Matahari terbit dengan sempurna, segala aktivitas seorang vokalis band terkenal akan kembali di mulai. Angkasa memakai sepatu putih, setelah itu kakinya melangkah menuruni anak tangga.
"Aden mau kemana!" Teriakan dari seorang asisten rumah tangga masuk ke dalam gendang telinga.
Kepala Angkasa berputar menghadap Bi Ipah."Mau sekolah Bi, mau kemana lagi, gak lihat kalau pakaian Angkasa udah rapih kayak gini."
"Aden sarapan dulu, aden belum sarapan."
Mata elang melirik jam melingkar di tangan."Nanti aja Bi, Angkasa akan sarapan di kantin aja, soalnya waktunya gak sempet buat sarapan, Angkasa mau berangkat dulu, dadah Bibi."
Pemuda bername tag Angkasa berlari keluar dari rumah, tanggapan dari wanita sudah berumur itu tak di tunggu. Di pikiran Angkasa hanya ada satu, yakni tiba di sekolah tepat waktu.
"Eh jangan den, kalau aden gak sarapan nanti bibi yang akan di marahin sama nyonya." Jerit Bi mencoba mencegah.
"Deeeen!" Teriak Bi Ipah namun Angkasa tak juga berhenti.
Angkasa tak mendengarkan teriakan Bi Ipah, kaki tetap berlari pergi dari sana."Mang ayo cepet anterin Angkasa ke sekolah, ini udah siang."
"Baik den." Seorang supir yang di tugaskan Azlan untuk mengantar jemput putranya sekolah bangkit dari duduk. Supir di ketahui bernama Mang Asep mengeluarkan mobil dari garasi.
Mobil hitam merek Alphard melaju dengan kecepatan normal menuju SMA Gloriacastra, kaca mobil hitam itu tidak tembus pandang, aman bila di gunakan untuk berpergian.
"Berhenti di sini mang!" Titah Angkasa membuat mang Asep mengerem mendadak.
"Loh tapi ini kan masih jauh dari sekolah Aden?" Heran mang Asep.
"Iya tau, tapi Angkasa mau jalan aja, udah dekat juga. Bye mang." Tanpa aba-aba anak pewaris tunggal membuka pintu dan langsung menutupnya kemudian berlari sekencang mungkin menyebrang tanpa memperhatikan kanan kiri.
"Deeeeen!" Jerit mang Asep hampir jantung copot di buat satu orang. Pasalnya, tugasnya tidak hanya mengantar sang tuan muda tetapi jaga menjaganya dan memastikan sampai ke tujuan dengan selamat sentosa.
Pria sudah menginjak kepala 5 hanya bisa geleng-geleng kepala mendapati kelakukan tuan muda.
Pemuda bermata elang di kejutkan dengan orang-orang yang berlarian ke satu titik yang sama. Pemandangan serentak ini mencengangkan jiwa sampai susah untuk berkata-kata. Anak baru masuk sekolah kemarin terpaku, bingung harus melakukan apa saat sepasang mata elang di hadiahkan fenomena alam menegangkan.
"Ada apa ini, kenapa semua orang pada lari-lari ke sana. Ada apa di sana?"
Penasaran yang menyergap membuat Angkasa memberanikan diri untuk mengikuti orang-orang tiba-tiba menjadi aneh.
Kaki membawa Angkasa ke lapangan sekolah telah penuh oleh lautan manusia. Di kanan dan kiri semua pagar-pagar manusia terbentuk. Rasa penasaran semakin menghantam, pemuda bermata elang di tutupi kacamata mencoba melihat apa yang di kerumuni orang-orang.
"Ada apa ini? Ada apa di sana?" Batin Angkasa berkeringat dingin di tengah kerumunan mendesak.
"Hiks hiks hiks hiks."
Hanya suara tangisan dan jeritan seorang wanita yang masuk ke indera pendengar. Tak ada satupun yang menjelaskan terjadinya kerumunan massa di SMA Gloriacastra.
"Tragis banget ya kematian Jia." Tutur April yang dapat di dengar oleh Angkasa.
Bola mata Angkasa menilik ke arah April dan kedua sahabatnya yakni Shena dan Laras.
"Kematian? Jadi semua ini terjadi gara-gara ada yang meninggal?" Batin Angkasa terkesiap.
"Gak nyangka Jia yang pendiam itu bisa meninggal dengan cara yang sangat tragis." Sahut Shena bergidik ngeri ketika melihat jenazah berlumur darah di kelilingi seluruh siswa dan siswi dari segala angkatan.
Angkasa terdiam tanpa mengeluarkan sepatah kata, mata hanya melihat punggung-punggung orang-orang berdiri tegak. Mata elang tak dapat menerobos melihat seseorang yang di kabarkan meninggal di lapangan.
"Dia meninggal kenapa sih? Kok gitu amat, banyak darah lagi, bangkit kan bulu kuduk gue." Laras mengusap bahu menahan takut.
"Kayaknya ada yang aneh dari kematian Jia. Gue yakin ini pasti ada apa-apanya." Putus April.
"Mungkin aja Jia di culik sama orang jahat, lalu orang jahat itu bunuh Jia di sini, dan dia tanpa rasa iba buang jasad Jia di lapangan. Iiiih takuuutt." Heboh Shena tiba-tiba merasa tidak aman.
Pelototan mata ganas April tertuju tepat ke arah teman satu grup."Lo bisa diem gak sih. Lagian orang jahat mana yang mau lakuin itu semua sama Jia. Udah anaknya pendiem, jarang bergaul, emak bapaknya kere. Apa yang di harapkan dari Jia, satupun gak ada yang menarik di gadis kutu buku itu!"
Perkataan itu membungkam habis mulut Shena. Jia masuk ke SMA Gloriacastra lewat jalur beasiswa, dia pintar dalam pelajaran tapi dia bukan terlahir dari anak orang kaya yang punya banyak musuh sehingga tepat jika Jia meninggal karena permusuhan orang tuanya dengan lawan bisnis.
"Kalau bukan meninggal di bunuh? Terus Jia meninggal kenapa dong?" Wajah dungu Laras terpancar, berpikir jauh memecahkan masalah terjadi di depan mata.
Shena ikut mikir, mata almond menatap ke atas, telunjuk menekan-nekan bibir berkali-kali.
"Pasti dia bunuh diri." Klaim April.
Empat pasang mata jatuh sempurna membelalak ke arah April, ratu kegelapan yang suka mengomentari banyak orang. Tak hanya mereka, Angkasa kebetulan berdiri berjarak dua orang melongo mendengar prediksi April.
"Lo gila ya. Buat apa seorang Jia bunuh diri? Dia punya beban hidup apa sampai gak sayang nyawa dan milih terbaring selamanya di alam baka!" Di luar angkasawan menurut Shena.
"Lo kalau ngantuk ngomong!" Bantah Laras ikut menyuarakan ketidaksetujuan.
Bibir mungil terkatup tanpa ada niat menjelaskan. Membiarkan segenap pemberontakan datang menerjang tubuh. April berdiri memasang mata ganas dan wajah serius. Gadis rambut panjang bergelombang dengan mata cantik dan terkadang mood berubah-ubah seketika diam menjadi batu tak mendengarkan ocehan teman-teman satu bangsa.
Angkasa tetap berdiri tegak mencoba melihat seperti apa penemuan mayat di lapangan sekolah. Tubuhnya yang terbilang kurus tak bisa menerobos karena pagar di perkuat oleh anak OSIS yang berdiri di baris pertama menjauhkan para warga sekolah dari jasad gadis bernama lengkap Maria Sheljia.
Wiu wiu wiu wiu
Terdengar suara sirine polisi dan ambulans masuk ke dalam sekolah. Pihak berwajib di panggil oleh salah satu guru berjenis kelamin perempuan datang mengevakuasi korban, pihak berwajib juga telah memasang garis polisi di tempat korban terbaring bersimbah darah.
Anak-anak beringsut mundur dan membubarkan diri saat Pak Sudirman, kepala sekolah berteriak memerintahkan mereka untuk masuk ke dalam kelas masing-masing.
Di tengah beranjaknya puluhan orang, mata elang menyipit melihat seorang gadis dengan tangis terdengar menyayat hati di gendong oleh seorang pemuda.
"I-itu Clara. Jadi yang nangis itu Clara?" Batin Angkasa membatu tanpa kata hanya memandang punggung pemuda membawa teman satu bangku pergi meninggalkan lapangan.
...TBC...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 311 Episodes
Comments
Yeyet Faranova
nah dah kekuatan serunya
2024-02-20
0
Sania Tok
Makin keren nih
2024-01-07
0
Dtyas Aldric
aku mampir lagi Thor .. setelah lama off membaca 🙏 .. lagi sibuk di dunia nyata ... semangat Thor ..
2023-07-25
1