.
.
.
.
.
Tepat seperti dugaan Dareen, Bianca datang lagi ke kantornya. Wanita itu kini menunggu di depan ruangannya. Dareen tidak suka melihatnya. Harusnya hari ini ia menyelesaikan pekerjaannya yang belum juga selesai. Tapi tiba-tiba niatnya itu terhenti karena tidak mau bertemu dengan Bianca.
" Mr. Dareen." Dareen yang sudah berbalik arah untuk pergi terpaksa menghentikan langkahnya.
" Ada apa?" tanya Dareen kesal. Ia ingin menghindari Bianca, tapi suara panggilan itu sangat keras. Pasti Bianca mendengarnya. Dan benar saja, Bianca mencari sumber suara dan melihat Dareen sedang berdiri berhadapan dengan seorang pria yang merupakan karyawan di perusahaannya.
" Mr. Dareen mengenai pemindahan proyek perusahaan yang ada di Hamburg, ada.."
" Dareen!" ucapan pria itu terputus. Dareen menghembuskan nafasnya kasar. Bianca sudah berdiri tepat di depannya.
" Kita selesaikan lewat email. Aku ada urusan lain." Dareen berbalik dan pergi begitu saja. Tak memedulikan karyawannya yang terlihat kebingungan melihatnya. Ini bukan kebiasaan dari atasannya. Selama ia bekerja di perusahaan ini, atasannya itu selalu serius dalam mengerjakan proyek apapun dan tidak pernah sekalipun membahasnya lewat email. Selalu berdiskusi tanpa perantara apapun.
' Mungkin Mr. Dareen memang sedang ada urusan yang lebih penting'
" Dareen!!" Bianca terus berteriak memanggil Dareen yang berjalan lebih cepat dari biasanya.
" Dareen! Tunggu!!" Bianca menarik tangan Dareen yang akan masuk ke dalam mobilnya.
" Apalagi Bianca!" bentak Dareen yang sudah tersulut emosi. Bianca sedikit terkejut karena bentakan Dareen. Tapi tak menghentikan tujuan awalnya datang ke perusahaan ini.
" Kau belum menjelaskan padaku tentang hubungan kita."
" Apalagi yang harus ku jelaskan?"
" Kenapa kau menikah dengan wanita itu. Kenapa kau tega mengkhianatiku?" air mata Bianca menetes. Dareen melihatnya. Tapi tak membuatnya merasa bersalah sedikit pun.
" Kau masih bertanya kenapa aku mengkhianatimu?"
Brakkk. Dareen menutup pintu mobilnya kasar. Membuat mereka berdua menjadi pusat perhatian semua orang.
" Kenapa kau pergi waktu itu?"
" Dareen, aku sudah menjelaskan alasanku pergi, aku.."
" Cukup! Aku sudah tidak mau mendengarnya. Seharusnya kau mengerti. Saat kau memilih pergi, itu berarti kau harus kehilangan semua yang kau miliki sebelumnya. Termasuk aku!"
" Dareen. Kumohon, aku sudah bilang padamu. Kalau aku akan kembali. Kau sudah berjanji padaku untuk menungguku kembali. Tapi kenapa kau malah menikah dengan wanita itu. Harusnya aku yang pantas menikah denganmu, bukan dia!"
" Kau bilang kau lebih pantas menjadi istriku?" Dareen tersenyum kecut. Benar-benar gila Bianca. Mengatai Alea seenaknya. Memangnya siapa dia.
" Bahkan dari ujung rambut sampai ujung kaki, Alea lah yang lebih pantas menjadi istriku. Jangan pernah bermimpi untuk menjadi istriku lagi Bi. Kau sudah melepaskanku lima tahun lalu. Kau lupa?"
" Aku sama sekali tidak pernah melepaskan mu Dareen. Aku hanya pergi untuk mengejar mimpiku. Bukan.."
" Bukannya kau pergi untuk mengejar cintamu yang lain?"
" Apa maksudmu dengan cinta yang lain?" Bianca belum mengerti ucapan Dareen. Mimik wajahnya berubah menjadi kebingungan.
" Jangan bohong. Aku sudah tahu semuanya. Semuanya! Kau tadi bilang aku sudah berjanji untuk menunggumu. Sejak kapan aku berjanji hal itu padamu? Berkali-kali aku katakan padamu. Jika kau memilih pergi, maka kau akan kehilangan aku. Pilihan itu kau buat. Sekarang, kau juga yang harus merasakan akibat dari pilihanmu!"
" Dareen. Kenapa kau tidak memahami keinginanku? Aku ingin mengejar mimpiku. Setelah semua itu terwujud, aku akan kembali bersamamu, melanjutkan hubungan kita menjadi lebih serius. Seharusnya kau mau menungguku. Bukan malah menikah dengan wanita lain"
" Kau menyalahkanku? Ini pilihan hidupku. Kau sudah memilih pilihanmu. Untuk apa kau mencampuri pilihan hidupku?"
" Bianca. Aku memang pernah mencintaimu. Tapi dulu, TIDAK SEKARANG!"
.
.
.
.
.
" Mom, apa aku boleh bertanya?"
" Tentu sayang. Katakan"
" Apa sebelum menikah denganku, Dareen punya hubungan dengan seseorang?"
Veronica terhenyak. Kenapa tiba-tiba Alea menanyakan hal ini. Apa terjadi sesuatu di antara mereka. Mungkinkah ini ada hubungannya dengan kemarin malam. Dari awal ia sudah curiga jika terjadi hal yang tidak beres pada keduanya. Alea yang biasanya terlihat ceria menjadi pendiam. Apalagi ketika ia tahu Alea akan pergi keluar rumah sendirian di malam yang sudah terbilang larut.
" Mom," panggil Alea yang malah melihat Veronica melamun. Veronica mencoba mengubah ekspresi wajahnya yang kebingungan menjadi lebih tenang.
" Iya. Dareen pernah punya hubungan dengan seseorang. Tapi itu sudah lama sekali, sudah lebih dari lima tahun. Wanita itu lebih memilih mengejar mimpinya menjadi model dari pada bersama Dareen di sini. Setahu Mommy, Dareen begitu mencintainya. Sangat mencintainya. Kau tahu, saat itu Dareen sudah membuatkan kejutan spesial untuk merayakan ulang tahunnya. Dareen juga sudah menyiapkan cincin untuk melamarnya. Tapi ternyata, semua tidak sesuai harapan Dareen. Mommy merasa, hal itulah yang menjadi pemicu Dareen menjadi lebih dingin pada wanita." Alea kini mengerti alasan Dareen terlihat benci menatap Bianca waktu itu. Bianca sudah menyakiti hatinya. Tapi kenapa sekarang dia kembali. Apa dia masih mengharapkan Dareen. Bagaimana perasaan Dareen sekarang. Apa Dareen akan goyah karena cintanya yang dulu begitu besar pada Bianca?
" Sayang, apa kamu sedang memikirkan Dareen? Kamu takut Dareen tidak bisa melupakan wanita itu?" dalam hati kecil Alea, ada ketakutan jika Dareen akan meninggalkannya.
" Sayang, Mommy pastikan Dareen tidak akan pernah meninggalkanmu. Mommy janji." Alea tidak bisa percaya begitu saja pada Mommy nya. Pernikahan ini dia dan Dareen yang menjalani. Bukan Mommy nya. Bagaimana bisa dia memastikan Dareen tidak akan meninggalkannya? Apa jaminannya.
" Iya Mom"
.
.
.
.
.
Malam sudah semakin larut, tapi Dareen belum juga pulang. Alea tak bisa tidur karena memikirkan Dareen. Terlintas di pikirannya, Dareen sedang bersama dengan Bianca. Kenapa hanya memikirkan wanita itu saja membuatnya menjadi sangat kesal dan marah. Ada apa dengannya akhir-akhir ini?
' Tenang Lea, dia hanya mantan. Kenapa kau bisa setakut ini kehilangan Dareen. Apa kau sudah punya rasa dengan pria dingin itu?'
" Tidak! tidak! tidak! Tidak mungkin!" gumam Alea tanpa henti.
" Apanya yang tidak mungkin?" Alea membalikkan tubuhnya. Dareen sudah ada di dalam kamar. Sejak kapan.
" Kapan kau pulang?"
" Baru saja." Alea berjalan mendekati Dareen yang sedang melepaskan sepatunya, lalu membuangnya sembarang. Setelah itu jas kerja ia letakkan begitu saja di atas sofa.
" Kau, bisa tidak meletakkan barang pada tempatnya. Siapa yang akan membereskannya?"
" Siapa lagi? Bukannya sudah jelas?"
" Enak saja. Kau yang harus membereskannya sendiri. Kenapa harus aku?"
" Karena kau istriku?"
" Justru karena aku adalah istrimu. Seharusnya kau perlakukan aku sebagai seorang istri, bukan seperti pembantu!" Dareen sudah terbiasa adu argumen dengan Alea. Mungkin ini akan menjadi kebiasaan mereka. Tapi jika di suruh memilih, ia lebih suka mendengar celotehan Alea, dari pada melihat Alea diam seperti kemarin. Setidaknya ini lebih baik.
" Tugas istri adalah melayani suami, dan ini salah satunya."
" Kau pikir melayani itu adalah menjadi seorang pembantu?"
" Lalu? Apa maksudmu melayani di ranjang?" Alea membungkam mulutnya rapat-rapat. Apa ini? Kenapa pembicaraannya mengarah pada hal yang menurutnya sangat menggelikan. Tanpa sadar, Alea melirik ranjang yang ada di sampingnya.
" Kenapa diam? Kau mau melayani suamimu?" Dareen tahu kalau Alea gugup saat ini. Menggoda istrinya ternyata menyenangkan juga.
" Kau mau apa?" Dareen meneruskan aksinya menggoda Alea. Ia berjalan perlahan mendekati Alea yang berdiri mematung dengan wajah gugupnya. Berjalan semakin dekat, sampai Alea mendorong tubuhnya untuk berhenti mendekatinya.
" Kenapa? Kau takut?" Alea tidak menjawab. Jangankan untuk menjawab, tenggorokannya tiba-tiba terasa kering. Ia belum siap melakukannya. Apalagi pernikahannya ini tidak dilandasi dengan cinta. Mana mungkin ia melepaskan mahkotanya begitu saja pada pria yang tidak ia cintai, walaupun pria itu sudah resmi menjadi suaminya.
" Hahahaha.." tiba tiba saja terdengar suara tawa dari mulut Dareen. Alea yang awalnya menunduk takut mulai mendongakkan kepalanya, melihat Dareen yang tak berhenti ketawa. Menyebalkan. Ternyata pria itu sedang mengerjainya. Alea langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Marah. Jelas saja.
' Lihatlah apa yang akan kulakukan padamu besok. Tunggu saja!' batin Alea sebelum melampiaskan marahnya pada mimpi yang sedang menunggunya.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 229 Episodes
Comments
Rawin Usman
dasar kau darren...tunggu saja pembalasanku
2023-08-08
0