Entah berapa lama Selena memijat bahu Eliot. Gadis itu sudah lelah. Lebih baik mencuci piring daripada Selena harus berkutat dengan Eliot.
"Ya Tuhan! Sudah hampir 30 menit aku terus memijatnya! Apakah Tuan Eliot sengaja? Ya ampun, pasti Romi mencariku. Padahal jam segini sedang ramai." Selena membatin seraya matanya menatap jam di dinding.
"Tuan Eliot, maafkan saya apabila saya lancang. Tapi, Romi pasti kewalahan berada di depan sana. Jam segini biasanya sangat ramai, Tuan Eliot." Selena memberanikan diri untuk berbicara. Gadis itu meringis. Ia sudah mencapai batas di mana memijat bahu Eliot.
"Kurang kencang! Kenapa kau lemah sekali sebagai laki-laki? Jangan banyak alasan! Di depan sana aku memiliki banyak pelayan! Ingat, kau sudah memecahkan barang dengan nilai fantastis! Lebih keras lagi, Berto! Kau bukan perempuan!" Di luar dugaan. Eliot justru membentak Selena.
Tentu saja Selena terkesiap kaget. Selain bentakan Eliot yang lantang, ia juga tersinggung lantaran Eliot mengatakan bahwa dirinya bukan perempuan.
"Si*l sekali! Dia ini pemarah! Tapi, dia menyinggungku dengan mengatakan aku ini bukan perempuan. Jadi, intinya dia tidak tahu kalau aku perempuan! Sepertinya waktu itu Tuan Eliot mempercayai kata-kataku. Syukurlah! Cukup Tuan Kay dan Tuan Zack yang selalu menggangguku. Aku tidak ingin Tuan Eliot juga tahu kalau aku ini seorang perempuan." Selena membatin senang.
"Ck! Berto! Aaargh! Minggir! Cukup! Ck! Dasar lemah! Sekarang kau lebih baik merapikan buku-buku milikku." Eliot berdiri.
Selena pun memundurkan langkah kakinya. Ia memberikan ruang kepada Eliot untuk berjalan. Laki-laki itu berjalan menuju ke rak-rak buku. Lalu tak lama kemudian mata elang Eliot menatap Selena. Sepertinya itu merupakan sebuah kode untuk Selena mendekat ke Eliot.
"Ya, Tuan Eliot." Selena kini sudah berdiri di samping Eliot.
"Turunkan semua buku-buku ini. Rapikan dan bersihkan. Lihat, ini berdebu. Kau masih ingin berada di sini bukan? Kalau kau ingin bertahan di sini, ikuti perintahku! Kau di sini satu-satunya yang tidak memiliki ketrampilan apapun! Cepat, Berto! Kau jangan lemas seperti perempuan saja!" Eliot lagi-lagi membentak Selena.
"I-iya, Tuan Eliot. Ta-tapi, Tuan Eliot. Apa saya juga harus mengeluarkan semua buku-buku yang ada di rak paling atas sendiri?" tanya Selena.
Gadis itu menunjuk ke rak buku yang paling atas. Eliot menaikkan satu alisnya. Seulas senyuman seringai terbit di bibir Eliot.
"Kau punya otak, Berto. Kenapa kau tidak menggunakan sedikit otakmu itu untuk berpikir? Kubilang bersihkan semua rak-rak buku yang ada di ruangan ini bodoh!" Eliot meninggikan suaranya lagi.
Dada bidang Eliot pun bergerak naik turun setelah laki-laki itu berteriak kencang. Saking kerasnya membuat Selena reflek menutup kedua telinganya.
"Padahal perintahku sudah sangat jelas. Bagaimana bisa kau masih bertanya? Pokoknya semua yang ada di sini kau harus merapikannya. Aku butuh suasana baru!" Setelah mengatakan hal itu, Eliot kembali ke tempatnya. Ia duduk di kursi kebesarannya lagi. Meninggalkan Selena dengan segudang pekerjaan yang mungkin masih akan ada di keesokan harinya.
"Belum ada 3 jam aku berada di club malam untuk bekerja. Tapi, aku malah sudah sangat kelelahan seperti ini. Ya Tuhan! Ada 4 rak buku di sini dan semuanya tinggi-tinggi! Mengeluarkan semua buku yang ada di sini pasti membutuhkan waktu lama. Ya Tuhan!" batin Selena dalam hati. Gadis itu sangat gelisah.
Selena mendesah. Kemudian dia mulai mengeluarkan satu-persatu buku yang ada di rak. Meskipun Selena ingin protes, tapi Selena sadar kalau usaha itu akan berakhir sia-sia. Eliot tidak akan membiarkannya tenang.
Mata Eliot terus mengawasi pergerakan Selena. Ekspresi wajahnya tidak berubah. Dibalik laptop, ia masih saja memandang Selena yang bekerja. Kekesalan Eliot sedikit mereda.
"Siapa yang menyuruhmu mendekati Zack maupun Kay. Bahkan kau mendapatkan uang yang mungkin saja kau terima dari Kay atau Zack. Si*l! Memikirkan begitu saja sudah membuatku kesal. Hatiku terasa aneh. Mungkin karena melihat dia terus berlagak seperti laki-laki. Itu selalu membuatku kesal. Ya, dasar perempuan sama saja! Mata duitan!" Eliot membatin sambil mengepalkan kedua tangannya.
Di sisi lain, Selena mulai berkeringat. Punggungnya mulai terasa sakit. Jika Selena diberikan pilihan, Selena lebih memilih untuk memiliki cucian gelas dan piring dalam jumlah banyak. Daripada harus mengangkat buku-buku tebal dan mengelap rak kayu yang menjulang tinggi.
Kini deretan yang bisa dijangkau Selena sudah habis. Giliran rak bagian atas yang lumayan tinggi. Gadis itu melirik Eliot. Laki-laki yang sedang bekerja itu tampak serius.
"Bagaimana ini? Tanganku tidak sampai. Padahal jelas-jelas ini club malam. Tapi kenapa ada perpustakaan kecil begini?" Selena menggaruk rambutnya yang mulai panas.
Meskipun ini tempat ber-AC, tapi Selena bekerja keras. Tentu membuat Selena tetap berkeringat. Selena menghela napas panjang. Ia mengamati rak-rak kayu yang tinggi itu.
"Kenapa kau malah diam saja, Berto? Bagian atas bahkan belum tersentuh sama sekali? Apa kau wanita? Begitu saja sudah lelah! Dasar lemah!" Eliot mengejek Selena.
"Si*l! Aku ini seorang gadis! Ingin sekali aku mengatakan yang sebenarnya. Tapi aku yang ada pasti dipecat dari sini. Meskipun laki-laki kejam ini tidak memberiku gaji layak, tapi tips yang aku dapatkan cukup lumayan." Selena menggumam dalam hati.
"Kenapa diam? Apa kau ingin menyulut kemarahanku lagi?" Suara Eliot kembali terdengar.
"Anu, Tuan Eliot. Seperti yang Anda katakan. Sisa bagian atas saja. Anda tahu bukan kalau saya pendek? Tangan saya tak sampai, Tuan," sahut Selena.
"Hei, bodoh! Apa matamu buta? Di pojok sana ada tangga alumunium. Kau bisa menggunakannya. Dasar otak udang! Setidaknya kalau kau bodoh, kau bisa menggunakan mata untuk melihat. Sayangnya kau benar-benar menyedihkan! Aku haus. Ambilkan aku minuman yang ada di lemari pendingin itu." Eliot berbicara tanpa menatap Selena sama sekali.
Kedua tangan Selena mengepal. Tangannya bergetar lantaran menahan amarah. "Baik, Tuan Eliot."
"Entah sudah berapa kali dia memanggil dan memaki aku bodoh. Luar biasa memang. Mana aku tahu jika di pojok ruangan ini ada tangga alumunium. Sabar, Selena. Kau harus sabar demi perpanjangan nyawa," kata Selena dalam hati.
"Ini, Tuan. Apakah ada lagi yang Anda butuhkan?" Selena memberikan satu botol air mineral di atas meja kerja Eliot.
"Tunggu, apa ini? Ambilkan aku jus!" ketus Eliot.
"Ya? Maaf, Tuan Eliot? Tapi Anda tadi hanya mengatakan haus saja. Tidak meminta jus," jawab Selena.
Brak!
"Kenapa kau malah mengajariku? Aku tidak mau tahu! Singkirkan minuman ini! Aku mau jus!" bentak Eliot tidak terima.
"I-iya, Tuan Eliot! Maafkan saya!" Selena seger mengambil air mineral itu. Kemudian gadis itu berlari menuju ke lemari pendingin dan mengambil jus.
"Ini, Tuan!" Dengan napas yang terengah-engah, Selena kembali ke hadapan Eliot dengan jus avokad.
"Siapa yang menyuruhmu mengambilkan jus avokad? Aku maunya jus jambu! Lain kali tanya dong, Berto!" Eliot lagi-lagi meluapkan emosinya.
"Ya Tuhan! Bolehkah saya memukulnya? Jangan-jangan dia sengaja melakukannya?" Selena membatin kesal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
jumirah slavina
pukul aja yg keras Sel.. Aku mendukungmu 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2024-08-03
1