"Mari, saya antar ke depan lagi, Tante. Setelah ini, saya akan lakukan tindakan operasi untuk Mauren." lanjut sang dokter yang mengajak Ibu Anjani untuk keluar dari ruang UGD.
Ibu Anjani menganggukkan kepala dan berjalan keluar dengan isakan tangis, yang belum juga mereda takut terjadi sesuatu kepada putri kesayangannya.
Setelah dokter itu kembali ke dalam, terlihat Mauren sudah sadar dan mengerjapkan matanya. Wanita itu menatap dokter yang dia kenal, yang juga teman suaminya sendiri.
"Dokter, Tolong selamatkan anakku saja,"pinta Mauren dengan lemah.
"Tapi Ren..."
"Aku mohon dokter. Biarkan anakku hidup dan menikmati keindahan dunia,"mohon Mauren sambil menangkupkan tangan di dada.
"Mauren, itu sama saja aku membiarkan Kau pergi. Aku akan berusaha semaksimal mungkin untuk membuat kalian berdua tetap bisa menikmati hidup." balas dokter namun Mauren menggelengkan kepalanya lemah.
"Apa dengan kau memilih menyelamatkanku, lalu aku akan sembuh dari penyakit ini? tidak kan? Lebih baik kau selamatkan anakku saja. Nanti, anak ini akan menjadi penguat ayahnya sampai kapanpun." mohon Mauren dengan nafas yang mulai tak teratur. Dokter Gibran hanya diam, tak menjawab apa-apa. Dokter muda itu dihadapkan dengan situasi yang sangat sulit.
"Dokter, Aku ingin menitipkan ini untukmu. Tolong berikan pada Henderson, saat operasi ini selesai, dan Aku gagal Bertahan,"ucap Mauren memberikan sebuah amplop kecil kepada dokter Gibran.
"Kau harus yakin kalau kau juga akan sehat, Mauren."
"Iya, tapi aku sudah pasrah dengan takdir yang Tuhan berikan kepadaku. Maka jika memang aku yang gagal bertahan aku mohon berikan surat ini untuk Henderson. Katakan kepadanya, kalau aku sangat sayang dan cinta kepadanya." ucap Mauren dengan nafas yang tersengal-sengal.
"Dokter Gibran, aku mohon." Mauren kembali memberikan permohonannya kepada sang dokter dengan lemah.
"Baiklah,"balas dokter Gibran dengan menghembuskan nafas perlahan, lalu menoleh ke arah suster yang berjaga di sana.
"Suster, tolong siapkan alat operasi." perintah dokter Gibran pada suster yang ada di sana bersama dengan Mauren mulai memejamkan mata, karena efek obat bius yang disuntikkan oleh dokter Gibran.
Semua orang tengah cemas dengan apa yang ada di dalam ruangan. Terlebih Henderson pemuda itu berulang kali bolak-balik berjalan di depan pintu.
Nyonya Carlota mencoba menenangkan putranya agar tenang. Wanita paruh baya itu mengatakan kata-kata yang sekiranya bisa menenangkan putranya.
"Yang sabar dan tabah ya, Nak. Yang penting sekarang tetap berdoa agar Maureen bisa melewati semuanya di ruang operasi." ucap Nyonya Carlota sambil mengusap pundak Hendarson dengan lembut.
"Iya Ma."
Di kursi sebelah ada ibu Anjani yang menangis tak henti, merasakan sesak di dalam dadanya. Mengingat Sang Putri sedang berjuang di dalam sana, melamun sakit penyakit dan melahirkan seorang cucu untuk mereka.
Wanita itu takut terjadi sesuatu. Hal yang tidak diinginkan pada Putri tercintanya.
Ibu Anjani menutup wajahnya dengan telapak tangan dan menangis sesungguhkan di sana. Devano menghampiri mama dan duduk di samping wanita paruh baya itu. Devano mengudap punggung mamanya dan memeluk Ibu Anjani, agar wanita itu tenang.
Beberapa saat kemudian,Ibu Anjani terkulai lemas hingga tubuhnya hampir merosot ke bawah. Devano langsung dengan sigap menahan tubuh mamanya.
"Mama!" pekik Devano kaget dan langsung membuat semua orang menoleh.
Devano langsung membopong mamanya dan membawa ke kamar sebelah. Devano langsung memanggil dokter agar memeriksa mamanya yang jatuh pingsan. Ibu Anjani terlalu memikirkan keadaan Mauren hingga membuat Dia kehilangan kesadarannya.
"Mama Anjani kenapa Ma? tanya Henderson pada nyonya Carlota.
"Pingsan, bisa jadi karena terlalu memikirkan Mauren. Kamu harus lebih kuat ya, Nak. Jika Mauren sudah sadar, pasti akan mencari mu." ucap Nyonya Carlota agar putranya kuat dan tabah.
"Iya Ma."
"Ya Tuhan, Aku mohon selamatkan istri dan anakku. Jika Kau mendengarkan doaku aku mohon dengarkan doa Mama mertuaku."gumam Henderson Seraya memejamkan matanya.
Tanpa dia sadari, air matanya turun begitu saja dari kedua kelopak matanya. Nyonya Carlota yang tak sengaja mendengar doa anaknya hanya ikut mengaminkan doa Henderson.
Beberapa saat kemudian, Devano tampak berjalan keluar dan dari ruangan yang tadi digunakan mamanya.
Dia berjalan dengan gontai menuju keluarganya yang lain di depan pintu ruang operasi. Devano menghela nafas panjang lalu duduk di sebelah papanya,
"Bagaimana keadaannya Vano? tanya Pak Wijaya pada putranya yang baru saja duduk di samping kursinya.
"Mama hanya syok, sudah ditangani dokter, Pa. sahut Devano menoleh ke arah Pak Wijaya. Pria paruh baya itu hanya menganggukkan kepala, dan menatap pintu ruang operasi yang masih tertutup rapat.
"Semoga adik kamu baik-baik saja ya Vano,"Ucap pak Wijaya sambil mengusap wajahnya dengan telapak tangan. Ia sangat khawatir terjadi sesuatu kepada putrinya.
"Amin, Pa. semoga ada keajaiban dari Tuhan untuk Mauren." balas Devano menyandarkan kepalanya di dinding.
Semua yang ada di sana, tampak panik dan khawatir terjadi sesuatu dengan Mauren. Sedangkan di ruangannya, Ibu menjadi tampak lemah dengan ditemani oleh suster. Suster itu terlihat menemani Ibu Anjani berusaha untuk menguatkan Ibu Anjani.
Beberapa saat kemudian, terdengar suara tangisan bayi dari dalam ruang operasi. Tangisan itu melengking khas anak bayi yang membuat semua orang yang di luar ruang operasi mengangkat wajah dan saling pandang.
Henderson mengangkat wajahnya yang sedari tadi menunduk. Perasaannya sudah tak enak, karena mendengar suara bayinya.
Dia memejamkan mata. Padahal dia berpesan pada dokter untuk menyelamatkan istrinya saja. Bukan dia bermaksud egois, dan membunuh anaknya, tapi bagi Dia mungkin itu yang terbaik untuk semuanya.
Pintu ruang operasi dibuka dari dalam, dan terlihat dokter Gibran keluar dan menemui semua keluarga Henderson. Dengan cepat Henderson segera bangkit dari duduknya dan menghampiri dokter Gibran yang melap keningya yang terlihat berkeringat.
"Anakku sudah lahir Gibran? tanya Henderson.
"Iya anak kalian seorang wanita. Cantik seperti mamanya." jawab Dokter Gibran.
"Berarti.. Mauren..., lirih Henderson dengan menatap dokter Gibran. Pria muda yang berpakaian khas dokter itu hanya menunduk dan menggelengkan kepala pelan.
"Maaf, kami sudah berusaha semaksimal mungkin."lirih dokter Gibran.
Devano yang mengerti maksud dari permintaan maaf dokter Gibran hanya menggelengkan kepala. Dunianya serasa berhenti berputar mengingat adiknya yang sangat ia sayangi.
"Ya Tuhan," ucap Devano sambil mengusap wajahnya.
"Kenapa kau menyelamatkan anakku Gibran! aku kan, memintamu untuk menyelamatkan istriku Mauren! aku memintamu untuk menyelamatkan istriku, Gibran! bentak Henderson sambil mencengkeram kerah kemeja dokter Gibran.
"Henderson, tahan!" ucap nyonya Carlota yang tak kuat menahan tangis. Wanita paruh baya itu menahan tangan anaknya yang akan melayangkan pukulan ke arah dokter Gibran.
"Kau bilang bahwa kau adalah sahabatku, dan Mauren. Kenapa kau malah membunuh istriku, Hah! Kenapa Gibran?" amarah Hendarson semakin membara dan menggebu-gebu.
"Henderson, sabar. Ini di rumah sakit!" Devano yang juga turun tangan memegangi pundak adik iparnya.
"Kau tahu apa yang aku rasakan, Vano. sekarang aku kehilangan istriku. Istriku Vano!
"Kau pikir hanya kau yang kehilangan Mauren, Henderson! aku juga! Mauren itu adikku satu-satunya!" sahut Devano tak kalah berteriak di hadapan dokter Gibran.
Bersambung.....
hai hai redears dukung terus karya author agar outhor lebih semangat untuk berkarya trimakasih 🙏💓🙏
JANGAN LUPA TEKAN, FAVORIT, LIKE, COMMENT, VOTE, DAN HADIAHNYA YA TRIMAKASIH 🙏💓
JANGAN LUPA MAMPIR KE KARYA EMAK YANG LAIN
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
tini_raharjo
perempuan kok Wanita???
2024-06-10
0