Beberapa hari setelah kepergian Mauren, semangat Henderson hilang begitu saja. Bahkan sampai sekarang pun dia masih belum masuk ke kantornya. Memang kantor itu miliknya sendiri. Namun, dia masih dalam keadaan berkabung.
Walaupun berkali-kali orang terdekatnya mengatakan agar Henderson lebih mengikhlaskan. Namun, memang Henderson itu masih suka termenung memikirkan istrinya.
Hingga Tuan Samera kembali mengambil alih kendali perusahaan yang selama ini dipercayakannya kepada Henderson, Selama Henderson masih dirundung duka.
Seperti saat ini, terlihat Henderson sedang duduk di sofa di dalam kamarnya yang menghadap ke arah balkon. Tangan Henderson memegang foto Mauren yang di bingkai.
Henderson mengusap foto Mauren dan tak terasa air matanya kembali menetes. Di luar kamar terdengar suara tangisan putrinya yang begitu kencang. Namun, Henderson masih sibuk dengan lamunannya hingga tak mempedulikan anak kandungnya sendiri.
Henderson memejamkan mata dan menyandarkan tubuhnya di. Dalam keheningan, sayup-sayup dia mendengar ada yang memanggil namanya berulang kali.
Semakin lama semakin jelas panggilan itu. terdengar ada bisikan di sisi kanan Henderson, dari gadis cantik yang memakai pakaian putih bersih. Kecantikan gadis itu sampai membuat Henderson mengerjap berulang kali.
"Sayang...." bisik Gadis itu dari sisi kanan
"Mauren!"pekik Henderson kaget, tapi Gadis itu hanya tersenyum.
"Sayang, jangan seperti ini, relakan aku pergi dalam damai. Teruskan hidupmu demi putri cantik kita. Dia Putri kita." ucapnya dengan mendekatkan diri ke arah Henderson.
"Kau mau kemana Mauren?" tanya Henderson.
"Aku akan selalu ada di hatimu, Aku tidak akan pergi dari hatimu. Jika kau rindu padaku, doakan aku dan datang ke rumahku yang baru. Jangan menangis lagi, karena akan membuatku semakin sakit. Kau harus berjanji untuk menjaga anak kita.
"Aku tak bisa hidup tanpa kau. Aku membutuhkanmu, bukankah dulu kau janji akan menjaga anak kita bersama-sama." ucap Henderson.
"Sayang...., manusia hanya bisa berencana. Tapi Tuhan yang mempunyai kuasa untuk seluruh alam semesta. Aku tetap di sini, di hatimu. Aku akan menjagamu dan anak kita dari kejauhan, suatu saat kita pasti akan berkumpul lagi. Kita akan bertemu lagi, aku pamit." ucapnya lembut dan mengecup pipi Hendarson dengan perlahan lalu dengan sekejap ia hilang.
"Mauren....! teriak Henderson yang tersadar dan membuka matanya. Pria itu melihat ke arah dadanya, dan menemukan bingkai foto Mauren yang sejak tadi dia pegang berada dalam dekapannya. Henderson menghembuskan nafas perlahan, lalu mengerjapkan matanya berulang kali.
Saat Hendarson memekikkan nama Mauren, saat itu juga anak bayi mereka tengah menangis di luar kamar. Bayi yang memang belum sempat diberi nama itu, tangisnya memenuhi segala penjuru rumah.
Henderson menajamkan pendengarannya dan memejamkan mata kembali.
Sekali lagi Henderson menatap ke arah bingkai yang di dalamnya ada foto Mauren dengan pose yang terlihat sangat cantik di matanya.
"Lihatlah sayang, anak kita membutuhkanmu."gumam Henderson.
Pria itu, lantas bangkit dari duduknya dan mengembalikan bingkai foto Mauren di tempatnya semula. lalu Henderson berjalan keluar pintu dan keluar kamar terlihat nyonya Carlota yang sedang kewalahan untuk menenangkan bayi yang menangis itu. Nyonya Carlota memang sedang berada di sana. Karena wanita paruh baya itu rindu dengan cucu satu-satunya.
Ibu Anjani memang tak terlihat. Karena kondisinya masih lemah dan tak memungkinkan untuk menggendong bayi. Sedangkan Pak Wijaya dan Devano sudah berpamitan untuk ke kantor lebih dulu.
Henderson berjalan menghampiri mama dan kakak iparnya. Nyonya terlihat menggoyang-goyangkan badan, agar cucunya berhenti menangis. Juga dengan istri Devano yang tadi sempat mencoba memberikan susu pada bayi itu. Namun, tetap saja tak membuat dia menghentikan tangisnya.
"Eh, sayang....., Mama ke sini karena rindu sama cucu Mama ini." jawabnya Nyonya Carlota. Dan Henderson hanya mengangguk, lalu meneruskan langkahnya mendekat ke arah Nyonya Carlota Dan juga kakak iparnya.
"Boleh aku menggendong ya, Ma?"pinta Henderson pada nyonya Carlota yang seketika membuat wanita paruh baya itu memandang ke arah istri dari Devano. Dia tak menyangka bahwa Henderson akhirnya mau menggendong anak bayinya, Karena setelah bepergian Mauren pemuda itu seperti kehilangan semangat. Istri Devano menganggukkan kepala ke arah Nyonya Carlota seolah menyetujuinya.
"Tentu sayang, ini anakmu. Ini buah hatimu gendong lah." ucap Nyonya Carlota seraya memberikan bayi yang masih menangis itu ke dalam dekapan Henderson.
Bayi yang masih merah itu yang semula menangis dengan keras. Namun, saat berada di dalam dekapan Henderson langsung menghentikan tangisnya. Ikatan batin seorang ayah dan anak itu sangatlah kuat. Membuat nyonya carlota dan istri Devano yang berada di sana terharu, hingga sudut matanya terlihat basah.
"Aku bawa dia ke kamar dulu, ya." pamit Henderson selalu melangkah menjauhi nyonya Carlota dan istri Devano dan memasuki kamar
"Syukurlah." gumam Nyonya Carlota tersenyum ke arah istri Devano, yang juga menyinggung Kan senyum dengan mengusap sudut matanya.
Henderson berjalan perlahan membawa putrinya ke dalam kamar. Sementara istri Devano dan nyonya Carlota tampak berpandangan, karena memang baru hari ini Hendarson bersikap demikian.
Biasanya pemuda itu terlihat tampak frustrasi karena ditinggal istrinya lebih dulu. Nyonya Carlota berniat berpamitan karena sudah cukup melihat anak dan cucunya.
"Tante pamit dulu ya," pamit Nyonya carlota pada menantu dari ibu Anjani.
"Kenapa buru-buru? di sini saja dulu." sahut istri Devano.
"Tante ke sini tadi memang tujuannya hanya memastikan anak dan cucu Tante sudah baik-baik saja. Dan kau lihat sendiri kan Henderson sudah mau menggendong anaknya itu, adalah hal yang luar biasa." papar. Nyonya Carlota dengan mata berkaca-kaca.
"Tapi jujur Tan, Sebenarnya aku lebih bahagia tante saring berkunjung kesini."
"Kenapa?"
"Karena aku mempunyai teman untuk berkeluh kesah bercerita. Suamiku kerja sering pulang malam, jadi kurang ada waktu." ucap istri Devano menundukkan kepala.
"Kau boleh main ke rumahku, kapan saja. silakan, pintu rumahku selalu terbuka untukmu."ucap nyonya Carlota
Sementara di kamar, Henderson meletakkan anaknya di atas ranjang besar milik ya. Lelaki itu memandang setiap lekuk wajah mungil anaknya.
Hingga tanpa terasa tetesan air mata itu kembali hadir, tanpa bisa dicegah melewati pipi Henderson.
Lelaki itu mengingat setiap momen romantis dengan mendiang istrinya. Henderson mengusap pelan anaknya, yang bahkan belum diberi nama. Bayi yang langsung terdiam ketika menangis saat berada dalam dekapannya. Seolah-olah bayi itu dapat merasakan ikatan batin yang sangat kuat Dengan ayahnya.
"Andai kau masih hidup, pasti kamar ini lebih terasa hidup jika ada suaramu sayang. lihatlah anak kita sangat cantik." gumam Henderson sambil memejamkan mata merasakan kerinduan kembali pada Mauren.
Beberapa detik kemudian Henderson membuka matanya dan memandang kembali kearah sang bayi, karena bayi yang terlihat menggeliat.
Mata lelaki itu, melirik sebuah surat yang tergeletak di atas nakas. Surat yang beberapa hari lalu diberikan oleh dokter Gibran Dengan mengatakan surat itu adalah surat terakhir dari Mauren.
Henderson bangkit Dari ranjang, lalu berjalan ke arah nakas. Tangan pemuda itu terjulur untuk mengambil amplop itu. Kemudian Henderson duduk di tepi ranjang, dan tepat di samping anaknya berbaring.
Bersambung.....
hai hai redears dukung terus karya author agar outhor lebih semangat untuk berkarya trimakasih 🙏💓🙏
JANGAN LUPA TEKAN, FAVORIT, LIKE, COMMENT, VOTE, DAN HADIAHNYA YA TRIMAKASIH 🙏💓
JANGAN LUPA MAMPIR KE KARYA EMAK YANG LAIN
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments