" Nona, ada yang ingin bertemu dengan Nona." keduanya menoleh kearah sumber suara.
" Siapa?"
" Seorang pria, namanya Dareen Smith." seketika jantung Alea berdegup sangat kencang mendengar nama itu. Ada apa dia datang kesini, dan bagaimana bisa dia tahu alamat butiknya.
" Siapa Dareen?" tanya Vanya penasaran. Alea tak menjawab pertanyaan Vanya, dirinya melenggang pergi begitu saja keluar dari ruangannya.
" Al, kau belum jawab pertanyaanku" teriakan Vanya tak dihiraukan, membuat Vanya berkali-kali lipat kesal dengan atasannya itu.
Alea menuruni tangga menuju lantai satu. Menuju ruang tunggu yang dia sediakan khusus untuk tamu. Langkahnya berhenti tatkala melihat sosok Dareen yang sedang duduk santai sambil memainkan ponselnya. Aura dingin mulai terpancar saat kedua matanya beradu pandang dengan mata Alea. Saat itu juga bulu kuduk Alea berdiri karena merinding.
" Tenang Alea, tenang. Dia manusia sama sepertimu" ucap Alea dalam hati. Kakinya mulai melangkah mendekati Dareen. Dareen, pria itu berdiri sembari menyimpan ponselnya di dalam saku celananya.
" Ada perlu apa kemari?" Dareen memajukan langkahnya mendekati Alea yang berdiri sedikit jauh darinya.
" Kau sibuk?"
" Iya, aku sangat sibuk!" Dareen melipat kedua tangannya di dada. Memperhatikan Alea dari bawah hingga keatas. Alea tak bisa berkutik dengan tatapan Dareen padanya saat ini. Kenapa pria itu memperhatikannya sampai segitunya. Apa ada yang salah pada dirinya.
" Tapi kurasa tidak"
" Apanya yang tidak?"
" Aku tunggu di mobil. Kita akan pergi ke suatu tempat." kedua mata Alea membulat. Apa maksudnya? Belum sempat ia bertanya pria itu sudah berjalan pergi keluar dari butiknya.
" Pria gila!"
TTIIIIIINNNNNNN suara klakson mobil berhasil memekakkan gendang telinganya. Alea menutup kedua telinganya sambil berlari mendekati sumber suara. Sebuah mobil BMW Sport warna merah yang terparkir di depan butik adalah penyebabnya. Di dalam sana ada seorang pria, yang tak lain adalah Dareen. Pria itu membuka kaca jendelanya saat melihat Alea berdiri di ambang pintu.
" Kau pilih masuk ke mobilku dan ikut denganku atau kau mau pelangganmu kabur karena suara klakson mobilku?"
Alea tak habis pikir dengan pria ini. Selain dingin dia memiliki sifat pemaksa. Lagi dan lagi dia harus menelan kenyataan pahit jika orang gila ini sebentar lagi akan menjadi suaminya.
" Cepatlah sedikit. Aku tidak punya banyak waktu untuk menunggumu berdiri di sana!" Alea pasrah mengikuti perintah Dareen. Kalau saja ini tidak menyangkut dengan pelanggannya, pasti ia tidak akan sudi menuruti orang gila ini.
Setelah cukup lama dalam perjalanan, akhirnya mereka sampai di depan sebuah gedung bertingkat yang mewah nan tinggi. Sudah bisa ditebak jika ini adalah gedung perkantoran. Selama dalam perjalanan, tak ada yang memulai pembicaraan. Sampai detik ini pun mereka masih berdiam diri. Bahkan Alea tak berniat bertanya, walaupun rasa penasarannya sangat tinggi pada Dareen yang membawanya kemari. Tugasnya sekarang adalah mengikuti orang gila ini, dan segera kembali ke butik. Karena memang pekerjaannya masih belum selesai.
Alea mengikuti Dareen dari belakang. Langkah pria itu sangat cepat. Membuat Alea sedikit kesulitan untuk mengikutinya. Namun dia sedikit tidak mempedulikannya, dirinya kini malah dibuat bingung dengan suasana di dalam gedung. Semenjak dia dan Dareen memasuki pintu utama, banyak yang menundukkan kepalanya memberi hormat pada Dareen. Alea yakin, ini adalah perusahaan Dareen. Ayahnya pernah bercerita jika Dareen sudah memiliki perusahaan sendiri. Walaupun bukan hasil jerih payahnya sendiri melainkan ada campur tangan Ayahnya.
" Kalau ada yang mencariku, bilang aku sedang sibuk. Aku sedang tidak ingin diganggu!" Dareen melirik Alea yang masih berada tepat di belakangnya. Sedangkan Alea malah menatap seorang wanita seksi yang sedang berdiri dari balik meja komputer. Wanita itu mengiyakan perintah Dareen dengan senyum lebar dan sedikit menggoda. Alea hanya bisa berdecak kesal melihatnya. Mungkin Dareen memang sangat menyukai wanita seksi, buktinya dia mempekerjakan wanita ini sebagai sekretaris pribadinya.
" Ayo masuk!" tanpa menjawab Alea mendahului Dareen memasuki ruangan besar yang merupakan ruangan kerja Dareen. Alea mendudukan diri di salah satu sofa yang tersedia di sana diikuti Dareen yang duduk di seberangnya.
" Aku akan bicara langsung ke intinya." Alea masih dengan aksi diamnya, hanya mengangguk singkat.
" Aku ingin membuat kesepakatan denganmu!"
" Apa itu?" tanya Alea mulai penasaran.
" Jika kita sudah resmi menikah, aku ingin kau ikut denganku"
" Ikut denganmu? Memangnya kau mau kemana?"
" Kita akan ke Hamburg"
" Apa??" Alea tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Berdiri dengan spontan sambil memijat keningnya yang tiba-tiba terasa pusing.
" Kenapa kita harus kesana? Ada apa dengan Berlin?"
" Aku sudah membeli sebuah rumah di sana."
" Aku tidak mau! Kau pikir itu mudah bagiku? Kau kan tahu, aku memiliki butik di sini, dan bukannya perusahaanmu ada di sini? Kenapa juga kau mau kesana?" Dareen beranjak dari duduknya. Berdiri berhadapan dengan Alea yang terlihat emosi.
" Aku memiliki cabang perusahaan di sana. Mengenai butikmu, aku tidak akan mencampurinya. Terserah kau mau bagaimana."
" Hey, kenapa kau memutuskan sesuatu seenaknya tanpa memberitahuku lebih dulu?" teriak Alea tidak terima.
" Kau tahu bahkan aku belum selesai bicara. Kau lupa, aku mengajakmu kemari untuk membuat kesepakatan denganmu!" Dareen sedikit meninggikan suaranya membalas teriakan Alea.
" Lalu apa kesepakatannya?"
" Ikut denganku ke Hamburg, aku tidak akan pernah melarangmu melakukan apapun yang kau mau. Termasuk bekerja. Tapi jika kau tetap ingin tinggal disini, dengan terpaksa aku tidak akan mengizinkanmu untuk bekerja. Karena aku tidak suka wanita yang selalu mengejar karir dari pada mengurus rumah tangganya." Alea mengatur nafasnya yang naik turun. Berusaha menahan emosinya yang kian naik karena ulah orang gila di depannya ini.
" Kesepakatan macam apa itu? Itu semua hanya merugikanku!"
" Apanya yang merugikanmu. Bukankah seorang wanita yang sudah menikah harus mengikuti apa kata suaminya. Termasuk ijin dalam bekerja."
" Tapi tetap saja itu merugikanku. Aku tidak mau pergi dari sini!"
" Maka berhentilah bekerja!" Alea melototkan kedua matanya. Dareen tak menghiraukannya. Malah melipat kedua tangannya di dada sambil memandang Alea yang sudah sangat emosi. Alea mengusap wajahnya kasar. Ini keputusan yang sulit untuknya. Dia menyukai pekerjaannya ini. Menjadi desainer adalah impiannya sejak dulu. Sekarang, ia harus merelakan impiannya demi menuruti perintah Dareen yang sebentar lagi akan jadi suaminya. Memang benar, istri harus mengikuti apa kata suaminya. Tapi tetap saja ia tidak akan bisa merelakan impiannya hilang begitu saja.
" Aku ikut denganmu ke Hamburg. Tapi dengan satu syarat!"
" Katakan"
" Aku ingin asistenku ikut kesana,"
" Asisten?"
" Iya, jadi kau harus sediakan tempat tinggal untuknya" Dareen memutar bola matanya. Mencoba menimbang keputusan dengan bijaksana.
" Baiklah. Aku akan sewakan apartemen untuknya"
" Dan kau juga yang harus membayarnya!" tekan Alea. Dareen tersenyum miring. Ternyata calon istrinya sangat perhitungan.
" Baik. Kita sepakat" Dareen mengulurkan tangannya, dan dibalas Alea cepat.
'semoga ini keputusan yang terbaik untukku, tapi bagaimana dengan Vanya? Apa dia akan menyetujuinya? Entahlah, yang jelas dia harus mau! Harus!' ucap Alea dalam hati.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 229 Episodes
Comments