Pagi harinya, Nara menjalani kuliah seperti biasa. Meskipun jantungnya berdegup sangat kencang kala ntar malam dia akan pergi bersama dengan Gibran. Sepanjang hari dia memikirkan, mengapa bisa dia pergi dengan seorang pria yang baru saja dia kenal dan bahkan untuk bicara saja sangat jarang sekali. Nara sampai heran, sebenarnya yang dia lakukan ini benar atau tidak?
Gibran dan Nara memang kuliah di satu gedung, hanya jurusan dan semesternya saja yang berbeda. Bahkan, Nara sempat berpapasan dengan Gibran saat Nara akan masuk ke kelas yang ada di lantai tiga, terlihat Gibran sedang bercanda dengan kawan-kawannya, dan saat Nara lewat di hadapan Gibran, pria itu hanya mengedipkan sebelah matanya saja. Hal itu membuat hati Nara tidak karuan.
“Aduh, dia ini bener-bener deh!” batin Nara sembari memegang dadanya dan berusaha menenangkan jantungnya sendiri. Hingga hari pun sudah mulai malam, Nara sudah berada di kontrakan sejak sore tadi dan dia diberi kabar oleh Rendi jika kekasihnya itu tidak bisa menemui Nara hari ini karena kesibukannya. Kebetulan yang sungguh membagongkan untuk Nara. Saat Nara tengah mencari beberapa pakaian yang akan dia kenakan untuk nanti, Tia masuk ke dalam kamar Nara dan terkejut bukan main.
“Astaga! Kamar cewek bisa kaya kapal pecah begini! RIP suami Nara kelak!” ujar Tia yang berdiri di ambang pintu sembari menggelengkan kepalanya dan melipat kedua tangannya.
“Hih! Kamu jangan ngagetin deh! Ntar aku beresin kok,” jawab Nara.
“Kamu mau ke mana? Jalan sama cowok nggak becus itu?” ketus Tia.
“Mulai deh kepo.”
“Loh? Bukan?!” Tia justru terkejut mendengar jawaban Nara barusan.
“He he he.” Nara hanya melempar senyuman kepada Tia saja.
Wanita itu langsung heboh dan masuk ke dalam kamar Nara, duduk di kasur sembari menatap wajah Nara.
“Seriusan? Kamu mau jalan sama siapa heh!” Tia semakin penasaran.
“Kak Gibran.” Nara menjawab tanpa ada rasa takut sedikitpun.
“Gibran?” Tia berusaha mengingat kembali nama yang tidak asing di kepalanya itu. Ia pernah mendengar nama itu, namun, ia juga tidak begitu ingat yang mana orangnya.
“Kalau nggak tahu—”
“OH! Gibran yang itu?!” potong Tia.
“Yang mana?”
“Anak berandal kampus, kakak tingkat kita, dan terkenal cakep itu, kan? Dia pakai tindik juga di telinganya?” tebak Tia.
“Kamu cenayang ya? Lengkap banget jelasinnya.”
“Seriusan lo jalan sama Gibran?!” Tia masih saja heboh sendiri.
“Iya serius lah, emang kenapa sih? Aneh ya? Atau ada sesuatu yang nggak aku tahu?” Nara semakin penasaran dengan sosok Gibran yang sebenarnya belum sepenuhnya ia kenali.
“Gibran itu, dulunya terkenal cakep banget sejurusan loh! Tapi dia cuma baik ke cewek yang emang dia suka, selain itu, semuanya dia cuekin Terus sekarang lo deket sama dia?! Daebakk!” Tia bertepuk tangan sembari menjelaskan hal yang tidak diketahui oleh Nara.
“Iya kah? Kok aku nggak pernah denger ya? Dia ngontrak di sekitar sini tahu, dua rumah dari sini kalau nggak salah, ntar dia ke sini.” Nara pun mulai memilih satu pakaian yang menurutnya bagus.
“Gila! Keren banget lo serius deh! Kok bisa ada janjian sama dia? Kamu selingkuh dari Rendi?” Tia masih saja kagum dengan hal sepele tersebut.
“Nggak lah! Jangan ngadi-ngadi ngomongnya! Aku mau mandi, bye!” Nara keluar dari kamarnya dan menuju ke kamar mandi.
“Yang wangi! Pake parfum yang banyak juga!” teriak Tia dari dalam kamar.
Nara pun hanya menanggapi ucapan wanita itu dengan senyuman saja. Hingga waktu menunjukkan pukul 7 kurang, Nara sudah siap dengan hoodie berwarna pink yang memang cukup besar, dan juga rok skirt berwarna putih, ia juga sudah menyiapkan sepatu ketsnya. Ia terus menatap dirinya di kaca dan melihat ke arah perutnya. Untungnya tidak terlalu kelihatan. Tiba-tiba Tia berlari dengan kencang sampai terdengar langkah kaki wanita itu menggema di seluruh rumah, lalu menuju ke kamar Nara.
“NARA! DIA BENERAN DATENG!” Tia heboh sendiri dengan nafas yang ngos-ngosan.
“Yee, dikira gue bohong? Aku udah siap kok.” Nara pun mengenakan tas selempang berwarna putih dan siap pergi bersama dengan pria itu.
“Wanginya Putri Nara. Rambutnya juga udah di hairdryer biar lembut.” Tia menggandeng tangan Nara setelah mengunci pintu kamar Nara dan mengantarkannya sampai ke depan pintu.
Terlihat Gibran sudah menggunakan kemeja berwarna putih, jeans hitam, dan terlihat sudah sangat rapi. Pantas saja Tia berteriak histeris, ia pasti seperti bertemu pangeran dari negeri dongeng.
“Gue pergi dulu ya, kalau dicariin Rendi, bilang aja lagi keluar cari makan.” Nara berpesan kepada temannya itu.
“Siap! Hati-hati, Kak. Nggak usah ngebut!” pinta Tia kepada pria itu.
Mereka pun pergi dengan menggunakan motor vixion, Gibran juga sudah menyiapkan helm untuk Nara. Setelah siap, mereka pun langsung pergi ke mall.
Sekitar 30 menit kemudian, mereka sampai di mall dan Nara terlihat kesulitan melepas helmnya. Gibran pun antusias membantu Nara hingga membuat Nara sedikit terkejut. Pria itu hanya melempar senyuman saja. Seakan meledek Nara karena tidak bisa melepaskan helmnya.
Mereka berjalan berdua menyusuri mall tanpa berbincang-bincang sedikitpun. Nara sedikit insecure karena pria di sebelahnya itu begitu tampan, sedangkan Nara hanya menggunakan pakaian seadanya saja.
Hingga sampailah mereka ke dalam tempat karaoke.
“Ini? Acara penting Kak Gibran?” Nara menunjuk ruang karaoke itu, dan Gibran hanya mengangkat kedua alisnya saja. Nara merasa dijebak dan ditipu oleh pria itu.
Mereka pun menyewa satu ruangan selama dua jam, ternyata Kak Gibran hanya ingin bernyanyi di sana saja.
“Maaf ya, aku nggak suka keramaian dan aku suka nyanyi. Jadi, aku ngajakin kamu ke sini buat ngehibur kamu, biar kamu nggak sedih lagi.” Gibran mulai memesan makanan, minuman, dan
juga memasukkan beberapa lagu yang ingin dia nyanyikan. Di situ, Nara sedikit badmood, tapi dia ingat jika rahasianya ada di tangan pria itu.
Nara membiarkan pria itu bernyanyi sepuasnya, dan ternyata suara pria itu begitu bagus. Bahkan sampai Nara menatap wajah Gibran tanpa sadar. Hingga ia ketahuan tengah menatap Gibran dan mata mereka saling bertemu.
“Kenapa?” tanya Gibran di tengah dia menyanyi.
“Eh! Uh! Nggak papa, Kak! Lanjut aja!”
“Mau nyanyi?” Gibran menyodorkan mic kepada wanita itu.
Nara menggelengkan kepalanya dan menolak tawaran Gibran. Namun, entah kenapa Gibran justru meletakkan microfonnya dengan musik yang masih menyala, lalu bergeser ke arah Nara dan mendekati wanita itu. Nara yang berada di pojok kursi dan duduk di sebelah tembok langsung berusaha menjauhi pria itu.
Namun, Gibran justru menapakkan telapak tangan kanannya di sebelah kanan kepala Nara, membuat wanita itu tak bisa bergerak sama sekali, lalu, wajah pria itu mendekat ke arah Nara dengan perlahan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 153 Episodes
Comments
Adi Soraya
Next kk
2023-05-08
0