Angkasa mengacak-ngacak rambutnya kasar. Sungguh dia sangat muak dengan apa yang dilakukan oleh orang tuanya. Selalu saja berdebat tentang hal yang tidak penting menurut Angkasa. Masalah kecil bisa menjadi besar.
Itulah mengapa Angkasa sangat malas berurusan dengan kedua orang tuanya. Mereka terlalu egois untuk menjadi orang tua.
Sama sekali tidak bertanggung jawab karena telah membuat Angkasa ada di dunia yang kejam ini.
"Kalau kalian sudah tidak cinta lagi, alangkah baiknya kalian berdua bercerai saja!" teriak Angkasa murka. Dia merasa sangat marah pada kedua orang tuanya. Mereka bisa seenaknya berada di rumah Angkasa lalu membuat keributan di sini.
Padahal pria itu baru saja pulang dari rumah sakit. Dia butuh waktu untuk mengistirahatkan tubuh dan otaknya. Biar hati pulang ke rumah ingin Istirahat, nyatanya tidak bisa.
Wajah Lena – ibu Angkasa memerah padam mendengar teriakan putranya. Begitupun dengan Herman – ayah Angkasa. Dia merasa anaknya telah kurang ajar.
"Angkasa?! Jangan kurang ajar kamu, ya?!" teriak Herman murka membuat Angkasa memutar bola matanya malas.
"Papa yang lebih dulu kurang ajar, datang-datang ke rumahku hanya untuk membuat keributan. Aku tuh capek! Pulang ke rumah untuk istirahat. Lihat ini!"
Angkasa menunjukkan lengannya yang terdapat plaster guna menutupi bekas jarum suntik.
"Aku baru keluar dari rumah sakit! Aku hampir mati karena kecelakaan. Tapi, kalian berdua tidak sekalipun datang untuk menjengukku!" sentak Angkasa dengan nada keras.
Dia sudah muak berhadapan dengan keduanya. Sebenarnya Angkasa tidak mau memperlihatkan kelemahannya pada sang ayah. Dia ingin terlihat baik-baik saja. Namun, mereka berdua telah kelewatan membuat keributan di rumah Angkasa.
Wajah Herman dan Lena berubah datar.
"Salahmu sendiri kenapa bawa motor kebut-kebutan!" tukas Herman tanpa berdosa membuat wajah Angkasa berubah dingin.
Pria itu tersenyum getir. Memangnya apa yang harus dia harapkan dari keduanya. Sedari dulu mereka tidak pernah peduli tentang Angkasa. Apapun masalahnya ya Angkasa masalahnya.
"Terserahlah … aku capek. Mau istirahat! Kalau kalian ingin melanjutkan bertengkar, silahkan saja. Kalau mau bunuh-bunuhan juga bisa. Ambil pisaunya di dapur!" jawab Angkasa datar menutupi rasa kecewanya.
Dia mengira hatinya telah mati untuk kedua orang tuanya. Nyatanya tidak, dia sangat sulit untuk bersikap mati rasa. Pasti ada secuil harapan yang tersisa untuk orang tuanya.
Saat Angkasa menyentuh gagang pintunya. Lena kembali bersuara membuat tubuh Angkasa tersentak mendengar ucapan sang ibu.
"Kami datang kesini untuk mengatakan kalau kamu berdua sudah bercerai. Tinggal tunggu surat pengadilan saja! Lalu sehabis masa Iddah mama bakal nikah lagi dengan Om Roy."
"Papa juga akan menikah lagi dengan Tante Laura," imbuh Herman datar membuat Angkasa tersenyum tipis.
Orang tuanya memang sangat gila. Anak baru saja sembuh dan pulang dari rumah sakit, bukannya dikhawatirkan atau dirawat, malah disakiti mentalnya dengan berita perceraian dan pernikahan mereka.
"Baguslah, setidaknya aku lebih tenang, karena tidak mendengar kalian bertengkar lagi," ketus Angkasa tanpa menoleh ke belakang.
Saat dia ingin melangkah masuk ke dalam kamar. Sang ayah kembali berbicara, kali ini benar-benar memaksa Angkasa berbalik untuk menatap kedua manusia tak punya hati itu.
"Tapi, sebelum kami menikah, kamu yang akan menikah lebih dulu. Agar ada yang mengurus kamu nantinya!" tegas Herman tanpa rasa bersalah telah membuat anaknya terkejut.
Angkasa menatap tajam kedua orang tuanya. Dia benar-benar tak menyangka kalau orang tuanya segila ini. Bagaimana mungkin dia menikah secepat ini? Sedangkan, berpikiran untuk menikah saja tidak pernah.
Angkasa sama dengan anak broken home lainnya. Takut akan pernikahan, takut mengulang kisah orang tua mereka.
"Bagaimana bisa kalian seenaknya menyuruhku untuk menikah. Sedangkan selama ini saja aku tidak pernah punya angan-angan menikah, karena tidak ingin seperti kalian!" sarkas Angkasa dengan raut wajah marah.
Pria itu tidak dapat lagi menahan diri untuk tidak marah. Mereka benar-benar gila dan egois. Memutuskan sesuatu yang besar untuk Angkasa tanpa meminta persetujuan Angkasa.
"Kami tidak terima penolakan. Kamu harus menikah dengan pilihan, Mama! Bersiap-siaplah, besok malam kita akan dinner untuk terakhir kalinya sebagai keluarga utuh bersama calon istrimu! Karena setelahnya, kami akan melanjutkan aktivitas kami masing-masing," tandas Lena tanpa perasaan.
Angkasa menggelengkan kepalanya tak percaya. Dia tertawa hambar mendengar ucapan orang tuanya.
"Ha ha … kalian berdua memang orang tua durhaka! Cepatlah mati agar dosa kalian tidak bertambah banyak!"
Setelah mengatakan itu Angkasa langsung menutup pintu kamarnya dengan sangat kasar.
Lena dan Herman saling pandang hanya sesaat. Setelahnya mereka berdua langsung membuang wajah ke lain arah.
"Anakmu itu!"
"Jangan lupakan fakta kalau dia ada karena benihmu, Tuan Herman yang terhormat!"
Keduanya pun beranjak keluar dari rumah itu setelah membuat kekacauan di rumah Angkasa.
*
*
Angkasa tidak bisa kabur dari masalah yang diciptakan oleh kedua orang tuanya. Menolak pernikahan sama saja dengan menambah masalah baru. Kedua orang tuanya adalah pembuat onar dalam hidup Angkasa.
Selama orang tuanya ada di dekatnya, Angkasa tidak pernah bisa tenang. Mereka sangat suka membuat hari-hari Angkasa berubah kelam.
"Kenapa gadis pilihanmu itu terlambat datang?" tanya Herman dengan nada kesal.
Lena menghela nafas berat. Dia melihat jam tangan yang melingkar di lengannya. Gadis itu terlambat datang, sudah sepuluh menit berlalu, akan tetapi, tak juga membuat gadis itu menampakkan batang hidungnya.
"Tunggu sebentar lagi. Mungkin dia terjebak macet," balas Lena datar tak ingin memulai perdebatan.
Angkasa memilih bermain game. Dia tidak ingin memperdulikan kedua orang tuanya. Dalam hati dia berdoa semoga gadis itu tidak bisa datang atau memilih mundur dalam pernikahan dadakan ini.
"Aku berharap gadis itu terjebak macet sampai tahun depan," batin Angkasa berdoa yang buruk untuk calon istrinya.
Nyatanya doa Angkasa tidak terkabulkan, karena tak berselang lama kemudian terdengar suara pintu bergeser membuat mata mereka bertiga beralih menatap seorang gadis cantik masuk ke dalam private room.
"Maaf atas keterlambatan saya. Tadi, ada pasien darurat yang harus saya tangani," ujarnya lembut diselingi senyuman ramah terpasang di wajah oval nya.
Tubuh Angkasa termangu menatap gadis cantik di hadapannya. Dia mengenal betul siapa gadis yang berada di hadapannya.
"Cika," gumamnya pelan terdengar oleh Lena.
"Tidak apa-apa, Sayang. Ayo, silahkan duduk! Makanan kesukaan mu sudah mama pesan."
Lena bersikap baik pada Cika. Ya, seperti tebakan kalian, kalau Lena adalah wanita yang melihat Cika dan Angkasa di rumah sakit tempo lalu.
Wanita paruh baya itu melihat Angkasa tampak bahagia bersama Cika. Meski keduanya saat itu terlibat pertengkaran kecil.
Sering dia bisa melihat Angkasa memasang ekspresi lain yang tentunya tak pernah diperlihatkan padanya.
Cika tersenyum manis. Dia segera bergabung dengan Lena, Angkasa dan Herman.
"Sepertinya kalian tidak perlu kenalan lagi, Angkasa sayang … Cika adalah calon istrimu," ucap Lena bagaikan petir di siang bolong menyambar kesadaran Angkasa.
*
*
Bersambung.
Jangan lupa like coment vote dan beri rating 5 yah kakak 🥰🥰
Salem Aneuk Nanggroe Aceh ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 18 Episodes
Comments
💥💚 Sany ❤💕
Impianmu bentar lagi jadi nyata Cika 😁😁😁.
2023-07-10
0
💥💚 Sany ❤💕
Ada ya Ortu macam tu. Kasian yg jadi anaknya.
Moga hidupmu bahagia bersama Cika.
2023-07-10
1
Yunika Syaki
lanjut kaaa.....
2023-06-03
1