Matahari terbit timur. Cahaya keemasannya masuk ke dalam celah-celah jendela kamar seorang pria. Angkasa semalam tidur di kamar tamu. Dia tidak tidur di kamarnya, karena ada Cika di sana. Terlebih lagi pria itu terlalu malu untuk sekedar berhadapan dengan istrinya itu.
Dia tidak mau kalau sampai gadis itu tahu tentang dirinya yang semalaman tak bisa tidur, karena terus terbayang tubuh polos Cika.
Perlahan pemilik netra hitam itu membuka matanya. Dia menyipit karena cahaya keemasan menerobos masuk dan membuat dirinya silau. Dia bangkit duduk di tepi ranjang lalu meregangkan otot-otot tubuhnya. Nyawa belum terkumpul membuat Angkasa seperti anak kecil yang baru saja bangun tidur.
Wajah bantal pria itu terlihat sangat tampan dan menggemaskan saat baru bangun tidur.
"Bibi … jam berapa sekarang?" tanya Angkasa dengan suara parau seraya bersandar di tepi ranjang. Matanya ia tutup kembali karena rasa kantuk itu masih ada dan matanya berat untuk terbuka.
"Jam 06:35 WIB, Sayang."
Mendengar kata sayang membuat Angkasa membuka matanya lebar-lebar. Dirinya terkejut saat melihat Cika sudah duduk di hadapannya. Ternyata yang membuka gorden jendela nya adalah sang istri.
"Hei?! Kenapa kamu ada di sini juga?" tanya Angkasa terkejut dengan nada yang cukup tinggi. Namun, menggemaskan dan seksi karena ada serak khas bangun tidur.
Cup.
Bukannya menjawab, Cika malah mencium sudut bibir Angkasa membuat pria itu terkejut bukan main.
Dia menelan ludahnya kasar, saat bibir Cika menyatu dengan bibirnya Handa sesat. Di pagi hari dia telah mendapatkan sebuah ciuman dari sang istri.
Seperti di drama romantis saja.
"Morning kiss," ujar Cika seraya tersenyum manis. Gadis muda itu membelai pipi suaminya. Dia menyingkirkan anak rambut yang menghalangi wajah sang suami.
Rambut Angkasa memang lumayan panjang. Namun, tetap rapi dan bagus.
Berbeda dengan Angkasa yang belum mandi. Cika sudah rapi dengan seragam putihnya.
Tampaknya gadis muda itu sebentar lagi akan berangkat ke rumah sakit. Cika tampak anggun dengan seragamnya.
Angkasa dengan cepat tersadar. Dia berdehem pelan guna menormalkan detak jantungnya. Wajah pria itu memerah seperti kepiting rebus.
Dia teramat malu sebenarnya. Akan tetapi, dia tahan. Terlebih lagi di lagi hari adik kecilnya sangat mudah bangun.
"Ngapain kamu di sini? Apa belum puas menguasai kamarku sendirian? Atau kamu mau menguasai kamar ini juga?" tanya Angkasa dengan nada sinis membuat Cika mengerucutkan bibirnya.
"Ck … mulut kakak pedas banget. Kayak bon cabe level 5, tapi kalau dicium kok bisa manis sih. Heran akunya," celetuk Cika dengan raut wajah polos membuat jantung Angkasa kembali bergetar.
Sungguh dia tidak sanggup berlama-lama dekat dengan Cika. Setiap pujian yang diberikan gadis ini sangatlah bermakna.
Tidak bagus untuk jantung, hati dan adik kecilnya. Angkasa buru-buru memasang wajah dinginnya. Cika tidak boleh tahu kalau Angkasa sebenarnya tipikal cowok baperan.
"Cih … masih kecil sudah mesum. Mana kamu dokter lagi? Aku penasaran … apa jangan-jangan kamu juga gini sama pasien laki-laki kamu. Sukanya kasih morning kiss," tebak Angkasa berusaha mengalihkan obrolan.
Cika yang mendengarnya terkejut bukan main. Dia langsung memukul pelan lengan sang suami. Dia memelototi Angkasa dengan mata bulatnya.
"Jangan aneh-aneh, ah … aku tidak mesuk seperti yang kakak bilang. Asal kakak tahu … kakak satu-satunya laki-laki yang mengambil ciuman pertamaku. Emang kakak?"
Cika mengomel seperti ibu-ibu saja. Tanpa sadar Angkasa menarik sudut bibirnya tipis, berbicara tentang ciuman pertama. Pria itu teringat cinta pertamanya dan dia telah berciuman dengan cinta pertamanya.
"Kamu gadis kedua ku. Karena yang pertama kali ku cium itu Aarin, sahabat kamu," ujar Angkasa jujur membuat wajah Cika berubah muram.
Mata gadis itu berkaca-kaca. Dia segera membuang wajahnya ke arah lain. Aarin adalah cinta pertama Angkasa, sekaligus sahabat baik Cika sampai saat ini.
Hanya saja Aarin telah menikah dan punya anak sekarang.
Cika bisa bersaing dengan gadis manapun, tetapi tidak bisa bersaing dengan Aarin.
Aarin terlalu sempurna, dia baik, pintar, kaya raya dan tentunya sangat cantik. Fia adalah primadona sekolah dulu.
"Aku berangkat kerja dulu. Jangan lupa sarapan!" Cika mencium punggung tangan suaminya lalu segera beranjak pergi dari sana dengan langkah yang sangat cepat.
Dia tidak mau berlama-lama lagi, karena air matanya nyaris turun. Dada Cika terlalu sakit bila membahas tentang Aarin – sosok sempurna yang sangat sulit dikejar oleh Cika.
"Ternyata kak Angkasa masih cinta sama Aarin," gumamnya sakit hati.
Angkasa merasa aneh. Dia melihat punggung tangan nya yang dicium oleh Cika. Terasa hangat di dalam hatinya, karena sekarang ada yang peduli padamu.
Dia belum sadar kalau ternyata Cika sedang marah dan patah hati.
"Ternyata gini ya, kalau punya istri," gumam Angkasa pelan seraya tersenyum lebar.
Ahh … pria itu terlalu gengsi mengakui perasaannya. Kalau dia senang menikah dengan Cika — gadis baik yang merawatnya di rumah sakit.
*
*
"Tidak punya otak kamu?! Saya sudah menunggu kamu sedari tadi, kamu baru datang sekarang. Lihat nih … Pampers saya sudah penuh! Ingat yah! Rumah sakit ini milik saya … kamu makan gaji dari saya!" bentak wanita tua yang terbaring di atas brankar.
Beliau adalah Sri Wahyuni – pemilik rumah sakit tempat Cika bekerja. Mulutnya memang sangat pedas, manja dan sangat menyebalkan.
Semua dokter pasti akan malas berhadapan dengan beliau. Hanya saja mereka terpaksa diam saja karena Sri Wahyuni yang punya rumah sakit.
Malam ini merupakan jadwal sahabat Cika yang mengganti selang infus Sri Wahyuni. Tapi, wanita yang baru saja punya anak itu harus cepat pulang karena anaknya sedang demam.
Jadi, Cika menggantikan tugas sahabat nya itu. Hanya saja Cika terlambat masuk ke ruangan Sri Wahyuni karena sebelumnya ada bayi sesak di ruang NICU, kebetulan Cika lewat dan dia langsung menolong bayi itu.
"Maaf, Bu. Tadi saya –,"
"Halah … banyak alasan kamu. Dari fakultas mana kamu, huh?" tanya Sri Wahyuni angkuh.
Perasaan Cika sudah tak enak. Dia di sana masih dalam keadaan magang.
"Fakultas Nusa Bangsa, Bu," jawab Cika gugup.
Wanita itu langsung menghubungi direktur rumah sakit.
"Halo, Boy! Mulai tahun depan jangan terima lagi murid magang dari fakultas Nusa Bangsa. Saya tidak suka dengan etika salah satu dokter magang dari fakultas itu. Sangat tidak disiplin. Sekalian panggil suster ke ruangan saya untuk bantu saya ganti Pampers dan selang infus saya! Udah gatal-gatal ini kulit saya karena jarum nya belum di ganti."
Dunia Cika seperti runtuh seketika. Fakultas Nusa Bangsa bukanlah fakultas para bangsawan modern. Rata-rata mahasiswa nya berasal dari keluarga miskin seperti nya.
Namun, kepintaran murid di sana memang layak diapresiasi. Sehingga mudah masuk ke rumah sakit mewah manapun.
"Jangan, Bu. Ini salah saya … bukan salah fakultas saya. Anda bisa menghukum saya, tapi tolong tetap terima calon dokter magang dari fakultas Nusa Bangsa. Sebenarnya tadi saya habis menolong bayi yang sesak, Bu. Tolong pertimbangkan lagi!" Cika berlutut di depan wanita tua itu.
Jadwal magangnya cuma tinggal beberapa hari lagi. Setelah itu sudah beres. Dia bisa melanjutkan kuliahnya yang hanya sebentar lagi dan kemudian bisa melamar kerja ke rumah sakit.
"Tidak-tidak … keluar kamu dari sini. Muak saya lihat calon dokter yang punya privilege miskin seperti mu!" usir Sri Wahyuni kejam membuat Cika menutup mulutnya menahan tangisnya.
*
*
Guys, banyakin komentar nya dong biar author semangat. Jangan lupa kopi nya juga yah 😘🥺🙏🌹
Bersambung.
Jangan lupa like coment vote dan beri rating 5 yah kakak 🥰🥰
Salem Aneuk Nanggroe Aceh ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 18 Episodes
Comments
💥💚 Sany ❤💕
Kasian Cika. Di rumah punya suami bermulut pedes, Eee...di RS pun lebih. Napa dunia serasa gak da tempat buat si Miskin.
2023-07-10
0
💥💚 Sany ❤💕
Angkuh banget tu orang. Mentang2 dia yg punya RS. Moga ja kamu nyesel n suatu saat butuh bantuan Cika.
Kena karma baru tau rasa.
2023-07-10
0
Yunia Afida
nenek bukanya tobat malah semakin jadi cerewet nya dapat karma kapok lo
2023-06-07
0