Reyhan gigit bibir bawah tegang, gejolak rasa takut naik pesat ke seluruh tubuh. Pekikan heboh dari fans semakin mendekat, debaran jantung mengguncang anggota badan."Gue gak mau ketahuan."
Mata Angkasa lirik kanan dan kiri."Ke sini."
Mereka lari mengikuti Angkasa, tanpa pikir panjang mereka melompat masuk ke semak-semak terawat di samping jalan. Tak peduli apapun yang penting tidak ketahuan. Suara di tiadakan, mereka diam menahan nafas di dalam semak-semak dan pencahayaan cukup minim membantu mereka lolos.
Segerombolan fans celingukan mencari target yang di nilai berlari ke tempat ini.
"Di mana mereka?"
"Tadi ke sini, kok gak ada?"
Di dalam semak-semak mereka berdoa, seluruh jurus doa mereka layangkan.
"Paling mereka ke sana." Salah satu gadis memakai kaos merah menunjuk ke sebelah Timur. Merekapun ikut berlari mengikuti saran.
Nafas di hembuskan, kelegaan melanda, jantung stetoskop beransur normal.
"Huft lega." Aryan elus dada kembang kempis.
"Selamat kita dari terkaman maut." Seru Reyhan menetralkan rasa berkecamuk.
"Untung lo pinter, kalau kagak, mampuslah kita." Rafael tepuk pemuda bermata elang yang memiliki ide cemerlang di kala genting menerjang.
Dalam semak-semak terawat, mereka mengumpulkan tenaga sebanyak-banyaknya. Berlarian di malam yang gelap cukup membuat senam jantung.
"Capek rasanya lari, padahal cuman sebentar. Udah lama juga kita gak di kejar-kejar kayak tadi. Tapi gue heran, kok bisa mereka ngenalin kita padahal kita udah cosplay kayak maling." Heran Aryan memijat pelipis berpikir keras.
"Kalau fans jeli, mereka bisa mengenali meski kita nyamar serapih apapun." Tukas Bryan.
Angkasa di hantam rasa takut ketahuan. Hari pertama di sekolah memang berjalan lancar tanpa ketahuan, tapi tidak dengan hari esok. Karena sejatinya keberuntungan itu tidak selalu di dapat setiap hari."Gimana kalau besok ketakutan gue terjadi?" Batin Angkasa.
"Mereka udah jauh. Ayo buruan kita cari Mang Asep, sebelum mereka balik ke sini kita harus pergi." Bryan bangun duluan, di susul teman-temannya yang sekarang trauma atas kejadian menimpa.
Langkah cepat di lakukan, terburu-buru melangkah ke sebelah Utara. Angkasa terlibat hubungan komunikasi jalur teknologi."Mang di mana? Cepat jemput kami, kami udah selesai."
"Aden di mana, mamang akan ke sana."
"Angkasa di dekat plang merah sebelah Utara taman." Urai Angkasa.
"Baik den, mamang akan ke sana."
"Cepetan ya mang."
Gelisah tak kunjung pergi dari lima pemuda yang mengamati kanan dan kiri, setiap orang yang berlalu lalang terus di tatap, keringat dingin sering kali lolos, ketegangan membuat deru nafas sulit di hembuskan.
"Deeeeen...." Teriakan keras dari sebrang jalan barat plang tanda X.
"Itu mang Asep, ayo kita ke sana." Tunjuk Reyhan. Kompak 5 orang itu berlari kencang menyebrangi jalan, mereka masuk ke dalam mobil sesegera mungkin.
"Huft, akhirnya selamat juga." Refleks Aryan menjerit lega, dada kembang kempis kembali normal, kepanikan sempat menerjang terhempas pergi.
"Haduh baru juga keluar sebentar, udah kayak gini lagi. Lama-lama bisa mati gue di keramaian." Keluh Rafael mengelus dada berkali-kali.
"Ada apa den? Kenapa aden-aden ini sampe lari-lari, emang penyamaran aden terbongkar?" Mang Asep ikut panik, khawatir bosnya di rumah marah.
"Enggak Mang, cuman hampir aja. Ya emang ada beberapa fans ngenalin kita walaupun kita udah berdandan seperti teroris, tetap aja mereka masih bisa tau. Syukur kita bisa kabur." Jelas singkat Angkasa. Mendengar itu Mang Asep lega, karena imbas dari fenomena menggemparkan itu akan berdampak ke Mang Asep juga.
"Syukurlah den." Mang Asep lajukan kembali mobil menuju rumah. 5 pemuda itu mengatur nafas, seribu lima ratus kali mereka katakan selamat sebab bisa lepas dari kegilaan fans mereka sendiri.
Angkasa sandarkan kepala pada kursi di belakang, menatap kosong membayangkan lintasan singkat di kafe."Jika bener kisah itu sama dengan berita yang beredar di sekolah. Gue makin yakin kalau ada pihak ketiga yang melakukan kekejian ini." Batin Angkasa.
Angkasa larut dalam keadaan mencekam melanda sekolah, isu-isu miring menikam dada tersebar luas ke seluruh penjuru sekolah. Getaran aneh membuat Angkasa menaruh curiga tak berasaskan pada setiap orang, di dalam hati yakin jika di balik kematian mengerikan terdapat seseorang yang melakukan.
4 roda yang berputar cepat berhenti di sebuah rumah menjulang tinggi bernuansa putih layaknya istana. Rumah besar itu terletak di salah satu kompleks perumahan elit di jalan Cempaka. Angkasa, Bryan, Rafael, Aryan dan juga Reyhan turun dari mobil, melangkah bersama masuk ke dalam rumah.
Mematung seperti batu, 5 pemuda itu tersenyum Pepsodent, terpampang jelas sosok wanita berkacak pinggang berdiri di balik pintu yang menyorot tajam sambil geleng-geleng kepala."Dari mana aja kalian?"
"Mama. Mama udah pulang? Sejak kapan?" Alih Angkasa tanya ibunya Kania.
"Gak usah kemana-mana. Jawab dulu pertanyaan mama. Jangan coba-coba mengelabuhi mama, karena mama bukan anak kecil." Angkasa mengerucutkan bibir, mamanya tidak mudah untuk di bohongi, ia juga tak mungkin cerita semuanya tentang kejadian hampir melepaskan jantung dari tempat sebenarnya.
"Angkasa keluar bentar tadi, nyari angin. Tapi enggak ma, semuanya aman gak ada yang terjadi, mama jangan mikir macem-macem." Bibir Angkasa terus mengulas senyum menutupi kebohongan berkembang luas.
"Aduuuuuh." Pemuda bermata elang itu memekik nyaring, telinganya di tarik keras oleh ibunda tercinta. Anggota personil band Amanda yang lain ngilu melihat aksi sangat membagongkan tersebut.
"Belajar boong sekarang ya? Kamu pikir mama mudah di bohongi. Kalaupun kamu berbohong sedemikian rupa sekalipun, tetep aja gak mempan kalau berhadapan dengan mama." Tegas Kania melototkan mata seram.
Angkasa mencebik bibir, bisa-bisanya semudah itu ibunya mengungkap kepalsuan ucapannya."Mama kok bisa tau, mama tau dari mana? Mama pasang detektif ya?"
Manik mata elang tatap penuh selidik wanita cantik dengan penampilan selalu elegant.
"Meski mama gak nyuruh orang buat jaga kamu dari kejauhan. Mama itu tau kalau kamu berbohong, kamu itu anak mama. Gampang mama melihat kebohongan di mata kamu." Pungkas Kania.
Pemuda sangat dingin di sekolah itu memeluk tubuh sang ibu, membujuk dalam manisnya pelukan hangat."Maafin Angkasa, cuman hampir, gak sampe."
Ganasnya tatapan Kania tak juga hilang."Mama kan udah bilang jangan keluyuran dulu, tetep aja bandel. Sekarang masuk, udah malem, besok sekolah."
Angkasa mengangguk lalu masuk ke dalam rumah, berjalan bersisian dengan sang ibu."Ma boleh kan mereka nginep di sini semalem aja?"
"Boleh. Bi, bibi." Mendengar teriakan itu, Bi Ijah tergopoh-gopoh mendekati nyonya Dirgantara yang terkenal dengan wanita paling khawatir setengah mati akan anak semata wayang, wajar apabila hardikan sering kali datang karena sempat terjadi kejadian mengerikan yang membekas di ingatan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 311 Episodes
Comments
Yeyet Faranova
lanjuut
2024-02-20
0