"Apa yang akan kalian lakukan? Cepat minggir! Jangan berbuat nekat anak muda! Uang bisa dicari! Lebih baik kalian selamatkan diri kalian sendiri! Api sudah besar! Aku yakin tidak ada yang bisa diselamatkan!" Seorang petugas kebakaran mendekati Zack, Kay dan Mely. Dia seperti menegur supaya tiga orang itu tidak berbuat nekat.
"Tapi, di dalam masih ada orang, Pak! Dua orang di dalam sana!" Mely berseru lantang. Supaya petugas pemadam kebakaran itu mendengarnya.
"Yang benar? Apa mereka teman kalian? Tapi, ini mustahil! Api sudah membesar!" balas petugas kebakaran itu.
"Ya Tuhan!" Mely mendesah. Ia khawatir bukan main pada Eliot dan Selena.
Ketiga orang itu tak lagi mampu berbuat apa-apa. Namun, selang beberapa waktu kemudian, Kay hendak bersiap untuk menerobos api itu.
"Tunggu! Pak! Lihat itu! Ada yang keluar dari dalam!" Seorang warga yang tidak dikenal itu menunjuk pada kobaran api.
Benar saja. Tak lama kemudian terlihat siluet tubuh manusia menerobos asap pekat yang menggumpal. Itu Eliot! Tiga orang yang sedang menantikan Eliot itupun berlari dan menyambut keselamatan Eliot.
"Jangan banyak berbicara! Ayo, antar aku ke rumah sakit!" Eliot menggendong Selena.
Mely menganggukkan kepala. Hanya mobil miliknya yang berada tepat di dekat mereka berkumpul. Akhirnya mereka semua membawa Selena masuk ke dalam mobil.
"Biar aku yang menyetir, Nona Mely. Kau selalu saja gugup ketika dalam masalah," tawar Zack.
"Oke." Mely menjawab dengan cepat.
Setelahnya mobil melaju meninggalkan tempat itu. Zack berkonsentrasi membawa mobil. Eliot terus bergumam sambil menepuk pipi Selena. Sedangkan Mely, wanita itu berdo'a supaya Selena bisa selamat.
Selang 30 menit, mereka semua tiba di rumah sakit. Eliot meminta pelayanan terbaik untuk Selena. Mereka semua dengan gugup menunggu dokter keluar dari ruang UGD.
"Tuan Eliot, bukankah kau sebaiknya kau juga memeriksakan diri?" Mely menunjuk luka bakar di lengan Eliot sambil meringis.
"Meski luka itu tidak besar, tapi kau harus memeriksakannya. Takutnya itu berujung infeksi," ucap Mely menambahkan.
"Benar, Eliot. Kami yang akan menunggu Berto di sini," pungkas Zack.
"Aku tidak bisa meninggalkan gadis ini. Bisa-bisa Zack ataupun Kay mengambil kesempatan. Seandainya aku bisa mengusir mereka bertiga… ah, benar." Eliot membatin sambil terus berpikir.
"Zack, Kay. Aku boleh minta tolong? Coba selidiki apa yang terjadi pada club milikku. Sepertinya ini aneh. Karena tempat itu masih sempat beroperasi dan kita semua baik-baik saja. Bagaimana kalau kalian berdua mencari tahu tentang hal ini?" Eliot memelas. Ia benar-benar berniat mengusir Zack dan Kay.
"Benar, apa yang dikatakan Tuan Eliot. Berto sebelumnya menelponku. Karena dia melihat ada dua orang yang mencurigakan. Berto bilang, mereka seperti memiliki niat jahat," kata Mely.
"Apa? Berto menghubungimu, Nona Mely?" tanya Eliot tidak percaya.
"El, kalian berada di tempat terpisah? Mengapa Berto tahu dan kau tidak tahu?" Kay bertanya dengan ekspresi bingungnya.
"Kau pikir aku bersamanya? Dia kan bekerja dan aku istirahat! Siapa tahu akan terjadi hal seperti ini?" Eliot meninggikan suaranya. Ia kesal lantaran Kay berbicara seenaknya.
Kay maupun Zack terdiam. Mereka berdua sebenarnya enggan untuk meninggalkan Selena. Sebab, mereka mengetahui jika Berto merupakan seorang gadis.
"Hei! Kenapa kalian berdua malah bengong? Tuan Eliot meminta kalian berdua untuk mencari tahu. Coba selidiki kamera CCTV yang tersisa di sana. Aku punya kenalan kalau masalah itu." Tiba-tiba saja Mely bersuara. Memecah keheningan yang terjadi di antara tiga laki-laki itu.
"Nona Mely, bisakah kau membimbing dua temanku ini untuk menyelidiki apa yang terjadi di club? Masalah Berto, aku akan mendampinginya. Sekaligus, aku memeriksakan luka di lenganku," desak Eliot.
Pada akhirnya tiga orang itu beranjak pergi. Barulah Eliot bernapas lega. Dia juga seolah enggan untuk berhadapan dengan Kay dan juga Zack. Kemudian, dia pun bergegas mencari dokter lain agar mengobati lukanya.
Entah sudah berapa lama Selena mendapatkan perawatannya. Selena kini sudah dipindahkan menuju ke ruang rawat. Eliot sudah menyelesaikan administrasinya dan juga Selena. Eliot meminta kamar VVIP untuk Selena. Sebab, Eliot tidak ingin identitas Selena terbongkar begitu saja.
Laki-laki itu terus memandangi wajah Selena yang masih tidak sadarkan diri. Senyuman tipis tersemat di bibir Eliot. Laki-laki itu sudah mendapatkan perawatan. Lengannya yang terluka itu kini sudah diperban.
"Kau benar-benar cantik. Tapi, mengapa kau berani mengambil resiko bekerja di club malam tempatku? Dari kartu identitas yang aku temukan, kau bernama Selena? Nama yang indah. Seindah kau saat ini. Tampan dan cantik secara bersamaan." Eliot tiada hentinya memandangi wajah Selena.
Tak lama kemudian, laki-laki itu juga merasa lelah. Eliot pun berjalan menuju ke ranjangnya. Ruangan khusus yang dimaksud Eliot adalah di mana dia dan Selena berada di satu ruangan.
Keesokan harinya, suasana di ruangan itu tampak sejuk. Sinar mentari menelusup masuk ke dalam celah-celah jendela. Mengusik ketenangan seorang gadis yang baru saja membuka kedua matanya.
"Aku di mana?" tanya gadis itu dengan lemah.
Ia mengedarkan pandangan mata ke sekelilingnya. Sadar bahwa kini ia berada di ruangan yang bercat putih, Selena segera bangun. Ia kini memposisikan dirinya duduk di ranjang pesakitan. Kepalanya terasa berputar-putar. Kedua tangannya pun memegangi kepalanya.
"Aduh! Kepalaku sakit!" Selena mendesis.
Gadis itu memegangi kepalanya sambil terus mengamati keadaan sekitarnya. Perlahan ia sadar bahwa ia tidak sendirian di tempat itu. Selena melihat ada ranjang kesakitan lain yang juga terdapat seorang pasien.
Gadis itu menjulurkan lehernya. Ia ingin melihat Siapa yang berada satu ruangan dengannya. Kedua mata Selena melebar tatkala ia melihat Eliot berada di sana.
"Bukankah itu Tuan Elliot?" Selena mematung sejenak.
Tak lama kemudian ia sadar bahwa rambut panjangnya sudah terlepas dan kini tergerai. Tangan Selena menyentuh rambut panjangnya. Dengan jantung yang berdebar Selena mulai menebak situasi yang sedang terjadi.
"Jangan-jangan Tuan Eliot sudah tahu kalau aku bukan Berto!" Selena memejamkan kedua matanya.
Gadis itu membayangkan Eliot akan memberinya hukuman. Lebih parahnya lagi Eliot akan mengungkit tentang barang yang pernah dipecahkan oleh Selena.
"Kau sudah sadar?" Eliot buru-buru turun dari atas ranjangnya.
Laki-laki itu berjalan tergesa-gesa mendekati ranjang kesakitan Selena. Melihat Selena sudah terbangun Eliot pun memanggil dokter. Ia memencet tombol darurat untuk memanggil bantuan. Di tengah-tengah itulah Selena terus mengawasi Eliot.
"Tuan?" Selena memanggil Eliot.
Gadis itu menunggu jawaban dari Eliot. Namun Eliot tampak sangat panik. Membuat Selena tidak mampu berbuat banyak. Ia sendiri bingung dengan tingkah Eliot yang dinilainya berlebihan.
"Apakah Tuan Eliot tidak mau mendengarkan aku karena dia marah besar?" Selena membatin dalam hati.
Tak lama kemudian seorang dokter memasuki ruangan VVIP itu. Dengan cepat ia memeriksa Selena. Eliot bernapas lega karena Selena tidak mendapatkan luka yang serius. Hanya beberapa luka lecet atau luka lebam yang disebabkan benda tumpul.
Eliot menebak, jika luka lebam itu Selena dapatkan dari saat Selena terjatuh yang mungkin saja terbentur sesuatu. Kini, dokter telah pergi. Ia meninggalkan Selena dan Eliot di ruangan itu.
"Tuan?" Selena mencoba untuk memberanikan diri. Gadis itu melirik takut-takut ke arah Eliot.
"Apakah kau baik-baik saja, Selena? Benar bukan itu nama aslimu?" Eliot menodong Selena tanpa basa-basi. Membuat tubuh Selena membeku seketika.
"Ya Tuhan! Dia benar tahu namaku!" Selena membatin bingung.
Lantas, akankah Selena akan mengakui identitas aslinya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments