kenapa sa?"
"Ah, gue gak papa." Angkasa terbitkan senyum di wajah menutupi masalah mengganggu pikiran.
Mata Rafael melirik arloji di pergelangan tangan."Pulang yuk, kita harus bangun pagi. Jangan sampai hari pertama kita masuk sekolah telat."
Bangkit bersamaan dari duduk, mereka keluar dengan menutup seluruh wajah menggunakan hoodie dan masker. Mereka melangkah mencari Mang Asep.
"KAK ANGKASAAAAA!" Jeritan mengerikan menghentikan kaki melangkah.
"Gawat." Gumam Angkasa tercekat.
"Satu." Ucap Reyhan.
"Dua." Ujar Rafael.
"Tiga." Tutur Bryan.
"Empat." Sebut Aryan.
"KABUUUUURRR!" Teriak kompak lima pemuda berlari secepat kilat seperti di kejar hantu ke tempat pertama kali kaki turun dari mobil.
Segerombolan fans yang mengenali mereka meski wajah tertutupi tudung Hoodie dan masker mengejar histeris. Kata mereka ini adalah rejeki nomplok saat melihat idola di tempat kelahiran.
5 pemuda seperti di kejar bak Kunti, tak ada rem dalam menghindari para fans keparat.
"Gawat, gak ada mang Asep. Kita harus kemana ini." Panik attack Aryan tatap kosong bahu jalan.
"Gimana ini. Kita harus kemana, kita jangan sampai ketahuan." Rafael gelisah sambil peluh-peluh turun membasahi wajah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 311 Episodes
Comments
Yeyet Faranova
team nya bertambah semoga cepat mendapatkan pembunuhnya jia
2024-02-20
0
Hana Aini
maaf kak mana mungkin orang yang ditikam berkali kali dinyatakan bunuh diri apalagi tidak ada barang bukti dilokasi kematian,ditambah lagi bukti cctv yang dipotong emang polisinya ga pernah di ajari olah TKP sampai bilang bunuh diri..imajinasi boleh kak tapi lebih bagus kalo sesuai gitu ya dan dua anak itu malah nyembunyikan barang bukti yang mereka temukan auto jadi tersangka dung alih2 belajar jadi detektif
2023-12-16
2
Zieya🖤
bukannya di bab sebelum nya Jia temannya hanya Clara, ini gima ceritanya Steven dan Rev juga teman sama Jia....
2023-11-15
1