Perhatian yang Memudar

Hari pertama Nara menjadi ibu, dia cukup merasa bahagia karena Rendi berada di sisinya. Hari minggunya menjadi hari yang cukup baik untuknya. Ia melihat Rendi tidur dengan putrinya dan membuat hati Nara menjadi terharu.

Nara keluar untuk mencuci pakaian dan melihat pakaian kemarin bekas darah Nara melahirkan masih belum di cuci dan belum direndam. Hal itu membuat Nara langsung mengehela nafas panjang dan berusaha untuk tersenyum. Ia berusaha berpikir positive dan menikmati posisinya sebagai ibu.

Namun, tepat jam 7 pagi, Rendi langsung terbangun dengan cepat dan terburu-buru pergi.

“Mau ke mana, Sayang?” tanya Nara kepada suaminya yang buru-buru masuk ke dalam kamar mandi.

“Aku ada rapat hari ini! Aku tinggal nggakpapa?” tanya Rendi kepada istrinya.

“Ya udah. Makan ayam goreng yang kemarin ya. Kemarin ibuku belikan ayam goreng buat kita,” ucap Nara.

“Iya, tolong dipanasin ya!” pinta Rendi.

Padahal di hari minggu, Nara mengira hari ini akan menjadi hari yang sangat tenang untuk dirinya dan keluarga kecilnya. Namun, apa daya, suaminya merupakan orang penting di kampus dan pasti ada saja kegiatanya sehari-hari.

Setelah mandi, Rendi langsung menikmati makanan yang sudah digoreng lagi oleh Nara. Lalu, keluar dengan terburu-buru.

“Pulang sore?” tanya Nara.

“Nggak tahu, nanti aku kabari lagi ya!”

Rendi masuk ke dalam kamar, mencium putrinya, istrinya, lalu pergi dari rumah kecil itu.

Nara hanya bisa menghela nafas panjang saja, ia mengira jika perkataan ibunya Nara bisa membuat Rendi merubah sikapnya dan bersikap selayaknya seorang suami dan juga ayah. Nara mengira hal itu akan terjadi satu kali saja. Namun, ternyata hampir satu minggu full, Rendi pergi terus menerus dan jarang ada waktu di rumah.

Saat Nara sudah tidur, Rendi baru pulang dan langsung tidur, bahkan saat Syakila menangis di malam hari, Rendi sama sekali tidak bangun dan hanya Nara yang menenangkan Syakila. Hal itu membuat Nara merasa sendirian. Nara juga selalu bangun pagi untuk menyiapkan sarapan, dan juga segala kebutuhan yang akan digunakan oleh Rendi.

Nara yang merasa dirinya sangat lelah dan letih karena pekerjaan di rumah semakin banyak dan dia tidak ada yang membantu sama sekali, mulai merasa tidak dihargai dan juga merasa kurang perhatian Rendi.

Saat itu, tepat di hari minggu, terlihat Rendi juga sudah rapi dan Nara sedang menyusui putrinya. Saat Syakila sudah tertidur di depan tv, Nara pergi ke kamar menemui Rendi yang sedang siap-siap.

“Sayang, kamu minggu pun tetep pergi kah?” tanya Nara yang memulai pembicaraan di antara mereka berdua.

“Iya, kenapa? Kamu mau titip sesuatu? Atau ada apa?” tanya Rendi sembari menggunakan

parfum.

“Nggak, kamu nggak bisa di rumah aja kah?” Nara memberanikan diri untuk bicara, meskipun ia tahu jika pembicaraan yang akan dia mulai ini sudah pasti berujung pada perdebatan.

Rendi melihat ke arah Nara dengan tatapan yang sedikit malas.

“Nggak bisa, Nara. Kerjaan aku banyak banget, soalnya banyak yang harus didiskusikan juga sama semua anak-anak. Aku nggak bisa memutuskan sendirian soalnya. Ini keputusan bersama.

“Tapi kamu kan udah berkeluarga, Rendi. Ini juga masih liburan. Akhir tahun kemarin bahkan kamu pergi sama temen-temen kamu loh.” Nara mulai kesal dengan pria itu karena waktu bersama dengan anak istrinya sering sekali tersita.

“Kan nggak ada yang tahu status kita, Nara. Masa iya aku nggak pergi karena alasan aku udah punya keluarga kecil kan nggak mungkin, Sayang.” Rendi memegang kedua pipi Nara dengan lembut, berusaha meminta pengertian istrinya itu.

“Ya kamu bisa cari alasan lain buat nggak pergi kan? Kamu pasti punya temen yang bisa handle kerjaan kamu, kamu juga nggak kerja sendiri, masa iya kamu harus banget dateng? Berangkat pagi, pulang malam banget. Bahkan sampai aku seharian itu nggak lihat kamu, Rendi.” Terasa sakit di dada Nara kala ia harus mengingat hal seperti itu.

“Kamu kan udah jadi ibu, kamu harus bisa urus Syakila sendirian. Kalau aku nggak sibuk juga aku pasti bakal bantu kamu, Nara. Nyatanya aku sibuk banget belakangan ini,” ucap Rendi sembari memasukkan beberapa barang ke dalam waistbagnya.

“Karena aku udah jadi, ibu, apa aku juga harus mengurus rumah tangga sendiran? Ibuku udah bilang kan? Kita harus bekerja sama, kita nggak boleh mentingin ego kita sendiri, dan yang paling penting kita harus saling bantu, Sayang.” Nara berusaha untuk menyadarkan suaminya yang menurut Nara sudah sangat kelewatan.

“Aku harus pergi, Nara. Udah banyak banget yang nunggu aku di kampus loh. Kamu tega?”

“Kamu tega biarin aku sendirian ngurus anak, ngurus rumah? Aku di sini juga butuh bantuan, Rendi!” Nara menepuk dadanya yang terasa sangat sesak kala harus memberitahukan semuanya kepada Rendi.

Rendi menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.

“Kamu udah janji mau ngertiin aku kan? Posisi aku sekarang itu ketua BEM. Inget Nara! Jabatan ketua BEM juga nggak sampai lima tahun kok! Cuma berapa tahun doang, bisa aja tahun depan aku udah nggak jadi ketua BEM kan!” ucap Rendi dengan sedikit emosi karena dia terburu-buru.

“Iya aku ngertiin kamu, aku selalu ngertiin kamu sampai aku diem aja waktu kamu nggak bisa ngertiin aku loh! Apa pernah kamu berusaha untuk ngertiin aku?” Nara juga mulai emosi.

“Aku cuma minta waktu sampai lulus doang! Setelah itu aku janji bakal jadi ayah, sekaligus suami yang baik!” Pria itu berusaha membuat janji-janji yang entah dia sendiri bisa tepati atau

tidak.

Suasana di rumah itu menjadi semakin runyam dan gaduh, untungnya Syakila tidak bangun sama sekali. Mereka masih terus memperdebatkan hal yang menurut mereka benar adanya.

Nara merasa sendiri, sedangkan Rendi tidak bisa menemani Nara dan merasa Nara tidak bisa mengerti keadaan Rendi.

“Udahlah! Aku tuh ditunggu banyak orang, Nara! Kamu kok mulai sering marah-marah sih! Males banget!” keluh Rendi sembari menggunakan tasnya dan langsung pergi dari rumah itu.

Saat Rendi akan keluar dari rumah, Nara sempat mengutarakan hal terakhir yang sangat ingin

ia sampaikan.

“Kamu setelah menikah masih bisa menikmati kehidupan lama kamu. Aku? Setelah menikah dan punya anak, cuma punya kamu, Rendi.”

Mendengar hal seperti itu, Rendi sudah tidak peduli lagi dan langsung pergi meninggalkan Nara bersama dengan Syakila.

“Aku balik maghrib nanti.”

Itu kata yang diucapkan oleh Rendi sebelum dia pergi ke kampus. Kedua kaki Nara langsung lemas dan langsung duduk memeluk kedua kakinya sembari menatap Syakila yang tengah tertidur. Melihat Syakila, Nara langsung menangis sejadi-jadinya dan merasa tidak dibutuhkan lagi oleh Rendi.

“Sesakit inikah saat aku menikahi orang yang kucintai?”

Episodes
1 Hamil di Luar Nikah
2 Kakak Tingkat yang Aneh
3 Pengkhianatan Cinta
4 Kecewanya Kedua Orang Tua
5 Amarah Sang Ayah
6 Pembicaraan Antar Keluarga
7 Kekasih Tak Dianggap
8 Syarat Dari Gibran
9 Menemani Gibran
10 Gelang Untuk Gibran
11 Ijab Qabul
12 Hari Pertama Setelah Menikah
13 Luapan Emosi
14 Teman Dekat
15 Sakit Hati
16 Didekati Wanita Lain
17 Hari Kelahiran
18 Ibu yang Tak Dipedulikan
19 Perhatian yang Memudar
20 Baby Blues
21 Tamu Tak Diundang
22 Kegiatan di Belakang Sang Istri
23 Syukuran dan Gunjingan
24 Dibela Keluarga Rendi
25 Ego Sang Suami
26 Lapar Seharian Demi Suami
27 Simpati dari Orang Lain
28 Waktu yang Salah
29 Menjemput Syakila
30 Jatuh Cinta Lagi
31 Selalu Bertemu Pria yang Sama
32 Tempat Berkeluh Kesah
33 Pernyataan Cinta
34 Emosi Gibran
35 Izin untuk Pulang
36 Pesan Singkat
37 Masa Lalu Gibran
38 Makan Berdua
39 Pulang ke Rumah
40 Menjadi Kekasih Wanita Lain
41 Kepergok Gibran
42 Menyimpan Dua Cinta
43 Hampir Ketahuan
44 Bicara dengan Ayah Mertua
45 Melihat Adel dalam Diri Nara
46 Frustasi
47 Tidak Bisa Menahannya Lagi
48 Jujur Kepada Tia
49 Ingin Melabrak Rendi
50 Ingin Merebut Istri Orang
51 Aku Suka Gibran!
52 Curiga
53 Mahkota yang Terenggut
54 Perkara Baju Lungsuran
55 Seandainya Dia Selingkuh
56 Pertama Kali Main Tangan
57 Rejeki Untuk Syakila
58 Acara Besar Penghancur Hubungan
59 Hati dan Pikiran yang Berantakan
60 Harus Bagaimana?
61 Senyum Psikopat
62 Lebam di Wajah
63 Pergi dengan Gibran
64 Waktu Menyenangkan Bersama Gibran
65 Sosok Nara di Mata Rendi
66 Memergoki Kebusukan Rendi
67 Awal Kehancuran Rumah Tangga
68 Mengakhiri Hidup
69 Hanyut Oleh Pria Berhati Lembut
70 Semua Tentang Gibran
71 Dibawa ke Kantor Polisi
72 Pasrah dengan Keadaan
73 Sikap Aneh Rendi
74 Sang Menantu dan Mertua
75 Bahagia Pulang ke Rumah
76 Kejutan Saat KKN
77 Hari Pertama Jauh Dari Syakila
78 Sering Bersama Gibran
79 Ingin Bertemu
80 Antara Takut dan Bahagia
81 Ijin Menemui Rendi
82 Saling Bersandiwara
83 Skandal disaat KKN
84 Kesempatan dalam Kesempitan
85 Takdir Tuhan dan Kebetulan
86 Mau jadi Pacarku?
87 Wanita yang Menyukai Gibran
88 Jawaban Gibran
89 Penguntit
90 KKN telah Usai
91 Sandiwara Rendi
92 Maaf yang Tulus
93 Rumor Menyebar
94 Adu Domba
95 Negosiasi
96 Diantara Dua Pria
97 Rencana Jahat
98 Pertemuan tak Diduga
99 Dukungan dari Mertua
100 Moment Haru
101 Nara dan Adel
102 "Aku Mau Cerai."
103 Malam Terakhir
104 Keputusan Sudah Bulat
105 Gibran yang Over Protective
106 Pertengkaran Adel dan Rendi
107 Penyesalan Terdalam
108 Muslihat Wanita Licik
109 Keadaan yang Memburuk
110 Dihajar Massa
111 Berusaha Mengikhlaskan
112 Kecewanya Kedua Orang Tua Rendi
113 Hanya bisa Berucap Maaf
114 Tetap Pada Pendirian
115 Terkenang di Hati
116 Dua Kali Kesempatan Lagi
117 Tidak Sudi Bertanggung Jawab
118 Surat Cerai
119 Rencana Berkencan
120 Kencan Gibran dan Nara
121 Kau Anggap Apa
122 Apa Boleh Sebahagia Ini?
123 Suasana Haru
124 Akhir Hubungan
125 Bukan Nara yang Dulu Lagi
126 Berharga di Tangan Pria yang Tepat
127 Awal Kuliah Setelah Sekian Purnama Libur
128 Wanita yang Dianggap
129 Ditindas Mahasiswa Lain
130 Bukan Pacar Rahasia
131 "Papa!"
132 Merindukan Nara
133 Antara Nara dan Tia
134 Pilihan yang Sulit
135 Perjalanan Pulang
136 Pernikahan yang Gagal
137 Ingin Fokus Kuliah
138 Tempat Berkeluh Kesah
139 Perdebatan Antara Anak dan Ayah
140 Insecure
141 Kembali Tanpa Syakila
142 Kata yang Menyakitkan
143 Rahasia Gibran
144 Di Ambang Kematian
145 Susah Akur
146 Kondisi Nara
147 Siuman dan Masalah Baru
148 Gibran dan Papanya
149 Tinggalkan Atau Hancur
150 Harga Diri yang Terinjak
151 Keputusan Akhir
152 Selepas Berpisah
153 5 Tahun Berlalu dan Keajaiban Cinta.
Episodes

Updated 153 Episodes

1
Hamil di Luar Nikah
2
Kakak Tingkat yang Aneh
3
Pengkhianatan Cinta
4
Kecewanya Kedua Orang Tua
5
Amarah Sang Ayah
6
Pembicaraan Antar Keluarga
7
Kekasih Tak Dianggap
8
Syarat Dari Gibran
9
Menemani Gibran
10
Gelang Untuk Gibran
11
Ijab Qabul
12
Hari Pertama Setelah Menikah
13
Luapan Emosi
14
Teman Dekat
15
Sakit Hati
16
Didekati Wanita Lain
17
Hari Kelahiran
18
Ibu yang Tak Dipedulikan
19
Perhatian yang Memudar
20
Baby Blues
21
Tamu Tak Diundang
22
Kegiatan di Belakang Sang Istri
23
Syukuran dan Gunjingan
24
Dibela Keluarga Rendi
25
Ego Sang Suami
26
Lapar Seharian Demi Suami
27
Simpati dari Orang Lain
28
Waktu yang Salah
29
Menjemput Syakila
30
Jatuh Cinta Lagi
31
Selalu Bertemu Pria yang Sama
32
Tempat Berkeluh Kesah
33
Pernyataan Cinta
34
Emosi Gibran
35
Izin untuk Pulang
36
Pesan Singkat
37
Masa Lalu Gibran
38
Makan Berdua
39
Pulang ke Rumah
40
Menjadi Kekasih Wanita Lain
41
Kepergok Gibran
42
Menyimpan Dua Cinta
43
Hampir Ketahuan
44
Bicara dengan Ayah Mertua
45
Melihat Adel dalam Diri Nara
46
Frustasi
47
Tidak Bisa Menahannya Lagi
48
Jujur Kepada Tia
49
Ingin Melabrak Rendi
50
Ingin Merebut Istri Orang
51
Aku Suka Gibran!
52
Curiga
53
Mahkota yang Terenggut
54
Perkara Baju Lungsuran
55
Seandainya Dia Selingkuh
56
Pertama Kali Main Tangan
57
Rejeki Untuk Syakila
58
Acara Besar Penghancur Hubungan
59
Hati dan Pikiran yang Berantakan
60
Harus Bagaimana?
61
Senyum Psikopat
62
Lebam di Wajah
63
Pergi dengan Gibran
64
Waktu Menyenangkan Bersama Gibran
65
Sosok Nara di Mata Rendi
66
Memergoki Kebusukan Rendi
67
Awal Kehancuran Rumah Tangga
68
Mengakhiri Hidup
69
Hanyut Oleh Pria Berhati Lembut
70
Semua Tentang Gibran
71
Dibawa ke Kantor Polisi
72
Pasrah dengan Keadaan
73
Sikap Aneh Rendi
74
Sang Menantu dan Mertua
75
Bahagia Pulang ke Rumah
76
Kejutan Saat KKN
77
Hari Pertama Jauh Dari Syakila
78
Sering Bersama Gibran
79
Ingin Bertemu
80
Antara Takut dan Bahagia
81
Ijin Menemui Rendi
82
Saling Bersandiwara
83
Skandal disaat KKN
84
Kesempatan dalam Kesempitan
85
Takdir Tuhan dan Kebetulan
86
Mau jadi Pacarku?
87
Wanita yang Menyukai Gibran
88
Jawaban Gibran
89
Penguntit
90
KKN telah Usai
91
Sandiwara Rendi
92
Maaf yang Tulus
93
Rumor Menyebar
94
Adu Domba
95
Negosiasi
96
Diantara Dua Pria
97
Rencana Jahat
98
Pertemuan tak Diduga
99
Dukungan dari Mertua
100
Moment Haru
101
Nara dan Adel
102
"Aku Mau Cerai."
103
Malam Terakhir
104
Keputusan Sudah Bulat
105
Gibran yang Over Protective
106
Pertengkaran Adel dan Rendi
107
Penyesalan Terdalam
108
Muslihat Wanita Licik
109
Keadaan yang Memburuk
110
Dihajar Massa
111
Berusaha Mengikhlaskan
112
Kecewanya Kedua Orang Tua Rendi
113
Hanya bisa Berucap Maaf
114
Tetap Pada Pendirian
115
Terkenang di Hati
116
Dua Kali Kesempatan Lagi
117
Tidak Sudi Bertanggung Jawab
118
Surat Cerai
119
Rencana Berkencan
120
Kencan Gibran dan Nara
121
Kau Anggap Apa
122
Apa Boleh Sebahagia Ini?
123
Suasana Haru
124
Akhir Hubungan
125
Bukan Nara yang Dulu Lagi
126
Berharga di Tangan Pria yang Tepat
127
Awal Kuliah Setelah Sekian Purnama Libur
128
Wanita yang Dianggap
129
Ditindas Mahasiswa Lain
130
Bukan Pacar Rahasia
131
"Papa!"
132
Merindukan Nara
133
Antara Nara dan Tia
134
Pilihan yang Sulit
135
Perjalanan Pulang
136
Pernikahan yang Gagal
137
Ingin Fokus Kuliah
138
Tempat Berkeluh Kesah
139
Perdebatan Antara Anak dan Ayah
140
Insecure
141
Kembali Tanpa Syakila
142
Kata yang Menyakitkan
143
Rahasia Gibran
144
Di Ambang Kematian
145
Susah Akur
146
Kondisi Nara
147
Siuman dan Masalah Baru
148
Gibran dan Papanya
149
Tinggalkan Atau Hancur
150
Harga Diri yang Terinjak
151
Keputusan Akhir
152
Selepas Berpisah
153
5 Tahun Berlalu dan Keajaiban Cinta.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!