Kini, Nara dan Rendi memulai kehidupan barunya sebagai suami istri, hal ini membuat Nara juga harus terbiasa dengan sikap Rendi yang belum pernah dia lihat selama ini. Masih ada waktu satu minggu sampai mereka benar-benar libur, jadi, Nara pun masih sering datang ke kampus untuk menyelesaikan beberapa hal yang ada di sana.
Jam 9 pagi, terlihat Rendi masih tidur dan Nara bahkan tidak berani untuk membangunkannya.
“Sayang, bangun yuk. Kamu nggak ada kuliah kah? Nggak ada acara kah?” tanya Nara sembari menggoyangkan tubuh suaminya itu dengan perlahan.
“Ngh … ntar dulu deh!” keluh pria itu sembari berpindah posisi.
Karena Nara tidak tega, ia pun hanya tersenyum saja dan membiarkan pria itu melakukan apa yang dia inginkan. Lagipula, dia pasti sudah memiliki jam sendiri untuk bangun.
Nara pun bersiap-siap untuk mandi dan pergi ke kampus, karena jam 11 dia ada kelas. Saat Nara akan berangkat pun Rendi belum bangun sama sekali.
“Sayang, aku pergi kuliah dulu ya? Aku ada jam di jam 11 nih, kamu nggak berangkat kah?” Nara masih berusaha untuk membangunkan pria itu dari tidurnya.
“Ntar dulu….” Dengan mata yang terpejam, ia masih menunda-nunda untuk bangun dari tidurnya.
“Ya udah, aku pergi dulu ya.” Karena takut terlambat dan Nara pergi ke kampus dengan berjalan kaki, ia pun pergi meninggalkan Rendi sendirian di rumah dan langsung pergi ke kampus. Jaraknya memang tidak terlalu jauh, setidaknya masih bisa dia jangkau di sekitaran kampus.
Sampai di kampus dengan nafas yang terengah-engah, ia masuk ke dalam ruangan. Namun, saat akan masuk ke dalam ruangan, ia melihat Gibran yang berada di tangga yang akan dia naiki. Tak ingin Gibran melihat kedatangan Nara, ia langsung cari jalan memutar yang sedikit jauh dari kelasnya.
“Aduh! Dia kok di situ sih! Sengaja nunggu kah?” batin Nara.
Hingga ia pun sampai di kelas, dan mendapatkan banyak pertanyaan dari Tia.
“Kamu kenapa tiba-tiba pindah sih! Pasti si cecunguk itu yang nyuruh?!” Tia langsung membanjiri Nara dengan berbagai macam pertanyaan.
“Bukan gitu ih! Ntar habis kuliah aku jelasin deh!Habis ini selesai kan?” tanya Nara.
“Awas aja sampe boong!” Tia nampak geram dengan sikap aneh sahabatnya.
Jam kuliah selesai pun, mereka turun dari ruang kelas dan berniat pergi ke cafe yang ada di depan universitas. Di sana ada minuman yang sangat enak, dan ada minuman non coffe juga.
Namun, saat mereka menuruni tangga, Nara melihat Gibran ada juga di sana, dan membuat Nara menarik tangan Tia dengan keras.
“Kenapa lo?!” tanya Tia kepada Nara.
“Jangan lewat sini! Angker!” dusta Nara agar mereka tidak lewat sana.
Tia hanya mengikuti ke mana Nara pergi, dan ia baru sadar jika Gibran ada di tangga yang tadi tidak jadi mereka lewati. Tia langsung curiga dengan apa yang terjadi di antara mereka berdua.
Mereka pun pergi ke cafe dan nongkrong di sana sebentar, sepertinya Nara akan menceritakan apa yang sebenarnya terjadi kepada dirinya itu.
“Lo kenapa sih?” tanya Tia yang sudah santai duduk di kursi sembari menyeruput lattenya.
“Aku diminta pindah sama orang tua aku. Biasalah, aku tiap tahun pasti pindah kontrakkan, kan?” ucap Nara yang masih saja basa-basi.
“Serius? Kok gitu? Tumben banget?” Tia masih saja penasaran. “Terus, lo tadi ngehindar dari Gibran kan? Kenapa tuh? Kalian bertengkar?” Tia semakin penasaran dengan apa yang terjadi.
“Kok jadi bahas Gibran sih?!” keluh Nara.
“Nahloh, udah nggak pakai Kak lagi manggilnya, langsung Gibran. Pasti ada sesuatu nih.” Tia makin curiga dengan apa yang terjadi di antara mereka berdua.
“Apaan si ah, aku nggak mau sampai dia suka sama aku, kan aku udah ada Rendi. Aku bukan cewek gatel yang mau jalan sama sembarang orang kali,” tutur Nara.
“Hish, jual mahal kali kau ni,” ledek wanita itu. Nara pun hanya tersenyum saja mendengar sahabatnya bergumam seperti itu. Saat Nara akan bercerita, tiba-tiba terlihat Rendi menelpon Nara, namun Nara tidak mengangkatnya. Hingga ia mendapatkan satu notifikasi pesan dari Rendi.
[Kamu di mana? Pulang sekarang.]
DEG!
Melihat notif seperti itu, Nara langsung mengeluarkan keringat dingin dan tidak fokus dengan apa yang sedang mereka bicarakan.
“Kenapa lo?” Tia langsung keheranan karena melihat wajah temannya yang pucat.
Nara langsung memesan ojek online dan untungnya langsung dapat karena di area kampus cukup banyak.
“Aku harus pulang! Besok lagi ya!” ucap Nara sembari terburu-buru pergi.
“Loh, mau ke mana Nara!” panggil Tia, namun ia tidak berani mengejar Nara.
Nara pun langsung keluar dan ojeknya sudah berada di luar, ia langsung naik dan meminta supir untuk jalan.
Sepanjang perjalanan pulang, jantungnya berdegup sangat kencang, cemas, bingung, dia bahkan lupa kalau sekarang dia sudah resmi menjadi istri, dan ada banyak pekerjaan rumah yang belum dia kerjakan. Apakah Rendi akan marah karena itu?
Sesampainya di kontrakan, ia langsung membayar dan masuk ke dalam rumah, membuka pintu dengan nafas yang terengah-engah. Terlihat Rendi yang sedang menonton tv dengan santai, namun raut wajahnya terlihat marah.
“Kenapa, Sayang? Kamu sakit? Atau kenapa?” tanya Nara yang khawatir dan langsung duduk di sebelah Rendi.
“Kenapa? Kenapa kamu nggak bangunin aku loh?” tanya pria itu.
“Eh? Aku tadi udah bangunin kamu, Sayang. Kamunya tidur lagi, kupikir kamu capek dan nggak ada kuliah atau acara, jadi aku biarin tidur.” Nara sedikit takut dengan suaminya itu.
“Okelah aku salah karena nggak ngasih tahu kamu kalau aku harus bangun pagi, tapi pas aku bangun? Kamu nggak ada, makanan nggak ada, sarapan nggak ada, rumah masih berantakan, kita udah suami istri, kan?” ucap pria itu yang terdengar menyudutkan dan menyalahkan Nara.
“Maaf.”
“Terus, kamu ke mana barusan? Bukannya kamu selesai jam 1? Kenapa baru balik, terus nggak ngabarin?” Rendi mulai menekan Nara terus menerus.
“Aku pergi sama Tia tadi, cari minum sebentar.”
“Terus nggak mikirin aku di rumah makan apa?”
“Kamu kan bisa pergi naik motor, Sayang.”
“Astaga, aku ini udah jadi suami kamu loh! Ibuku aja selalu bikinin sarapan buat bapakku, kamu juga jangan kebanyakan keluar, nanti banyak yang tahu kalau kamu hamil, gimana?” Rendi masih berusaha untuk tenang dan tidak mengeluarkan nada tinggi.
Sedangkan Nara yang masih shock dengan situasi yang baru sebagai istri, hanya bisa diam dan menundukkan kepalanya saja, dia tidak bisa mengelak karena terkejut dengan sikap Rendi yang seperti itu. Nara membendung air matanya itu dan berusaha untuk tidak menangis. Rendi yang melihat hal itu langsung mengusap wajahnya dan menghela nafas panjang.
“Sini … maafin aku ya. Aku baru bangun tidur.”
Rendi menarik tubuh Nara perlahan ke dalam pelukan pria itu. Sedangkan Nara langsung menangis karena ia masih sedikit terkejut.
Ternyata, hari pertama setelah dia menikah tidak seindah apa yang dia pikirkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 153 Episodes
Comments