.
.
.
Kehidupan baru, suasana baru. Dalam sekejap Alea bisa merasakan dua hal itu dalam hidupnya. Menjadi seorang istri dari seorang pengusaha muda yang sukses dengan kepribadian yang bisa di bilang buruk. Bagaimana tidak, pria itu membuat kesepakatan setelah menikah. Kesepakatan yang di dalamnya ada sedikit ancaman. Tidak suka dibantah, seenaknya sendiri. Apalagi sekarang, tidak mempekerjakan asisten rumah tangga dua puluh empat jam. Entah apa alasannya, ia tidak mau bertanya lebih lanjut. Belum lagi dengan masalah Bianca yang sampai saat ini ia belum tahu kejelasan tentang wanita itu. Apa Dareen benar-benar tidak mau memberitahunya sedikit pun tentang Bianca padanya. Bukankah sepasang suami istri harus terbuka. Alea menepuk jidatnya sendiri. Hampir lupa dengan pernikahannya yang tidak wajar ini.
" Kau benar-benar kasihan Alea. Seharusnya kau bahagia menjadi seorang istri sekarang, apalagi suamimu itu orang yang sangat kaya raya." gumam Alea. Dirinya kini sedang berjalan menyusuri jalanan kota setelah berbelanja di pusat perbelanjaan yang tak jauh dari rumahnya. Memilih berjalan kaki tanpa membangunkan Dareen yang masih tidur nyenyak. Sudah lama ia tidak jalan-jalan pagi. Suasana di kota ini juga sangat sejuk. Penuh dengan pepohonan di sepanjang jalan. Sepertinya mulai sekarang ia akan betah tinggal di tempat ini.
" Oh, kau sudah bangun?" Alea mempercepat langkah kakinya ketika melihat Dareen yang duduk di ayunan depan rumahnya dengan rambut acak-acakan dan mata yang masih terlihat mengantuk.
" Kau dari mana saja?"
" Aku membeli perlengkapan makanan. Bukankah kemarin aku sudah mengatakannya padamu, untuk menyediakan ini semua?"
" Kenapa tidak mengajakku pergi? Bagaimana kalau kau"
" Kalau aku tidak tahu jalan?" potong Alea. Seenaknya saja Dareen berpikiran kalau dia akan tersesat.
" Kau pikir aku sebodoh itu? Sudahlah. Aku mau menyiapkan sarapan."
" Memangnya kau bisa memasak?" lagi-lagi Dareen meragukannya. Benar-benar, memangnya ia terlihat seperti wanita bodoh yang tidak bisa melakukan apapun? Dareen dengan pertanyaan polosnya itu membuat Alea sangat kesal sampai menendang ayunan dengan salah satu kakinya hingga Dareen mau terjungkal karena kaget.
" Hey, kau gila?" teriakan Dareen tak dihiraukan Alea. Ia berlari masuk ke dalam rumah dengan senyum senang karena berhasil mengerjai Dareen.
" Hey, Alea!!!"
.
.
.
.
.
Hari masih sangat pagi, tapi kediaman keluarga Smith sudah ada tamu yang berkunjung. Veronica yang masih sibuk menyiapkan sarapan, heran sendiri. Kenapa ada tamu yang datang berkunjung sepagi ini.
" Robert, " Veronica tak menyangka jika tamu yang datang adalah Robert, adik kandungnya. Sebelumnya ia sudah mendengar kabar jika adiknya itu sudah kembali dari Swedia, tapi baru sekarang ia bisa bertemu setelah enam tahun lamanya.
" Ya Tuhan, kau semakin gemuk saja.." goda Veronica pada saudara satu-satunya itu.
" Kakak, aku merindukanmu." Robert memeluk Veronica. Pelukan hangat yang diberikan pada saudara pada umumnya.
" Robert, kau datang?" Jason menyaksikan keduanya sedang berpelukan melepas rindu. Senyum merekah menghiasi wajahnya. Ia sendiri juga rindu pada adik iparnya ini.
" Selamat datang kembali adikku." kini giliran Robert memeluk Jason. Walau hanya sebatas adik ipar. Tapi keduanya sangat akrab layaknya saudara kandung, melebihi keakraban Veronica pada Robert.
" Bagaimana kabar keluargamu di Swedia? Baik-baik saja bukan?"
" Kami semua baik, Eliza sangat betah di sana. Tapi kalau Kelvin. Sepertinya ia lebih merindukan Berlin."
" Benarkah? Pasti banyak kenangan yang ia tinggalkan di Berlin." canda Jason dengan diselingi tawa kecil.
" Entahlah. Aku sendiri sebagai Ayahnya juga tidak tahu."
" Kudengar Dareen sudah menikah?"
" Iya, dia sudah menikah seminggu yang lalu." Veronica langsung bersemangat ketika ada yang membahas pernikahan putranya.
" Sayang sekali aku tidak bisa datang." raut sedih terpancar di wajah Robert. Dareen adalah keponakan kesayangannya. Tapi ia tidak ada waktu hari bahagianya. Sungguh sangat disayangkan.
" Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan."
" Dimana Dareen? Apa dia tinggal disini bersama istrinya?"
" Sayangnya tidak. Dareen memulai kehidupan barunya di Hamburg."
" Hamburg? Kenapa dia memilih di sana?"
" Aku sendiri tidak tahu kenapa dia memilih Hamburg. Tapi itu sudah menjadi pilihannya sendiri. Kau tahu kedua putraku kan? Mereka selalu memilih jalan mereka sendiri, tidak suka dipaksa." Robert tertawa kecil. Memang benar yang dikatakan Veronica. Kedua ponakannya itu memang tidak suka dipaksa dalam hal apapun.
" Apa wanita yang dia nikahi adalah Bianca?" Jason dan Veronica saling beradu pandang. Pertanyaan Robert membuat mereka diam membisu.
" Ayo, kita sarapan. Kebetulan hari ini aku masak kesukaanmu sup udang."
.
.
.
.
.
Dareen menguyah makanannya dengan lahap. Tak disangka masakan Alea enak. Wanita manja sepertinya pandai memasak juga.
" Kenapa?" Dareen risi dengan tatapan Alea yang seakan mengintimidasinya.
" Kau tadi mengejekku tidak bisa memasak. Tapi lihat sekarang? Kau menghabiskannya? Tarik ucapanmu tadi pagi sekarang juga!"
" Ucapanku yang mana?"
" Jangan pura-pura lupa Dareen." Dareen meletakkan sendoknya hingga terdengar bunyi dentingan cukup nyaring. Memandang Alea yang menunggu pengakuan darinya. Apa harus ia mengatakan kalau Alea memang pandai memasak.
" Aku sudah selesai makan."
" Hey, kau mau ke mana? Jangan pergi begitu saja!" Alea menarik lengan Dareen kasar hingga pria itu meringis.
" Dasar pria lemah. Aku hanya menariknya. Kenapa kau terlihat seperti aku sedang menyiksamu"
" Memang kau sedang menyiksaku! Lihat! Kukumu itu sudah seperti kuku macan." Alea memperhatikan kukunya sendiri, lalu lengan Dareen yang memerah karena memang Dareen sedang memakai kaos oblong pendek berwarna biru tua. Kapan terakhir kali ia menggunting kuku. Kenapa bisa sampai sepanjang ini dan ia baru menyadarinya sekarang.
" Tetap saja kau yang salah dalam hal ini." Alea tidak mau tahu, ia mau Dareen menarik ucapannya tadi pagi.
" Hanya karena itu kau berubah jadi macan?"
" Apa kau bilang? Kau sudah mengataiku tidak bisa memasak, sekarang kau mengataiku macan?" Alea memukul lengan Dareen kencang. Dareen menahan amarahnya sendiri. Sadar jika orang yang memukulnya ini seorang wanita. Apalagi dia istrinya sendiri.
" Hentikan! Apa maumu?" Dareen menggenggam kedua tangan Alea yang terus memukulnya.
" Kubilang, tarik ucapanmu tadi pagi dan sekarang!" hanya karena ucapannya Alea menjadi seperti ini. Sangat merepotkan berurusan dengannya.
" Baiklah, kutarik ucapanku yang mengatakan kalau kau tidak bisa memasak. Masakanmu enak, aku menyukainya." Alea terhenyak. Dareen menyukai masakannya. Benarkah yang dia katakan? Kenapa hatinya tiba-tiba merasa sangat bahagia mendengarnya.
" Kenapa kau diam? Apa yang kukatakan salah?"
" Lagi. Kau belum menarik ucapanmu yang tadi."
" Bukannya itu sebuah fakta? Untuk apa menariknya. Kukumu itu memang seperti kuku macan!" Alea kembali melakukan aksinya memukul Dareen, walaupun kedua tangannya sekarang ini masih ada di genggaman Dareen.
" Hey, Alea!" Dareen mulai hilang keseimbangan karena Alea terus bergerak memukulnya tanpa ampun. Hingga tubuh mereka terjatuh secara bersamaan. Dareen merasakan punggungnya sakit karena terbentur dengan lantai, apalagi tubuh Alea berada di atasnya sekarang.
" Ahh.." Alea ikut merasakan sakit walau tidak sebanding dengan yang Dareen rasakan. Kepalanya terangkat, mendapati Dareen yang menutup matanya. Dareen terlihat sangat tampan jika dilihat dari jarak sedekat ini. Bukankah dari awal pertemuan mereka memang Daren sudah dalam kategori pria tampan? Kenapa ia baru mengatakannya sekarang. Saat Dareen membuka matanya. Alea masih tak mengalihkan pandangannya. Sampai Dareen juga tidak berniat mengalihkan pandangannya saat ini.
' Kenapa dia bisa secantik ini?'
Dareen mengikuti nalurinya. Mendekatkan wajahnya ke Alea yang masih tak bergerak sedikit pun. Hingga jarak wajah keduanya hanya beberapa senti.
Ting tong! Ting tong!
Keduanya langsung sadar dengan posisi aneh mereka saat ini. Berdiri tanpa mengatakan apapun. Merasa canggung satu sama lain.
" Biar aku yang buka!" Dareen memilih pergi membuka pintu dari pada harus terus bersama dengan Alea.
' Apa yang ada dalam pikiranmu Dareen. Hampir saja itu terjadi. Memalukan!'
' Tapi bukankah itu wajar saja terjadi. Dia sudah menjadi istrimu. Kau berhak melakukan itu padanya'
Dareen terus berdebat dalam hatinya sendiri. Merasa semua yang dia lakukan tidak salah. Tapi bagaimana dengan Alea, apa yang ada di pikirannya sekarang? Mungkinkah Alea akan berpikiran buruk tentangnya karena memanfaatkan situasi.
" Siapa?"
" Selamat pagi"
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 229 Episodes
Comments