Ting
Tong
Sebuah ketukan pintu terdengar di telinga. Membuat kaki bergerak mendekat, perlahan gagang pintu di tarik. Kontan mata membulat sempurna. Penampakan 4 pemuda dengan senyum manis merekah di bibir sangat mendebarkan jantung.
"Ngapain kalian di sini?" Pertanyaan kurang nyaman terlontar di bibir tipis Angkasa.
"Tentu saja kita mau ketemu sama lo." Balas pemuda dengan hidung mancung, kulit putih, paling pendek di antara yang lain. Dia bernama Aryan Olsen. Lelaki dengan seribu tawa tapi tertaut luka.
Angkasa sambar mereka dengan kerutan di dahi, menatap penuh selidik wajah-wajah ceria di suguhkan di depan."Jangan bilang kalau kalian akan pindah ke sini dan sekolah bareng gue."
"Seratus buat lo." Rafael acungkan kedua jempol. Lelaki dengan rambut berwarna kuning, kulit putih, tinggi dan memiliki hidung yang mancung. Matanya tak sipit, tak pula besar, tapi mampu memikat lawan jenis dengan pancaran mata yang begitu menenangkan. Bentuk bibir tidak pula kecil tidak pula besar, berwarna merah muda menambah kharisma untuk sosok bernama Rafael Benitez Xavier.
"Gila lu ya. Kagak ada, balek lo pada ke Jakarta sekarang. Jangan mengganggu ketenangan gue di sini!" Angkasa merasakan aura mencekam berlandaskan takut ketahuan jika empat manusia merupakan teman sedari kecil + rekan kerja berada di ruang lingkup yang sama.
Sekejap wajah-wajah itu berubah menjadi masam. Mendung datang menghiasi cerianya wajah, hilang rasa semangat bergejolak di dalam tubuh, semuanya telah berubah pasif saat kalimat pengusiran masuk ke dalam telinga.
"Tega banget sih lo. Kita jauh-jauh nyusul lo ke Bandung biar apa? Biar kita bareng terus. Masa lo tega banget ninggalin Jakarta dan juga kita, terus bahagia di Bandung, sedangkan kita di Jakarta merasakan rasanya kehilangan yang sesungguhnya. Sungguh lo sangat-sangat tidak berperikemanusiaan." Jurus akting terbaik di lakukan anak bernama Aryan. Akting yang di keluarkan dengan segenap totalitas itu membuat Angkasa hanya bisa menghela nafas.
"Sa, kita udah bersama bertahun-tahun. Selalu satu sekolah mulai dari SD, SMP dan sekarang ketika SMA lo mau ninggalin kita. Yang bener aja. Itu namanya ketidak mencerminkan nilai persatuan." Tambah Reyhan Arfanza Azealkar , pemuda yang memiliki wajah tenang tapi senyum yang memabukkan. Matanya yang indah mudah menarik perhatian banyak mata.
Sekali lagi Angkasa membuang nafas dalam. Kalau sudah seperti ini, apa boleh buat. Seakan-akan semua yang terjadi kesalahannya."Oke, lo semua boleh sekolah di sekolahan gue. Tapi jangan bertingkah, karena di sini gue membentuk dunia baru."
"Dunia baru?" Serentak alis berkedut, menatap minta penjelasan.
"Dunia baru kayak gimana? Lo mau nikah." Satu toyoran mendarat di kening Aryan. Ucapan spontan tanpa pikir panjang langsung Angkasa balas tanpa menunggu lama.
"Gak kayak gitu konsepnya." Sasar Angkasa.
"Ya terus gimana? Kata lo tadi mau bentuk dunia baru, gue pikir lo mau nikah." Celoteh Aryan memijat lembut kening bekas toyoran.
"Susah ngomong ama lu. Masuk aja deh, entar gue jelasin." Anak-anak bebek itu langsung menerobos masuk ke dalam rumah besar Angkasa yang terletak di jalan Cempaka. Angkasa menatap sambil geleng-geleng kepala. Entah akan terjadi masa sulit atau tidak saat mereka datang, Angkasa coba tenangkan diri dengan berpikir positif.
Ruang tamu langsung di penuhi dengan empat manusia dengan sikap yang kadang waras kadang gila. Angkasa mengambil duduk di sebelah Bryan Leons Vantaris, pemuda yang di kenal dengan sebutan batu, diam tanpa bereaksi, tapi bukan berarti dia tidak bisa apa-apa. Meski pendiam tak banyak bicara, Bryan adalah sosok yang paling cermat dalam mengamat.
Datang Bi Ijah dan Bi Ipah membawa minuman jeruk dan camilan ringan yang di letakkan di meja.
"Terima kasih Bi. Engkaulah yang terbaik." Puji Aryan meraih jus dan langsung meneguknya. Tenggorakan yang kering basah dan terasa melegakan. Bi Ipah dan Bi Ijah undur diri dari hadapan mereka. Kembali bertugas di belakang.
"Apa yang lo maksud dunia baru? Jelasin! Gue butuh penjelasan lo." Dengan mulut penuh camilan, Rafael berseru. Pandangan seketika mematok pada tuan rumah. Yang kedatangan suka berkedok duka.
"Jadi gini, gue memulai dunia baru di sini. Gue nyamar jadi orang lain biar orang-orang gak ngenalin gue. Kalau kalian mau sekolah di sini juga, kalian harus melakukan hal yang sama seperti yang gue lakuin." Terang Angkasa.
"Cuman itu? Gampang, kita akan nurut brother. Gak akan kita hancurin penyamaran lo." Ungkap Reyhan menyetujui.
"Awasss! Sampai kalian merusak dunia baru gue. Gue kirim kalian ke Korut!" Tegas Angkasa.
Susah payah Aryan meneguk saliva, ancaman bos muda anak dari pemilik PT Citra Purnama tidak bisa di biarkan begitu saja. Di setiap tindakan tidak akan pernah ingkar dengan ucapan telah di paparkan. Jempol dan telunjuk Aryan membentuk oval tanda setuju.
"Siap komandan, kita tidak akan melanggar, akan patuh dengan apa yang komandan katakan. Terimakasih." Rafael meletakkan tangan di kening sebagai tanda hormat.
Dehaman menjadi balasan Angkasa. Gelapnya dunia kini ia rasakan ketika dunia aslinya datang dan berada di sekitar tempat tinggal.
Apakah akan berdampak buruk, atau hal positif? Kedua hal itu cukup mengganggu pikiran Angkasa.
"Lo tenang aja, kita akan berakting dengan baik. Gak akan ketahuan." Tepukan tanda persaudaraan Bryan layangkan di pundak pemuda bermata elang.
Sedikit Angkasa taruh kepercayaan di pundak mereka-mereka yang telah berani sepakat dengan syarat."Lo semua bakal tinggal di mana? Ortu kalian pindah ke sini juga atau cuman kalian aja?" Mata elang menatap bergantian wajah-wajah personil band Amanda.
"Iya, orang tua kita ada di sini juga. Mereka kita paksa buat pindah, jadi lo gak perlu khawatir kita gak punya tempat tinggal. Bokap gue punya banyak apartemen di sini, tinggal bobok cantik aja." Sanggah Aryan.
Angkasa mengangguk kecil, mereka bukan berasal dari anak kalangan kelas bawah. Orang tua mereka juga memiliki perusahan yang bergerak di berbagai bidang. Ketika berada di sekolah Purnama Khatulistiwa mereka di sebut dengan gank para pewaris yang tak terkalahkan.
"Tapi malam ini boleh gak kita nginep di sini. Soalnya kita itu kangen banget sama lu." Mata Aryan berkedap-kedip seperti lampu disko.
"Boleh, kamar di sini banyak yang kosong. Kalian tinggal pilih mau tidur di tempat yang mana." Balas Angkasa.
Wajah-wajah empat personil band Amanda langsung sumringah. Dengan senang pula memakan camilan telah di suguhkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 311 Episodes
Comments
Yeyet Faranova
lanjut clara
2024-02-20
0