Istri Rahasia Ketua BEM
“Ini anak kamu loh! Bukannya kamu harusnya tanggung jawab?!” teriak Nara yang sudah terlihat kesal sembari menunjuk perutnya yang sudah semakin membesar.
“Kamu suruh aku tanggung jawab? Kita ini masih kuliah loh! Kenapa kamu nggak bisa mikirin
itu sih? Aku suruh nikahin kamu? Duit dari mana sih!” ketus pria itu yang sudah semakin kesal dengan ucapan Nara.
“Beberapa bulan yang lalu, dengan percaya dirinya kamu bilang kalau kamu bakal tanggung
jawab, Rendi! Aku juga masih kuliah, kamu nggak mikirin posisiku?” Nara juga naik pitam karena posisinya sedikit susah dan kekasihnya tidak mau mengerti.
“Aku udah bilang kamu buat gugurin kandungan itu dari awal, tapi kamu sendiri yang nggak
mau gugurin! Sekarang kandungan kamu sudah membesar, kamu nyalahin aku?!” Rendi semakin marah, padahal dia sendiri yang sudah berjanji.
“Kamu ada cewek lain ya?” tuduh Nara.
“Apa lagi itu! Kamu selalu saja seperti itu, menuduhku tanpa alasan!”
“Ya terus kenapa kamu marah? Kalau kamu nggak ngerasa ngelakuin itu harusnya kamu nggak usah marah-marah dong!” Nara semakin emosi dan merasa bahwa kekasihnya melakukan
sesuatu yang buruk.
“Denger ya, Nara! Aku ini emang Ketua BEM, dilanda masalah kaya gini, harusnya kamu bisa
ngertiin aku dong! Harusnya kamu bisa memahami, kalaupun ada cewek yang deket sama aku, bukan berarti aku deket sama dia! Popularitasku itu besar, Nara! Ngertiin lah!”
PLAK!
Merasa pria itu semakin banyak bicara dan Nara juga ingin diprioritaskan, dia menampar pria itu
dengan sangat keras hingga membuat pria itu hanya bisa diam saja. Namun, beberapa menit
kemudian, Nara merasa bersalah kepada pria itu.
“Maaf, Rendi. Ini semua salahku.” Nara menitihkan air matanya karena dia sudah tidak kuat dengan cobaan ini. Rendi sebenarnya
masih kesal, namun, perlahan emosinya mereda kala merasakan tamparan dari kekasihnya itu.
Rendi menarik tubuh Nara agar wanita itu mendekat ke hadapannya dan menatap Rendi
dengan tatapan yang penuh dengan kehangatan.
“Jangan menyalahkan diri kamu begitu, ini salah kita karena terlalu terbawa hawa nafsu dan
pada akhirnya hal seperti ini terjadi. Aku bahkan tidak bisa mengusahakan apa-apa untuk
kamu, aku cuma bisa support kamu aja, nggak lebih.” Rendi mengusap rambut wanita itu
dengan lembut dan mencium kening Nara.
“Terima kasih, Rendi. Kamu selalu ada buat aku,” ucap Nara dengan penuh haru. Rendi hanya
menjawabnya dengan senyuman, dan mereka pun memulai adegan panas seperti tidak pernah
terjadi apa-apa akibat hubungan yang sering mereka lakukan di luar nikah itu.
Rendi mulai mengotak-atik tubuh Nara yang semakin gempal karena kandungannya semakin
membesar dan makannya juga semakin banyak. Tangan Rendi semakin bersemangat
menggerayangi tubuh wanita itu karena di matanya, Nara terlihat sangat seksi. Erangan kecil pun mulai memenuhi ruangan itu. Di malam yang cukup dingin itu, mereka menghangatkan
tubuh mereka dengan bersenggama di dalam kontrakan yang ditinggali oleh Nara.
Rendi tidak bisa terlalu cepat menggerakkan pinggulnya karena takut jika menindih perut besar
Nara. Untuk meluapkan keresahan dan juga rasa gelisahnya, Rendi bisa tetap tenang karena
sering melakukan itu dengan Nara, sehingga semuanya terasa baik-baik saja di matanya.
Semenjak kehamilan Nara, tubuh wanita itu jadi sangat sensitif dan mudah sekali bergairah,
alhasil dia juga sering keluar berkali-kali karena gairahnya memuncak.
“Nara, aku sayang sekali padamu.” Rendi berucap begitu di tengah mereka tengah
bersenggama.
“Aku juga, jangan tinggalin aku ya, Sayang. Aku butuh kamu.” Nara berucap begitu dengan
penuh harap sembari merasa kenikmatan.
Tubuh Rendi bergerak dengan cepat dan diiringi lengkuhan kecil mereka berdua, hingga pada
akhirnya mereka berhasil mencapai puncaknya bersama-sama.
Sebelum selesai, Rendi mencium kening Nara dengan lembut dan tersenyum kepadanya. Nara
merasa beruntung karena dia bisa bertemu dengan pria baik seperti Rendi, meskipun mereka
juga sering bertengkar.
Hamil di luar nikah sudah membuat Nara hanya bisa pasrah saja dengan situasinya saat ini. Bahkan, dia ada pemikiran akan meninggalkan Rendi dan juga keluarganya setelah dia akan
melahirkan, biar Nara yang menanggung semua ini sendirian. Sebenarnya, Rendi juga tidak
siap jika harus menikah, karena keluarganya berasal dari keluarga terpandang dan dia pasti
malu dengan teman-temannya, belum lagi, statusnya yang merupakan Ketua BEM.
Dia hanya punya waktu dua bulan lagi untuk memikirkan apa yang akan dia lakukan saat ini.
Malam itu, Rendi menginap di kos Nara atas keinginan wanita itu. Belakangan ini Nara sedang
ingin ditemani dan tidak ingin jauh dari Rendi karena dia sering sekali merasa down dan
gelisah.
Saat fajar sudah tiba, Rendi bersiap pergi dari kontrakkan Nara, dan Nara mengantarkan pria
itu keluar kontrakkan.
“Jaga diri baik-baik ya,” tutur Rendi sembari mengusap rambut Nara.
“Iya, kamu juga semangat acaranya ya!” Nara kembali menyemangati pria itu dan sama sekali
tidak memikirkan keadaannya sendiri yang lebih butuh semangat.
“Oh iya, tanggal 1 besok, kayaknya aku nggak bisa ikut kamu ke Jogja deh.” Pria itu ingat jika
ada hal yang harus dilakukan.
“Loh? Kenapa? Aku udah pesen hotel loh, bisa aja ini kali terakhir kita ke Jogja dan bisa piknik
bareng,” bujuk Nara.
“Aku ada acara keluarga yang nggak bisa ditinggal. Bisa-bisa keluargaku marah sama aku,”
jawab Rendi sembari mengusap rambutnya perlahan.
Nara sedikit kecewa dengan ucapan pria itu, karena dia tidak mengabari sebelumnya dan baru
bisa mengabarkan sekarang. Biasanya pria itu selalu abai dengan acara keluarga di rumahnya,
sekarang tiba-tiba jadi lebih peduli.
“Ya sudah, nggakpapa kok. Sebelum acara keluarga kamu bisa ke sini dulu?” tanya Nara.
“Aku usahakan ya.” Rendi tersenyum dan berusaha menyanggupi keinginan wanita itu.
Rendi pun pergi meninggalkan kontrakkan Nara. Setelah Rendi menjauh, Nara hanya bisa
menghela nafas panjang dan kembali masuk ke dalam kamar.
Ia bersiap untuk pergi kuliah dan menjalani rutinitasnya seperti biasa. Saat dia mengenakan pakaiannya, dia selalu melihat ke cermin dan selalu memastikan bahwa perutnya tidak terlihat besar saat dia kuliah nanti. Sehingga, tidak akan ada orang yang curiga.
“Untuk saat ini masih aman sih, aku harus semangat!” pungkas Nara yang berusaha untuk
menyemangati dirinya sendiri.
Jujur saja, beberapa bulan ini nilainya juga semakin turun karena tidak fokus dengan
kehamilannya. Hubungan mereka berdua juga sebenarnya tidak diketahui oleh publik, sebagai
ketua BEM, identitas Nara pun harus disembunyikan.
Nara pun pergi ke kampus bersama dengan temannya, hingga saat ia sampai di kampus,
karena teledor, dia menabrak seseorang bertubuh besar hingga membuat Nara terjatuh dengan
keras.
BRUK!
“Nara!” teriak temannya yang panik kala melihat Nara jatuh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 153 Episodes
Comments
Soraya
permisi numpang duduk dl ya kak
2023-09-28
1
Ⓤ︎Ⓝ︎Ⓨ︎Ⓘ︎Ⓛ︎
dih Nara buta dan tuli deh pria baik kok bersenggama sebelum nikah 😭
2023-09-16
1
Teteh Lia
salam kenal Kaka... dari
"love story in SMA"
2023-09-13
0