Mata lelaki itu, melirik sebuah surat yang tergeletak di atas nakas. Surat yang beberapa hari lalu diberikan oleh dokter Gibran Dengan mengatakan surat itu adalah surat terakhir dari Mauren.
Henderson bangkit Dari ranjang, lalu berjalan ke arah nakas. Tangan pemuda itu terjulur untuk mengambil amplop itu. Kemudian Henderson duduk di tepi ranjang, dan tepat di samping anaknya berbaring.
Henderson menatap amplop itu dengan seksama dan menghela nafas panjang. Lalu membukanya dengan mulai membaca rentetan tulisan tangan dari istrinya Mauren.
"Untuk suamiku yang aku cintai dan aku sayangi."
"Sayang, Maafkan aku. Karena aku tidak bisa menemanimu lebih lama lagi. Bukan aku ingin mengingkari janji kita. Namun, sepertinya Tuhan sudah merindukanku lebih dulu, dan Aku diminta kembali untuk ke pangkuannya.
Sayang, raga kita memang akan terpisah. Tapi, kau harus tetap ingat bahwa aku akan selalu mencintaimu, dan dalam setiap helaan nafasmu dan nafas anak kita, ingat selalu ada aku. Tolong jangan lupa terus mengirimkan doa untuk ku, agar aku tak tersesat disini.
"Sayang, maafkan Aku sekali lagi. Karena telah menyembunyikan fakta dari penyakitku. Maafkan aku, karena tak berbagi cerita denganmu. Tolong jangan salahkan dokter Gibran, dengan segala resiko yang sudah aku pikirkan matang-matang. Jika dokter Gibran memilih untuk menyelamatkanku, tentu penyakitku tidak akan pulih kembali seperti semula.
Tetapi jika dokter Gibran menyelamatkan anak kita, maka kamu akan tetap mengingatku kelak nanti. Karena hanya anak kita yang bisa aku berikan padamu untuk menemanimu selamanya.
"Aku di sini sudah merasa tenang, dan tak sakit lagi. Aku sudah bahagia, jadi aku minta sama kau suamiku yang tampan, Kau Harus Bahagia demi Putri kecil kita.
"Oh, ya. Boleh kan, aku yang beri nama pada Putri kita?
Aku ingin kasih dia nama Queen Fitrisia Henderson. Aku juga punya kado untuknya. Aku minta nanti kau berikan pada Queen sudah berusia enam tahun.
Aku yakin, dia akan tumbuh menjadi gadis yang penyayang, baik, dan sangat cantik. Sayang, kau harus semangat untuk Putri kita ya. Aku akan marah denganmu andai kau terus meratapi kepergianku.
Sudah dulu ya, sayang. Salam untuk semuanya dan Aku menyayangi kalian semuanya. Kecup hangat untukmu, dan Putri kecil kita. Aku mencintaimu suamiku Henderson Samera dan selamat tinggal.
Mauren Wijaya.
Henderson mendekat erat surat itu di dadanya. Dan air matanya pun kini mengalir deras. Lalu menoleh kembali ke arah putrinya, dan ikut berbaring di sebelah bayi mungil itu lalu mengecup keningnya.
"Aku janji, akan merawat dan menyayangi Putri kita sayang. Aku janji tidak akan mengecewakanmu. lirih Henderson kali ini memeluk putrinya.
flash off
Mendengar permintaan sang ayah, Henderson menghela nafas panjang. Sulit baginya menerima wanita lain yang akan menjadi pengganti posisi Mauren di hatinya. Bayang-bayang Mauren masih terngiang-ngiang di pikirannya.
Semenjak beberapa hari setelah kepergian Mauren. Henderson memilih untuk kembali tinggal di rumah utama keluarga Samera bersama putrinya. Dengan bantuan baby sitter yang sudah dipersiapkan oleh nyonya carlota, dan Tuan Samera tentunya untuk merawat cucu mereka yang sangat mereka sayangi.
"Tolong pertimbangkan permintaan Ayah, kamu jangan egois, pikirkan putrimu. Dia pasti membutuhkan figur seorang ibu. Mau sampai kapan kamu terus begini? kamu juga membutuhkan pendamping hidup! Mauren juga tidak menyukai kamu terus larut dalam kesedihan. Ia juga ingin melihat kamu bahagia."ucap Tuan Samera kepada putranya Henderson.
"Iya sayang, walaupun Mama ada untuk membantu babysitter merawat putri kamu. tetap saja Putri kamu membutuhkan figur seorang ibu. Oke, dia masih bayi sekarang, bagaimana dia kalau sudah bersekolah nanti. Pasti dia akan banyak menuntut kepadamu. Menuntut untuk mendapatkan kasih sayang dari seorang ibu. Percayalah Mauren juga menginginkan agar kamu bahagia bersama putri kamu." Timpal nyonya Carlota.
"Maaf Pa, Maaf Ma, untuk sekarang Henderson belum kepikiran sampai ke sana. Henderson masih ingin fokus mengelola perusahaan dan merawat Queen putriku." sahut Henderson yang dibalas dengan gelengan kepala dari Tuan Samera.
"Ya sudah mulai sekarang perlu kamu pikirkan itu! Ingat jangan sampai larut dalam kesedihan. Kamu boleh mencintai istri kamu, tapi kamu tidak boleh larut terus begini. Songsong masa depanmu menuju kebahagiaan." ucap Tuan Samera.
Hingga sarapan pagi pun telah usai, dan saat ini Henderson berpamitan kepada Tuan Samera dan nyonya Carlota untuk segera berangkat ke kantor, memimpin perusahaan milik keluarga besar Samera company.
"Ya sudah kalau begitu aku takut telat masuk kantor, lain kali kita bahas lagi. Aku harus pamit sekarang Pa, Ma." ucapHenderson sembari langsung memberi salam kepada kedua orang tuanya. Tak lupa ia berlalu menghampiri Putri kesayangannya, yang sedang berada di dalam kamar Bersama sang baby sitter pilihan kedua orang tuanya.
Henderson memberikan kecupan hangat di wajah cantik Queen. Kemudian Ia pun berlalu, tak lupa ia menitipkan Queen kepada baby sitter untuk tetap merawat dan menjaganya dengan baik. Ia juga menitipkan kepada Nyonya Carlota untuk tetap memantau perkembangan Putri cantiknya.
Setelah berpamitan kepada kedua orang tuanya, Henderson berlalu meninggalkan rumah megah itu menuju gedung pencakar langit Di mana kantor Samera company berada.
Tampak dari beberapa karyawan-karyawati sudah menunduk hormat kepadaNya setelah dia memasuki area kantor. Tak ada yang berani menatap wajahnya. Wajah datar Henderson yang selalu membuat para karyawan di sana menunduk ketakutan.
Apalagi setelah kepergian sang istri. Sikap Henderson begitu datar dan dingin terhadap setiap orang. Terutama pada kaum wanita, sepertinya ia tidak ingin menatap seorang wanita. Hasratnya menatap wanita hilang begitu saja setelah kepergian istrinya.
Setelah tiba di ruang kerjanya Henderson duduk di kursi kerajaannya. Membuka laptop dan memeriksa beberapa file dan email yang masuk ke dalam layar laptopnya. Ia asik berkutat di sana, hingga siang hari pun tiba. ia melupakan jam makan siangnya, sampai seseorang mengetuk pintu yang tak lain dan tak bukan adalah sekretarisnya sendiri.
Tok
Tok
Tok
Suara ketukan pintu terdengar jelas di telinganya
"Masuk!" teriak Henderson tanpa menatap ke arah pintu. Ia terus Menatap layar laptopnya.
"Maaf Pak, ini waktunya jam makan siang apa saya memesankan menu makanan untuk bapak, atau Bapak makan di luar?" tanya sang sekretaris kepada Henderson berhati-hati.
Henderson melirik jam yang ada di pergelangan tangannya. Jam sudah menunjukkan pukul satu siang. Itu artinya ia telat makan siang satu jam.
"Kenapa kamu baru mengingatkan saya?"
"Maaf pak, sebelumnya saya sudah mengetuk pintu ruangan bapak berkali-kali. Tapi tidak ada sahutan dari dalam ruangan bapak. Sehingga saya tidak berani masuk untuk mengingatkan Bapak, sekedar makan siang." Sahut sang sekretaris membuat Henderson terhenyak.
"Ya sudah, saya akan makan di luar saja. kebetulan saya ingin bertemu dengan klien saya." ucap Henderson sambil mengalihkan pandangannya ke arah sang sekretaris.
Bersambung.....
hai hai redears dukung terus karya author agar outhor lebih semangat untuk berkarya trimakasih 🙏💓🙏
JANGAN LUPA TEKAN, FAVORIT, LIKE, COMMENT, VOTE, DAN HADIAHNYA YA TRIMAKASIH 🙏💓
JANGAN LUPA MAMPIR KE KARYA EMAK YANG LAIN
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Dwi Nabila
tersayat kali hatiku baca surat maureen
2023-05-07
2