Rumah di gang sempit itu telah mulai sepi penghuni, beberapa pelayat telah meninggalkan rumah duka saat jenazah sudah selesai di kebumikan. Tapi tidak dengan empat orang anak masih duduk di bangku SMA yang masih stay di lokasi dengan pikiran kosong, hati dan raga belum menerima sepenuhnya jika Jia sudah pergi ke alam lain yang tidak pernah di ketahui apakah menenangkan atau mengerikan.
Beberapa ibu-ibu merupakan tetangga Bu Rahma mengerumuni ibu paruh baya yang jatuh pingsan, ketika hati tak rela anak tercinta di bawa ke tempat bagi setiap insan untuk beristirahat selamanya. Sebuah minyak kayu putih mendarat di hidung dan telapak tangan serta leher dan juga kaki Bu Rahma.
Wajah-wajah gelisah itu menyinari orang-orang di rumah sempit dengan ruang tamu kecil dan 3 buah kamar tidur.
Bola mata hazel melirik sosok sepuh berwajah keriput duduk di teras dengan linangan air mata yang turun bagaikan hujan deras. Sosok yang tak lagi muda merasakan kehancuran tiada tanding saat kabar buruk menghampiri rumah kecil dan gadis kesayangan yang bagai peri kecil yang menyinari hidup.
"Nenek." Panggilan itu terucap, air mata mendesak keluar. Sebuah tangan terentang, segera Clara masuk ke dalam dekapan penuh cinta nenek mendiang Jia. Persahabatan mereka telah terjalin cukup lama, bermula di era SMA. Sering kali Clara singgah di tempat ini untuk menghabiskan waktu bersama Jia lengkap dengan Steven. Mereka jadikan rumah Jia sebagai tempat untuk belajar bersama bahkan untuk bermain di kala waktu senggang.
Tangisan itu kembali mengeras saat nenek Jia yang di kenal dengan nama nek Sumbi merasakan rindu terbilang besar untuk anak sebaya dengan Clara yang hadirnya sudah tidak tampak lagi di mata. Pandangan menyakitkan itu membuat wajah Steven terpaksa membuang muka ke arah lain. Pasalnya, hati dan jiwa tak mampu menyaksikan duka yang bergitu kuat merasuki tubuh.
Pelukan hangat itu terlepas, dengan air mata sesekali turun, Clara tatap wajah keriput dengan uban hampir menghilangkan warna hitam di rambut."Nenek kenapa Jia bisa meninggal, kenapa dia meninggal dadakan dengan cara sangat mengerikan. Nenek tau apa yang Jia rasakan? Apa nenek tau apa yang Jia alami. Nenek pasti tau semuanya kan?"
Gelengan kepala menjadi jawaban paling menyakitkan yang pernah ada. Rungkad sudah semuanya, saat sosok yang paling Jia sayangi di prediksi tak mengetahui apapun yang telah menimpa hidup Jia bahkan kini merenggut paksa sukma yang bersarang di raga untuk selama-lamanya.
"Nak Clara, nenek tidak tau apa-apa. Jia tidak pernah cerita apapun, dia tidak terbuka dengan nenek. Tapi nenek yakin Jia pasti ada cerita kan sama nak Clara?"
Pertanyaan balik itu membungkam bibir mungil berwarna pink alami. Kemudian kepala gadis berponi dengan wajah imut menggeleng, raut wajah masam melebur menjadi satu yang menandakan ketidaktahuan.
"Clara gak tau apa-apa nek. Jia gak pernah cerita apapun, satupun gak ada yang pernah Jia ceritain sama Clara, dia gak pernah berbagi keluh kesahnya sama Clara. Clara rasakan penyesalan yang sangat hebat saat di keadaan seperti ini, Clara gak bisa apa-apa, dan gak ada satupun yang Clara tau tentang Jia hiks hiks hiks." Sesak terlalu besar menjatuhkan air mata susah payah tertahan. Lagi dan lagi, tangis menyayat hati di lakukan Clara yang merasa gagal menjadi sahabat terbaik bagi Jia yang irit bicara tapi mengerti keadaan dan selalu menjadi sandaran.
"Clara gak tau kalau Jia bakal kayak gini. Clara gak tau kalau hari ini adalah hari terakhir Clara liat Jia. Clara gak nyangka nek kalau Jia bakal pergi secepat ini." Pergi tanpa pamit memanglah menyakitkan. Saat senyum yang biasa menjadi pembuka hari telah sirna dalam sekejap mata, tubuh ringkih dengan rambut pendek yang senantiasa diam berhenti melakukan pergerakan dan kini memutuskan tidur untuk selamanya meninggalkan semua luka yang ada. Terasa ribuan tombak masuk secara paksa ke dalam dada kala kenyataan membuka mata sampai jantung serasa tak bergerak normal.
"Maafin Clara nek. Maafin Clara." Kejernya tangisan di tambah rasa penyesalan hebat menyelimuti tubuh gadis cantik yang di timpa ribuan luka saat Tuhan membawa pergi orang tercinta.
Belaian lembut mendarat di rambut."Nak Clara. Ini bukan salah mu, nenek akui, kalau nenek juga sakit kehilangan Jia. Nenek memang gak terima tapi apa boleh buat, nenek gak bisa apa-apa. Nenek hanya bisa berdoa semoga Jia tenang di alam sana."
Tidak dan tidak. Masih Clara katakan dalam hati kalau ia tak terima gadis bernama Jia pergi secepat senja membawa herida yang tertancap di raga.
Semuanya begitu dadakan sampai tak mampu di prediksi sehingga tidak ada kata sedia payung sebelum hujan.
Tetap saja, rasa bersalah itu ada meski diri bukan tersangka.
"Nek, Clara yakin ada yang gak beres dari kematian Jia. Nenek harus lapor polisi, harus ada oknum berwajib yang terjun menghadapi kasus ini. Di hati paling terdalam, Clara yakin kematian jika bukan murni kecelakaan atau apapun. Pasti ada campur tangan manusia yang terlibat, Clara yakin itu nek. Nenek harus bertindak, nenek gak bisa diem aja. Jia gak akan tenang kalau nenek cuman diam di atas duka yang berkedok luka bagi Jia sampai dia gak bisa lagi membuka mata." Bujuk Clara menggenggam erat tangan keriput, mata menatap penuh harap, hati menautkan kepercayaan jika nenek Sumbi mampu untuk mengatasi masalah yang tak terdeteksi secara detail tapi cukup mengguncang bumi.
Tangan sebelah kanan Nek Sumbi menggenggam erat jemari Clara."Nenek pasti akan ngelakuin itu nak. Gak mungkin nenek diam aja, Jia adalah satu-satunya cucu nenek. Dan nenek gak mungkin terima Jia meninggal secara tiba-tiba tanpa aba-aba seperti ini. Nenek juga sependapat dengan mu, bantu doa ya nak semoga misteri kematian Jia terkuak dengan segera."
Mantap kepala mengangguk. Clara mendapatkan segunung harapan dari wanita lanjut usia. Hati kecil Clara berkata jika keluarga Jia pasti akan membawa masalah timbul tanpa di duga-duga ke jenjang yang lebih serius, dan menyeret segenap aparatur negara untuk turun mengatasi kasus yang di taksir ada kejanggalan menarik manusia lain."Pasti nek, Clara pasti akan ngelakuin itu."
Seulas senyum mengembang di wajah keriput dengan ukiran luka memanjang lebar dan juga dalam. Nek Sumbi merasakan Jia hidup kembali ketika melihat sosok Clara yang sudah di anggap cucu sendiri.
Sekilas rasa sakit itu pergi, tapi kemudian datang kembali, menyadarkan insan yang akan segera bahagia dengan mendatangkan sebuah luka terjadi di area.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 311 Episodes
Comments
nick@
itu pegang tongkat pakai sarung tgn g,klo g sidik jarinya Clara nempel disana donk. itu kan BB
2024-11-07
0
Yeyet Faranova
cemangat angkasa, cara... 💪💪💪
2024-02-20
0