.
.
.
.
.
" Tapi kenapa harus ke Hamburg? Jika kalian mau hidup mandiri, kalian bisa melakukannya. Tapi tidak dengan pergi ke Hamburg! Masih banyak tempat di Berlin, kenapa harus kesana?"
" Sayang, tenanglah.." Celine mengusap punggung Franz yang naik turun karena terbawa emosi.
" Pokoknya aku tidak setuju!"
Dareen menarik nafasnya dalam-dalam. Ia tidak boleh terbawa emosi karena hal ini. Mau bagaimanapun orang di depannya ini adalah mertuanya. Setidaknya ia harus menghormatinya.
" Ayah, kami memang baru saja menikah kemarin. Pasti Ayah tidak akan setuju jika aku membawa putri kesayangan Ayah pergi jauh dari Ayah dan Ibu. Tapi aku hanya ingin belajar menjadi laki-laki yang bisa diandalkan oleh istriku. Jika kami masih berada di ruang lingkup keluarga pasti akan sulit bagi kami."
" Dareen, tapi tidak dengan pergi ke Hamburg." Celine masih terus menenangkan Franz yang masih terlihat emosi, meskipun tidak seperti tadi.
" Ibu, aku memiliki cabang perusahaan di sana, dan aku ingin fokus membesarkannya. Aku juga ingin membuatkan Alea sebuah butik." kedua mata Alea membulat. Sungguh di luar dugaan jika Dareen akan melakukan apapun untuk mewujudkan keinginannya. Apa tadi? Butik? Lalu bagaimana dengan butiknya yang ada di sini?
" Kau mau membuatkan Alea butik?"
" Iya Ayah. Alea memang sudah memiliki Butik di sini. Tapi tidak ada salahnya dia mendirikan cabang di sana. Dengan begitu nama Alea akan semakin di kenal banyak orang sebagai seorang desainer." kening Franz berkerut mencermati kata demi kata Dareen. Mimik wajahnya berubah saat ia melihat Alea yang tengah melirik Dareen yang justru duduk tegap menatapnya tanpa rasa takut sedikitpun. Kelemahannya adalah Alea. Ia akan melakukan apapun untuk kebahagiaan Alea. Salah satu yang membuatnya bahagia adalah cita-citanya menjadi desainer ternama di dalam maupun luar negri. Akankah keputusannya benar membiarkan Alea dan Dareen pindah ke Hamburg? Tapi bukankah Alea memang sudah menjadi tanggung jawab Dareen. Dareen adalah suaminya, ia berhak mengajak Alea kemanapun.
" Alea,"
" Iya Ayah." Alea memandang sendu wajah Ayahnya yang nampak masih ragu dengan keputusannya sendiri.
" Janji pada Ayah, kau akan bahagia di sana" Dareen menolehkan wajahnya pada Alea. Dilihatnya wanita yang sudah ia nikahi kemarin menunduk sedih sambil menautkan jari jemarinya.
' Kumohon jangan katakan sesuatu yang membuatku gagal membujuk Ayahmu'
" Aku janji Ayah, aku akan bahagia di sana." Dareen menghela nafasnya lega. Ia bersyukur Alea bisa menahan rasa sedihnya di depan orang tuanya.
" Baiklah, Ayah ijinkan kalian pergi ke Hamburg. Asal kalian bisa hidup tenang dan bahagia di sana"
' Tenang dan bahagia? bermimpi saja kau Alea. Mana mungkin kau akan bahagia hidup di tempat baru bersama pria seperti Dareen.' batin Alea.
.
.
.
.
.
" Kapan kita akan pindah?"
" Kau sudah tidak sabar pergi kesana?" Alea melirik tajam Dareen yang mulai memejamkan mata. Mereka sudah bersiap untuk tidur. Seperti yang Dareen janjikan, malam ini ia akan menginap di rumah orang tua Alea. Meskipun dirinya merasa tidak nyaman tidur di kamar ini. Kamar Alea dipenuhi benda-benda berwarna merah muda. Bahkan tembok dan langit-langit kamar juga berwarna sama. Hanya sofa dan lemari saja yang berbeda, yaitu berwarna putih. Beda sekali dengan dirinya yang lebih suka warna putih dan hitam. Jelas saja, dia pria dan Alea wanita. Hatinya berusaha menerima walau hanya setengah.
" Kau benar-benar bisa tidur di mana saja?" celetukan Alea yang seenaknya membuat Dareen langsung membuka matanya dan menolehkan wajahnya pada Alea yang juga sedang menatapnya dengan tatapan aneh.
" Kenapa? Kau keberatan?"
" Tidak!" Alea mengalihkan pandangannya cepat. Merubah posisi tidurnya memunggungi Dareen yang masih tidur dengan posisi terlentang. Dareen melihat boneka besar dalam pelukan Alea.
" Apa kau akan membawa boneka itu?"
" Apa? Maksudmu ini?" Alea tidak berniat menoleh, hanya menunjuk boneka yang dari tadi ada dalam pelukannya.
" Tentu saja aku akan membawanya. Aku tidak bisa tidur kalau tidak memeluknya." Dareen berdecak kesal. Umur berapa dia sekarang, masih suka memeluk boneka kalau mau tidur.
" Tapi kenapa kau bisa tidur kemarin?"
" Kau lupa, aku memeluk boneka mu!" Dareen diam membisu. Benar, saat itu Alea mengambil bonekanya sembarangan dan memeluknya waktu tidur.
" Tapi apa benar itu milikmu?" tiba-tiba saja Alea membalikkan tubuhnya menghadap Dareen.
" Kenapa memangnya?"
" Aku hanya bertanya. Kau pria kenapa menyimpan boneka di rak buku? Atau itu milik seseorang yang spesial bagimu?"
" Bukan urusanmu! Aku mau tidur!" kini giliran Dareen yang memunggungi Alea. Telinganya mendengar dengan jelas Alea yang menggerutu. Persetan dengan itu, saat ini hatinya menjadi tidak tenang karena perkataan Alea barusan. Seseorang yang spesial.
' Ya, dia benar-benar spesial bagiku'
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 229 Episodes
Comments