Nara memberitahukan kepada orang tuanya bahwa Rendi akan segera datang, hal itu membuat mereka sedikit bahagia karena mereka juga tidak menyangka jika pria itu akan langsung datang kemari. Orang tua Nara meminta Nara untuk beristirahat lebih dulu di kamar, sedangkan orang tua Nara justru seakan bersiap menyambut pria itu.
Hingga tiga jam lamanya mereka menunggu, Nara mendengar suara motor yang berhenti di depan rumahnya, Nara langsung berlari menemui pria itu dan melihat kondisi pria itu. Ternyata dia juga sudah rapi dengan mengenakan kemeja dan juga celana panjang untuk menemui orang tua Nara.
“Kamu baik-baik aja, Kan?” tanya Nara yang khawatir dengan Rendi.
“Iya, aku baik-baik saja kok. Orang tua kamu di rumah kan?” Rendi bertanya begitu, meski sebenarnya dia sendiri sedikit takut.
“Maaf ya, aku membuat kamu terlibat dengan semua ini.” Nara merasa bersalah dengan kekasihnya itu. Karena pada akhirnya, dia justru mengingkari perkataannya itu dan membuat kekasihnya sedikit kesusahan.
“Bukan masalah, Nara. Ini semua adalah tanggung jawabku. Maafkan aku baru berani bertanggung jawab setelah sekian lama.” Rendi juga merasa bersalah kepada kekasihnya itu.
Setelah pembicaraan yang cukup panjang, mereka pun masuk ke dalam rumah, Nara mengantarkan pria itu ke dalam rumah dan jantung Nara berdegup dengan kencang kala melihat kedua orang tuanya sudah berdiri di ruang tamu. Ayahnya Nara juga menatap pria itu dengan mengernyitkan keningnya.
“Duduklah,” pinta ibunya Nara. Hingga kini, di hadapan orang tua Nara, terdapat Rendi dan juga Nara yang akan membicarakan perihal kehamilan Nara.
“Nak Rendi ya?” tanya Ayahnya Nara.
“Betul, Pak. Saya Rendi.” Rendi bahkan tak bisa mengutarakan beberapa patah kata lagi setelah dia memperkenalkan diri.
“Apa benar kamu adalah pria yang sudah menghamili anak saya?” Ayahnya Nara masih nampak santai dan tenang, meskipun raut wajahnya begitu serius.
“Benar, Pak. Saya yang telah menghamili putri bapak. Saya juga melakukannya dengan sadar dan bersiap untuk mempertanggung jawabkan apa yang sudah saya lakukan kepada putri bapak.” Rendi berusaha untuk tetap kuat meskipun mentalnya sangat tertekan kala berada di hadapan kedua orang tua Nara.
Ibunya Nara masih berusaha untuk menahan amarah dan juga tangis yang terpendam di dalam dada. Meskipun dadanya begitu sakit saat melihat kedua anak muda ini tak bisa menjaga dirinya masing-masing, dia semakin cemas akan masa depan yang akan terjadi besok kepada mereka berdua.
“Apa kalian tahu bahwa perbuatan kalian ini salah? Menyalahi agama? Bukankah orang tua kamu sudah mengajarkan bahwa semua yang kalian lakukan ini adalah salah besar?” Ayahnya Nara mulai angkat bicara, suaranya terdengar parau, dan Nara hanya bisa menundukkan kepalanya saja.
“Maaf, Pak. Saya salah. Saya tidak bisa menjaga Nara dengan baik dan sudah menghacurkan masa depannya dengan menghamilinya.” Jantung pria itu berdegup dengan kencang kala dia mengatakan seperti itu di hadapan kedua orang tua Nara. Dia hanya berusaha untuk berani agar dia tidak diremehkan dan terlihat bertanggung jawab dengan apa yang sudah terjadi.
“Apa kamu siap bicarakan ini kepada orang tuamu, Rendi?” tanya Ayahnya Nara lagi. Nyali Rendi semakin menciut kala pertanyaan itu muncul. Ia terdiam sejenak dan membuat ayahnya Nara marah.
“JAWAB! Kenapa diam!” bentak pria itu. Istrinya berusaha untuk menenangkan ayahnya Nara dengan mengusap punggung suaminya perlahan.
“Akan saya usahakan, Pak.” Hanya itu jawaban yang bisa dipikirkan oleh Rendi.
Mendengar jawaban seperti itu, ayahnya Nara langsung bangkit dari tempat duduknya dan mendekati pria itu sembari menarik kerah Rendi. Hal itu langsung membuat Nara dan ibunya juga berdiri dan berusaha menghentikan tindakan pria itu.
“Ayah!” teriak Nara sembari berusaha untuk menghentikan tindakan ayahnya yang entah akan melakukan apa kepada Rendi.
“Mas, sabar dulu, Mas. Jangan emosi begini, ini anak-anak kita,” pinta ibunya Nara.
“Aku mau menikahkan kalian berdua, dan jawaban seperti ini yang kudapatkan dari calon menantuku! Apa kau tidak sadar bahwa kau sudah melakukan kesalahan besar dan harus bertanggung jawab!” hardik pria itu sembari menarik kerah pria yang ada di hadapannya itu.
“Maaf, Pak. Saya gugup sekali, namun, saya jelas akan berusaha untuk membahagiakan Nara apapun yang terjadi. Saya akan bertanggung jawab dan juga menjadikan Nara sebagai ratu dalam kehidupan saya. Saya janji akan berusaha dengan baik untuk menjadi suami dan menantu yang baik! Saya janji tidak akan mengecewakan semua keluarga saya, baik keluarga Nara maupun keluarga saya sendiri.” Rendi menjawab pertanyaan ayahnya Nara dengan berani dan berusaha untuk menguatkan mentalnya lebih dalam lagi.
“Apakah saya bisa memegang perkataanmu itu, Rendi?” Ayahnya Nara berusaha untuk meyakinkan pria itu.
“Iya saya siap,” lirih Rendi.
“JAWAB YANG KERAS! SEORANG PRIA TIDAK BOLEH BICARA LEMBEK SEPERTI ITU!” hardik ayahnya Nara dan membuat Nara juga ketakutan setengah mati.
“Saya siap, Pak! Saya akan bertanggung jawab atas semuanya!” tandas pria itu dengan suara yang lantang.
Mendengar jawaban itu, ayahnya Nara langsung melepaskan kedua kerah Rendi dan membuat Rendi terjatuh karena lututnya yang lemas.
“Rendi! Kamu nggak papa kan?” tanya Nara sembari mendekati Rendi dan mengkhawatirkan keadaannya.
“Aku baik-baik saja, Nara. Tidak apa.”
“Mengapa ayah bersikap begini kepada Rendi?” tanya Nara kepada ayahnya sendiri.
“Ayah tidak mau punya menantu yang untuk menjawab ayah saja tidak bisa dan jawabannya tidak konsisten! Ayah hanya bisa berharap kalau Rendi bisa menepati apa yang dia katakan nantinya!” hardik pria itu.
“Tapi, yah….”
“Kalian akan pergi menuju ke jenjang pernikahan, pernikahan itu bukan hal yang main-main, Nara, Rendi. Pernikahan itu adalah ibadah kalian seumur hidup, ayah tidak ingin kelak putri kesayangan ayah ini menikah dengan pria yang tidak bisa memberi nafkah lahir dan batin! Apalagi kalian bakal punya anak. Astaghfirullah, Nara.” Air mata mengalir di pipi pria itu.
Ini kali pertamanya dia melihat ayahnya menangis di hadapannya, hati Nindy langsung menjadi sakit dan dadanya terasa sesak, melihat kedua orang tuanya menangis di depan Nara.
“Ini semua untuk kebaikan kalian semua Nara, Rendi. Ibu juga akan membantu kalian sampai kalian bisa berdiri sendiri. Tapi ibu mohon dengan sangat, jangan kecewakan kami lagi, cukup ini pertama dan terakhir saja. Kalian juga akan punya anak, dan semua itu tidak akan mudah, Nara. Ibu mohon, maklumi jika kami bersikap seperti ini, itu karena kami sayang dengan kalian,” imbuh ibunya Nara.
“Satu lagi. Malam ini, menginaplah di rumah kami. Ayah ingin besok kamu bilang kepada kedua orang tua kamu kalau kami akan datang ke rumah, tolong ceritakan masalahmu kepada orang tuamu dulu, setelah itu kami akan datang ke Semarang menemui kedua orang tuamu untuk meminta pertanggung jawaban.”
Perkataan itu mengakhiri percakapan mereka berempat hari ini. Nara pun menangis sejadi-jadinya dan Rendi pun memeluk wanita itu sembari meneteskan air mata.
“Maaf, Nara. Maafkan aku.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 153 Episodes
Comments
Adi Soraya
Next kk
2023-05-06
2