.
.
.
.
.
Di rumah keluarga Allington, Alea duduk santai di balkon kamarnya sambil memainkan ponsel ditemani secangkir coklat hangat. Sejenak ia melupakan rasa kekesalannya pada Dareen yang belum membalas pesannya sejak pukul enam sore. Menanyakan kapan dia akan pulang. Karena pasti kedua orang tuanya akan mengajaknya makan malam bersama. Tapi sampai sekarang pun tak ada balasan darinya. Ia tak mau ambil pusing dengan hal itu. Urusan dia mau membalasnya atau tidak itu terserah padanya. Tugasnya sebagai istri menanyakan kapan suaminya pulang sudah ia lakukan. Hanya saja ia tidak enak hati ketika orang tuanya menanyakan keberadaan suaminya di jam makan malam. Walaupun kedua orang tuanya juga tidak ambil pusing karena tahu betul dengan kesibukan menantunya.
Drrttt!!
Alea yang memang kebetulan sedang memainkan ponselnya secara spontan langsung membuka pesan yang baru masuk. Dari Dareen.
'Aku pulang telat malam ini'
Alea menghela nafasnya pelan. Baru tiga hari menikah, tapi sudah merasakan kesibukan suaminya. Sebenarnya ia sendiri tidak terlalu peduli, hanya saja bagaimana dengannya kalau sudah pindah ke Hamburg? Apa dia akan sering meninggalkannya sendirian? Pasti sangat membosankan. Sudahlah, ia tidak mau memikirkan sesuatu yang belum terjadi. Sebaiknya ia masuk ke dalam kamarnya dan tidur. Pasti sebentar lagi ia tidak bisa merasakan tidur di kamarnya yang nyaman lagi.
Niat awal Alea ingin tidur lebih awal, tapi kedua matanya malah enggan tertutup. Ada apa dengannya malam ini. Biasanya kalau sudah merebahkan tubuhnya di atas ranjang sambil memeluk sesuatu, pasti dia akan mudah tertidur. Tapi kenapa malam ini susah sekali untuk menutup matanya. Malam sudah sangat larut. Tapi tetap saja kedua matanya bak mata ikan. Tiba-tiba saja ada suara decitan pintu kamarnya terbuka. Tak lama kemudian seseorang masuk ke dalam kamarnya yang gelap. Lampu memang sengaja ia matikan karena ia tidak bisa tidur kalau cahaya terlalu terang.
Klik!
Lampu dinyalakan. Jangan ditanya siapa yang menyalakannya, siapa lagi kalau bukan Dareen. Alea tidak terkejut akan hal itu. Karena perkiraannya memang selalu tepat sasaran.
" Astaga!" Dareen menyentuh dadanya yang kaget melihat Alea sedang duduk menyilangkan kakinya di atas ranjang sembari menatapnya serius.
" Kenapa? Kau terkejut?"
" Kau belum tidur?"
" Menurutmu?"
" Apa kau menungguku?"
" Apa? Percaya diri sekali kau. Siapa juga yang menunggumu!"
" Lalu? Kenapa kau belum tidur? Biasanya juga kau yang paling sering tidur duluan. Apalagi ini di kamarmu sendiri." Alea melihat Dareen yang melepas jas hitam milik Ayahnya. Padahal proporsi tubuh Ayah dan Dareen jauh berbeda. Ayahnya jauh lebih gemuk dari Dareen yang tinggi semampai dengan tubuh tegap sempurna. Tapi kenapa pakaian Ayahnya cocok-cocok saja di tubuhnya. Walaupun jika dilihat dari dekat akan kelihatan jika pakaiannya memang terlihat longgar.
" Aku tidak bisa tidur." Dareen mengeluarkan sesuatu dari paper bag yang dibawanya. Alea baru sadar jika Dareen membawa sesuatu.
" Apa itu?" Bukannya menjawab, Dareen hanya menunjukkan setelan pakaian yang dia bawa dari rumah melalui asisten pribadinya, lalu masuk ke dalam kamar mandi.
Tak butuh waktu lama, ia keluar dengan wajah segar dan rambut basahnya. Alea sedikit gugup melihat pemandangan indah di depannya, wanita mana yang tidak akan terpesona melihat tampannya pria di depannya ini. Seketika itu juga ia menyingkirkan pikiran kotornya.
" Ada apa?" Dareen yang melihat Alea dengan ekspresi yang sulit ia artikan berjalan mendekat ke arah ranjang. Menyibakkan selimut, lalu menyembunyikan tubuhnya ke dalam sana.
" Kau sudah makan?"
" Ini sudah jam satu malam. Kau tanya aku sudah makan atau belum? Kau pasti tahu jawabannya bukan?"
" Aku hanya bertanya. Siapa suruh tidak membalas pesanku." Alea ikut membaringkan tubuhnya di atas ranjang sama seperti yang Dareen lakukan. Tidur membelakangi Dareen.
" Aku sibuk!"
" Terserah kau saja!" Alea mencoba memejamkan matanya. Sepertinya ia bisa tidur sekarang. Karena kedua matanya sudah mulai mengantuk. Kenapa saat Dareen pulang ia jadi mengantuk. Dareen melihat punggung Alea dari samping. Menghela nafasnya panjang. Mulai memejamkan matanya yang sudah sangat mengantuk. Ia sangat lelah hari ini. Seharian disibukkan dengan dokumen-dokumen yang membuat kepalanya hampir saja meledak.
.
.
.
.
.
" Dareen, tadi malam kau pulang pukul berapa?" tanya Celine sambil melayani suaminya, Franz dimeja makan.
" Pukul satu malam, Bu."
" Ya ampun, kenapa bisa sampai semalam itu? Lalu siapa yang membukakan pintu?"
" Bibi Mery, kebetulan dia sedang ada di dapur dan mendengar suara mobilku di depan rumah."
" Untung saja Bibi Mery melihatmu. Bagaimana jika tidak ada Bibi Mery pasti kau akan kesulitan untuk masuk. Apalagi Alea kalau sudah tidur susah sekali untuk bangun!" Alea mendelik tajam ke arah Ibunya. Franz hanya tertawa kecil sambil menikmati sarapannya.
" Tapi tadi malam aku belum tidur Ibu,"
" Kenapa? Tumben sekali. Kau menunggu suamimu pulang?" selidik Celine. Dareen melirik Alea sekilas.
" Sayang, sudahlah. Jangan menggoda putrimu di depan suaminya." Celine tersenyum menggoda pada Alea yang memasang wajah masam karena godaannya.
" Dareen, bagaiman pekerjaanmu?"
" Semuanya lancar Ayah."
" Besok Ayah ada urusan di kantor Daddy mu. Jason."
" Ada keperluan apa Ayah, kalau boleh tahu."
" Hanya membicarakan bisnis yang sempat kita rencanakan sebelum kalian menikah." Dareen mengangguk mengerti. Tak ingin tanya lebih jauh lagi tentang hal itu.
" Kau pulang telat lagi malam ini?" Alea memasukan sesendok sup hangat ke dalam mulutnya tanpa melihat Dareen yang menatapnya.
" Aku belum tahu, mungkin tidak. Hanya beberapa saja yang belum aku selesaikan." Celine lagi-lagi tersenyum menggoda pada Alea. Bagaimana tidak, dulu Alea menolak mentah-mentah tentang perjodohan ini. Sekarang sepertinya sudah mulai membuka hati pada Dareen. Meskipun hanya pertanyaan-pertanyaan sepele yang ia ajukan. Tapi lama-lama pasti akan tumbuh perasaan di antara keduanya. Ia sangat yakin akan hal itu.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 229 Episodes
Comments