Henderson membuka pintu ruang operasi dan berjalan dengan gontai masuk ke dalam. Beberapa suster memandang Henderson dengan tatapan iba. Karena harus kehilangan istri di usia pernikahan yang masih menginjak satu tahun itu.
Di depan pandangan, Henderson terdapat branker yang ditempati oleh istrinya. Semakin Henderson mendekat, semakin langkahnya terasa sangat berat. Dunianya seakan berhenti berputar saat itu juga.
Henderson semakin mendekat ke arah branker dan terlihat Mauren berbaring di sana dengan ditutup kain putih panjang. Lelaki bertubuh kekar itu, tak kuasa menahan tangis dan akhirnya tumpah ruah begitu saja.
Tangan Henderson gemetaran untuk membukakan penutup berwarna putih itu. Terlihat wajah cantik Mauren yang sudah pucat dengan mata terpejam.
Henderson membelai lembut kepala Mauren dan mengecup kening dan wajah cantik istrinya untuk terakhir kali. Bahu Henderson terlihat berguncang hebat karena menahan tangisnya agar tidak meraung-raung di ruang operasi.
Henderson kembali membelai lembut wajah pucat Mauren. lalu mengecup pipi dan bibir istrinya, yang sudah tak bergerak. Bahkan sudah terasa dingin dan mulai kaku.
Kaki Henderson tak kuat menopang bobot tubuhnya, hingga dia lemas dan tertunduk di bawah keranjang. Seorang suster mendekat ingin membantu hendarson untuk bangun. Henderson itu menolak untuk bangun dan tetap bersungut di bawah ranjang operasi.
"Kenapa kau ingkar janji sayang. Kau bilang kau akan menemaniku hingga akhir hayat Ku. tapi kenapa kau malah meninggalkanku lebih dulu. Mauren, semua orang membutuhkanmu. Andai bisa, aku rela menukar posisimu sekarang.
Aku tak akan kuat membesarkan anak kita sendirian Mauren. Kenapa kau tega!"ucap Henderson dengan nada penekanan dan menahan tangisnya.
Dia sungguh tak kuasa karena ditinggal istrinya secara mendadak seperti ini. Apalagi usia pernikahan mereka memang masih terbilang seumur jagung.
Henderson sempat menyesali, bahwa dia tak peka terhadap keadaan Mauren semasa hidup. Dia merutuki dirinya sendiri karena tidak mengetahui bahwa selama ini Mauren menyembunyikan penyakit itu sendirian.
Sementara itu, Ibu Anjani yang tengah terbaring di ranjang dengan ditemani oleh suster kedatangan suaminya. Pak Wijaya mengatakan bahwa Putri Mereka sudah pergi dipanggil Tuhan untuk kembali padanya.
Tangisnya histeris yang keluar dari bibir Ibu Anjani langsung memenuhi ruangan. Dengan susah payah, dan bahkan sempat terjatuh Ibu Anjani segera berlari keluar ruangan untuk melihat anaknya.
Pak Wijaya segera berlari menyusul istrinya yang masih terlihat lemah. Pria paruh baya itu, tak ingin Nanti istrinya akan jatuh pingsan lagi. Devano hanya bisa menutup mulutnya yang tak kuasa menahan tangis.
Adiknya yang selama ini sangat baik padanya sudah meninggalkan semua.
"Mauren! Mauren! Mauren! teriak Ibu Anjani dengan tangis dengan histeris yang akan memaksa masuk ke dalam ruang operasi.
Devano yang melihat mamanya berlari di lorong, langsung dengan sigap menghampiri dan menahan lengan Ibu Anjani yang hampir ambruk ke samping.
Mamanya yang terus saja menangis sesungguhkan. Ibu Anjani berusaha melepas pelukan Devano dan ingin masuk ke dalam ruang operasi. Hati seorang ibu mana yang tak akan sakit melihat putri yang sangat ia cintai telah pergi meninggalkannya secepat itu." Ibu Anjani merasa separuh hatinya ikut pergi di bawah oleh putrinya.
"Ma.... Mama, harus sabar dan kuat." ucap Devano mencoba menenangkan Ibu Anjani.
"Kau bilang apa? harus sabar dan kuat katamu? seorang ibu mana yang kuat bahwa mendapati anaknya meninggal dan terbujur kaku di dalam sana? Coba katakan Devano! hati ibu mana yang akan kuat!"bentak Ibu Anjani pada anak sulungnya itu.
Devano tak bisa menjawab bentakan mamanya lelaki itu sadar bahwa mamanya sedang dalam keadaan emosi yang tidak stabil.
Dengan kasar Ibu Anjani membuka pintu ruang operasi, dan terlihat Henderson sedang bersumpah di bawah ranjang. Ibu Anjani kembali meraung-raung dalam dekapan Devano. Devano menoleh ke arah Mama mertua dan kakak iparnya. lalu pandangan mata sembuhnya kembali menatap ke arah Mauren yang tak bergerak sama sekali.
"Sayang, kau lihat sendiri kan kita semua belum siap kehilanganmu. Mama kamu Apa kamu kakak kamu masih mengharapkan kamu kembali,"lirih Henderson dan kali ini pemuda itu bangkit berdiri lalu memeluk jasad istrinya kembali.
Ibu Anjani berusaha melepas pelukan Devano kembali, dan berjalan masuk ke dalam ruang operasi. Dengan langkah gontai wanita paruh baya itu menatap anak perempuannya yang sudah tidak bergerak sama sekali terbujur kaku di atas branker
Devano berjalan mengikuti mamanya, karena takut kalau wanita itu akan terkulai pingsan kembali.
Sedangkan Pak Wijaya berada di luar ruangan. Menguatkan hati dengan isakan tangis yang masih terdengar menyayat.
"Mauren ayo bangun nak, Kau tidak boleh pergi seperti ini, Kau bercanda kan, Nak? Mama mengaku kalah dalam candaan ini. bangun Nak. Kau tidak boleh meninggalkan mama."ucap Ibu Anjani dengan menggoyangkan tubuh putrinya Mauren yang sudah kaku.
"Henderson Coba katakan pada Mauren. Tolong suruh dia berhenti bermain seperti ini, Mama tidak mau ditinggal sama dia. Tolong katakan pada Mauren, Henderson!" ucap Ibu Anjani kembali menatap Hendarson dengan air mata yang mengalir deras di pipi.
Devano kembali mendekat mamanya agar lebih tenang. Pemuda itu juga sangat kehilangan Mauren. Namun, dia juga harus berusaha sangat keras untuk membuat mamanya mengikhlaskan adiknya pergi.
Pak Wijaya masuk ke dalam ruangan dan memberi isyarat pada Devano untuk mendekat ke arahnya. Devano melepas pelukan di tubuh ibu Anjani, dan berjalan menghampiri Pak Wijaya.
"Vano sebaiknya kau pulang sekarang, kau persiapkan untuk pemakaman adik Kamu. Mama Mu, biar Papa yang tenangkan." perintah Pak Wijaya.
"Iya Pa, balas Devano lalu berjalan keluar dan menghampiri istri dan memeluk istrinya.
Devano berpamitan kepada ibunya Carlota yang terlihat duduk dengan mata sembab. Wanita paruh baya itu juga sangat kehilangan menantunya. Nyonya Carlota memang sudah mengenal Mauren sejak hendarson dan Mauren masih menempuh pendidikan di kampus. Sampai akhirnya mereka bertunangan dan menikah.
Devano dan istrinya keluar dari area rumah sakit dan melajukan mobilnya kembali ke rumah. di dalam mobil tak ada percakapan sama sekali karena mereka masih sangat kehilangan sosok Adik manis yang selama ini mereka sayangi.
Sesampai di rumah, Devano dan istrinya bergegas mengabarkan beberapa kerabat dan saudara dekat mereka, bahwa Mauren telah tiada.
Bukan hal yang mudah bagi Devano untuk memberitahu kabar duka itu. Namun, beruntung ada istrinya yang terus menguatkan suaminya, istrinya juga mengabarkan pada kerabatnya tentang kematian adik iparnya.
Beberapa saat kemudian warga pun berbondong-bondong untuk membantu menyiapkan pemakaman Mauren.
Dilanjut beberapa saudara yang sudah banyak berdatangan. Devano mengatakan bahwa jasad adiknya masih berada di rumah sakit, dan akan segera dibawa pulang setelah diurus semua oleh keluarganya di sana.
Para kerabat memberikan bela sungkawa dan turut menenangkan Devano, dan juga istrinya yang saat ini menjadi terima tamu. Karena yang lain masih berada di rumah sakit.
Bersambung.....
hai hai redears dukung terus karya author agar outhor lebih semangat untuk berkarya trimakasih 🙏💓🙏
JANGAN LUPA TEKAN, FAVORIT, LIKE, COMMENT, VOTE, DAN HADIAHNYA YA TRIMAKASIH 🙏💓
JANGAN LUPA MAMPIR KE KARYA EMAK YANG LAIN
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
𝐵💞𝓇𝒶𝒽𝒶𝑒🎀
masih perlu perbaikan
2023-06-11
1