.
.
.
.
.
Suasana nikmat terasa di meja makan keluarga Jason Smith. Meski belum lengkap, namun kehadiran Alea di rumah memang terasa sedikit berbeda. Apalagi dengan senyuman Veronica yang tak henti merasa bahagia memiliki menantu sepertinya. Perjodohan ini sepertinya tak seburuk yang pikirkan pada awalnya.
" Al, kamu tidak ke butik lagi hari ini?" tanya Veronica di sela makannya.
" Sepertinya tidak Mom, aku mengerjakan semua pekerjaanku dari rumah. Sisanya asistenku yang membantuku untuk mengurusnya."
" Kenapa? Apa Dareen tidak mengijinkanmu bekerja?" Jason melirik Dareen yang masih lahap memakan makanannya.
" Tidak, Dad. Aku hanya sedang malas harus bolak balik ke butik. Jaraknya cukup jauh dari sini.." Alea berkata jujur. Memang butik jaraknya sangat jauh dari rumah Dareen. Butuh waktu kurang lebih empat puluh lima menit.
" Begitu ya? Tapi Mommy sebenarnya senang kalau kamu di rumah sayang. Dengan begitu Mommy punya teman di rumah ini.." Jason dan Dareen saling pandang, Veronica begitu menyayangi Alea seperti anak kandungnya sendiri. Ada perasaan haru melihatnya.
" Daddy berangkat ya," Jason berdiri dari duduknya, lalu berjalan meninggalkan meja makan, diikuti Veronica di belakangnya. Sedangkan Dareen setelah meneguk habis minumannya juga mulai beranjak dari duduknya untuk pergi bekerja. Alea tersenyum ceria melihat Dareen yang akan berangkat bekerja.
' Ada apa dengannya? Kenapa tersenyum seperti itu?'
" Kau mau berangkat?"
" Apa perlu ditanya?" Alea berjalan mengikuti Dareen. Mengantarnya sampai depan pintu untuk pertama kalinya. Ini yang biasa dilakukan orang tuanya dan juga mertuanya. Dareen merasa ada yang janggal dengan sikap Alea pagi ini.
" Kenapa tiba-tiba kau mau mengantarku sampai depan pintu?"
" Apa ada yang salah dengan yang kulakukan?"
" Dareen. Istrimu ini mau menjadi istri yang baik untukmu. Kenapa kau malah bertanya hal itu padanya?" Veronica mendekati Dareen dan Alea setelah mengantar kepergian suaminya. Pembelaan datang dari sang mertua untuk menantunya tercinta. Alea tersenyum bangga dengan pembelaan itu.
" Aku berangkat." Dareen merasa terasingkan jika Mommy nya sudah bersama dengan Alea. Di sini siapa yang anak kandungnya, kenapa ia diperlakukan seperti menantu di rumah ini.
" Hati-hati di jalan," sahut Alea setengah berteriak karena Dareen sudah berjalan sedikit jauh untuk masuk ke dalam mobilnya. Sebelum ia masuk, ada yang tidak beres dengan perutnya. Tiba-tiba saja perutnya mulas tidak karuan. Ia harus ke kamar mandi sekarang juga.
" Kenapa Dareen, ada apa?" tanya Veronica panik melihat Dareen berlari masuk kembali ke dalam rumah sambil memegang perutnya. Alea juga menunjukkan kepanikannya melihat itu.
" Mom, aku susul Dareen di atas ya."
" Iya sayang" Alea mempercepat langkahnya menuju kamarnya dengan Dareen. Setelah sampai ke dalam kamarnya terdengar suara air mengalir dari dalam kamar mandi. Seulas senyum kemenangan terukir indah dari bibirnya.
" Rasakan!" Alea mengingat apa yang ia lakukan tadi pagi waktu membantu Veronica menyiapkan sarapan. Sengaja ia memasukkan obat pencuci perut pada minuman Dareen tanpa sepengetahuan Veronica. Rencana balas dendamnya berhasil.
" Kau yang melakukan ini padaku?"
" Melakukan apa?" Dareen menaruh curiga pada Alea jika ini semua perbuatan Alea.
" Jangan bohong!"
" Kau ini bicara apa?"
" Kau yang.." belum sempat Dareen melanjutkan kata-katanya perutnya kembali mulas tidak karuan. Dengan cepat ia berlari menuju kamar mandi. Alea menahan tawanya. Siapa suruh main-main dengannya.
Sudah lebih dari tujuh kali Dareen bolak-balik ke kamar mandi. Tubuhnya sudah lemas karenanya. Terpaksa ia tidak pergi ke kantor hari ini. Ini semua gara-gara Alea. Pasti wanita itu memasukkan sesuatu dalam makanannya. Di mana dia sekarang? Kenapa tidak terlihat batang hidungnya.
.
.
.
.
.
Matahari sudah menunjukkan seluruh sinarnya. Bunga-bunga bermekaran dengan indahnya di pekarangan rumah. Beberapa ada yang sudah sedikit layu. Alea berinisiatif untuk mengambil beberapa peralatan berkebun di gudang penyimpanan barang. Berkebun adalah hobinya sejak kecil. Ibunya yang sering mengajarinya.
" Kau di sini rupanya." Alea mendongak. Dareen berdiri di depannya dengan raut wajah kesal dan kelelahan. Alea yang sedang berkutat dengan pot bunga, dan tanah terpaksa berhenti sejenak.
" Ada apa lagi?"
" Ada apa lagi? Kau yang membuatku seperti ini kan?" Alea memutar bola matanya untuk sekedar mencari alasan. Tapi sepertinya Dareen tidak akan percaya. Dia sudah sangat yakin kalau dirinyalah yang sudah mengerjainya. Apa sebaiknya ia mengaku saja.
" Alea,"
" Memangnya kenapa kalau aku yang melakukannya? Salah sendiri kau main-main denganku tadi malam" Dareen diam sejenak, teringat dengan godaannya pada Alea tadi malam. Jadi itu alasan Alea mengerjainya pagi ini.
" Kau ini lucu sekali ya. Bukannya seorang suami istri wajar melakukan hal itu?"
" Apa maksudmu dengan wajar?" Alea berdiri dari jongkoknya. Ia tidak sadar kalau tangannya memegang selang air yang masih menyala hingga air itu sedikit membahasi kakinya.
" Tentu saja. Kenapa kau takut kalau aku benar-benar melakukannya? Bagaimana jika malam ini," Dareen sengaja menggantungkan kalimatnya untuk membuat Alea gugup persis seperti tadi malam.
" Jangan mendekat!" Alea yang panik spontan menyemprotkan air ke wajah Dareen.
" Hey, apa yang kau lakukan?" Dareen berusaha meraih selang air yang ada di tangan Alea. Namun Alea semakin membuat wajah dan tubuhnya basah kuyup. Saat Alea lengah, Dareen langsung mengambil alih selang itu, gantian menyemprotkan air ke tubuh Alea. Keadaan mereka sama-sama basah kuyup. Tapi belum menghentikan aksi mereka saling menyemprot air.
" Astaga, apa yang kalian lakukan? Kenapa main air? Seperti anak kecil." Veronica mengomel tanpa henti melihat kelakuan putranya dengan sang menantu.
" Cepat masuk, ganti baju. Nanti kalian masuk angin!"
" Iya Mom," jawab keduanya bersamaan. Saat akan berjalan masuk kedalam, kaki Alea tak sengaja terpeleset karena jalanan licin penuh genangan air. Tapi dengan sigap Dareen menangkap tubuh Alea. Menahannya agar tidak jatuh. Kedua mata mereka bertatapan cukup lama. Posisi mereka saat ini terbilang sangatlah dekat. Kedua tangan Dareen melingkar erat di pinggang Alea.
'Kenapa jantungku berdetak kencang sekali?'
.
.
.
.
.
" Mr.Dareen tidak datang kekantor hari ini Nona."
" Kenapa?"
" Saya kurang tau." Bianca memutar otaknya untuk mencari cara agar bisa bertemu dengan Dareen. Ia tidak akan menyerah begitu saja mengejar cinta Dareen kembali. Walaupun Dareen sudah menikah. Tetap saja ia tidak akan pantang menyerah.
' Apa aku datang ke rumahnya saja?'
Ia masih ingat jalan menuju rumah Dareen. Karena dulu ia sering berkunjung ke rumahnya. Sudah sering kali ia bertemu dengan orang tua Dareen. Bagaimana kabar mereka sekarang. Apa mereka masih ingat dengannya.
Tak butuh waktu lama mobil Bianca sudah ada di depan pintu gerbang rumah Dareen. Belum berniat untuk masuk ke dalamnya. Membuka kaca mobilnya untuk memastikan situasi. Mobil Dareen ada di depan rumah. Berarti memang Dareen tidak pergi ke kantor dan berada di rumah hari ini. Pandangannya teralihkan pada sosok pria dan wanita yang berdiri berhadapan di taman samping rumah. Pagar besi yang berjejer renggang mempermudah penglihatan Bianca menyaksikan apa yang dilakukan sang pemilik rumah.
" Dareen," gumam Bianca. Wanita itu pasti istrinya.
" Astaga, apa yang kalian lakukan? Kenapa main air? Seperti anak kecil." Bianca mendengar omelan Veronica walaupun tidak terlalu kencang dari dalam mobilnya. Ia rindu dengan wanita yang sudah ia anggap Ibunya sendiri.
" Cepat masuk, ganti baju. Nanti kalian masuk angin!"
" Iya Mom," Bianca melihat semua itu. Dareen memeluk Alea. Saling beradu pandang sangat lama. Sakit. Perasaannya benar-benar hancur melihat itu. Air mata tak bisa ia bendung. Pandangannya kabur karena kedua bola matanya penuh dengan air mata.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 229 Episodes
Comments