.
.
.
.
.
" Dareen, siapa dia?"
Alea memandang Dareen dengan penuh selidik. Ada apa ini? Siapa wanita itu? Kenapa pria di depannya ini tidak menjawab.
" Dareen, aku tanya siapa dia?" wanita itu mulai berjalan melangkah mendekati Alea dan Dareen yang masih berdiri mematung.
" Kau siapa?" Alea yang tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya, memilih untuk bertanya secara langsung pada wanita yang ia tidak ketahui namanya itu.
" Seharusnya aku yang bertanya padamu? Siapa kau? Kenapa berada di ruangan kekasihku?"
" Ke..ka..sih??" Alea sontak menatap Dareen yang menunduk tak percaya. Apa ia tidak salah dengar? Kekasih? Dareen punya kekasih? Pikirannya langsung kacau mendengar pengakuan yang keluar dari mulut wanita yang sama sekali tak dikenalnya ini. Apa ia harus percaya? Tapi kenapa Dareen tidak mengelak jika itu tidak benar. Alea langsung melepas genggaman tangan Dareen kasar. Tidak berniat bertanya lebih dulu pada pria di sampingnya ini. Ia sudah bisa menyimpulkan jika wanita itu benar kekasih Dareen, hanya dengan melihat sikap Dareen yang diam membisu.
" Mau ke mana?" Dareen menarik kembali tangan Alea yang terlepas. Alea yang mau beranjak pergi, kini menatap kedua mata Dareen yang setajam elang.
" Bukan urusanmu! Urusi saja kekasihmu." lagi-lagi Dareen menarik sangat keras pergelangan tangan Alea ketika Alea mulai melangkah pergi.
" Itu sudah menjadi urusanku, karena kau ISTRIKU!" ucap Dareen dengan penuh penekanan. Wanita yang mengaku sebagai kekasih Dareen menutup mulutnya tak percaya dengan apa yang dia dengar. Langsung saja ia menarik lengan Dareen seakan minta penjelasan dengan semua ini.
" Apa maksudnya ini Dareen. Kau bercanda kan?" tanyanya dengan mata berkaca-kaca. Dareen yang awalnya menatap mata Alea kini beralih pada tangan wanita itu lengannya. Lalu menatap tajam pada wanita itu.
" Lepaskan tanganmu!"
" Tidak mau. Katakan padaku siapa dia?" teriak wanita itu, kekeh dengan tindakannya saat ini.
" Lepaskan tanganmu, Bianca!" wanita yang dipanggil Bianca itu tetap tak mau melepaskan tangannya dari lengan Dareen.
" Lepaskan aku, selesaikan urusanmu dengan kekasihmu ini." Alea tak mau terlibat dengan situasi ini. Walau ia sangat ingin tahu tentang wanita bernama Bianca itu. Tapi melihat perdebatan ini membuatnya muak dan ingin pergi.
" Aku tidak akan melepaskanmu,"
" Dareen! Jelaskan padaku, siapa dia?" tanya Bianca. Nafasnya naik turun karena terbawa emosi melihat Dareen terus menahan Alea pergi.
" Apa kau tuli? Dia istriku!" tenggorokan Bianca tercekat. Istri? Dareen sudah menikah? Kapan? Kenapa Dareen mengkhianatinya? Pegangannya tangannya pada lengan Dareen melemah. Kedua matanya berkaca-kaca, masih tidak percaya dengan semua ini. Matanya tak sengaja melihat cincin putih polos pada jari manis Alea, lalu beralih pada jari manis Dareen. Cincin yang sama. Setetes air mata lolos dari pelupuk matanya. Dareen sudah menikah. Kenyataan pahit macam apa ini?
" Kenapa Dareen? Kenapa kau lakukan ini padaku?" Dareen menatap lurus ke depan. Diam adalah pilihan terbaik. Untuk apa dia menjelaskan ini pada Bianca. Yang ada di pikirannya saat ini adalah Alea. Pasti dia akan berpikir macam-macam tentangnya. Dan pasti ia akan menceritakan kejadian ini pada orang tuanya. Bagaimana ia harus menjelaskan pada Alea nanti?
" Jawab Dareen!" teriakan Bianca memenuhi seisi ruangan. Alea sangat tidak tahan melihat ini. Ada hubungan apa sebenarnya Dareen dengan Bianca. Kenapa Bianca sampai menangis seperti ini saat Dareen menjelaskan tentang dirinya.
" Bianca, aku sudah bilang, kalau dia adalah istriku. Aku sudah menikah. Jadi berhenti mengatakan kalau kau adalah kekasihku! Kita sudah tidak punya hubungan apa-apa lagi!" tegas Dareen. Wajah Bianca langsung pucat pasi. Niat hati ingin memberi kejutan pada kekasihnya atas kepulangannya. Tapi malah ia sendiri yang diberi kejutan dengan kabar pernikahan kekasihnya.
" Kenapa kau menikah dengannya. Seharusnya aku yang jadi istrimu Dareen. Bukan DIA!" Alea sangat tersinggung dengan perkataan Bianca. Apalagi saat Bianca menunjuk dirinya dengan penuh amarah. Kenapa malah dirinya yang disalahkan atas semua ini. Ia tidak tahu menahu dengan permasalahan mereka.
" Jangan mengatakan sesuatu yang tidak akan pernah terjadi Bianca!" Bianca mengacak rambutnya kasar. Semuanya kacau. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi dengan semua ini selain menangis sedih.
" Ayo kita pergi dari sini," Dareen yang masih memegang tangan Alea, kini menariknya pergi untuk mengikutinya. Alea hanya bisa pasrah saat dirinya merasa diseret pergi keluar dari ruangan ini. Tunggu, bukannya ini ruangan kantor Dareen. Kenapa harus mereka yang pergi.
" DAREENNNN!" panggil Bianca frustasi. Dareen tak bergeming, tetap melanjutkan langkahnya diikuti Alea sampai keluar dari ruangannya.
' Aku akan merebut mu kembali dari wanita itu, Dareen. Lihat saja nanti'
.
.
.
.
.
Di rumah keluarga Smith, Veronica nampak sibuk berkutat di dapur di temani para asisten rumah tangganya. Dia berniat untuk membuat hidangan istimewa untuk malam ini, lalu menyuruh Dareen dan Alea datang untuk makan malam bersama.
" Sudah siap, tinggal menyuruh Dareen mengajak Alea ke sini." gumam Veronica seraya meraih ponselnya yang ada di atas meja. Mengetikkan pesan kepada Dareen. Setelah itu pergi ke kamarnya untuk membersihkan diri sebelum mereka semua datang. Ia tidak sabar bertemu dengan Alea, menantu kesayangannya. Saat ia mau mandi, ponselnya berdering. Terpaksa ia mengurungkan niat awalnya. Melihat layar ponselnya. Seulas senyum mengembang dari bibirnya tatkala melihat siapa yang menelponnya sore ini.
" Halo, sayang.." Veronica mendudukkan dirinya di atas ranjang. Menerawang ke depan seolah sedang berbincang dengan seseorang yang kini menelponnya.
" I miss you so much Mom,"
" I miss you to, my son, kapan kamu pulang? Daddy bilang kamu akan pulang sebentar lagi,"
" Yes, Mom. Wait for me."
" Of course my son. I'm always waiting for you to come home." Keduanya berbincang cukup lama, melepas rindu antara Ibu dan anak. Veronica merasa sangat bahagia mendengar kabar jika putra sulungnya Dariel akan segera pulang setelah sepuluh tahun lamanya pergi ke London.
" See you later, my son." Veronica menutup sambungan teleponnya. Raut wajahnya masih memancarkan kebahagiaan. Kebahagiaan seorang Ibu tidak bisa disembunyikan jika sudah menyangkut tentang anaknya. Dan itu yang ia rasakan sekarang. Dareen sudah menikah dengan wanita pilihannya, dan sekarang Dariel akan pulang. Lengkap sudah kebahagiannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 229 Episodes
Comments