.
.
.
Dareen mengetukkan jari tangannya di atas meja. Memikirkan sesuatu yang membuatnya terdiam sangat lama. Kepalanya terasa pusing karena kondisi tubuhnya memang kurang fit sejak kemarin. Tenaganya seperti terkuras habis karena harus mengurus semua perpindahannya ke Hamburg, walaupun sebagian besar diurus asisten pribadinya. Tiba-tiba saja ia merasakan tenggorokannya kering, lalu melihat secangkir kopi di atas meja, dan mulai meneguknya. Buatan Alea sebelum pergi bersama Vanya ke boutique. Menyiapkan semua perlengkapan yang diperlukan agar bisa secepatnya ditempati.
" Seharusnya hari ini sudah selesai. Kenapa belum ada kabar dari sana?" gumam Dareen yang sedang menunggu email pemberitahuan perencanaan pemindahan proyek di Hamburg. Tidak biasanya asisten kepercayaannya itu telat. Apa mungkin ada kendala? Dareen yang memang dari kemarin bekerja dari rumah, merasa tidak tenang sendiri. Apa sebaiknya ia pergi ke kantor sekarang. Tapi ia benar-benar malas hari ini. Sebenarnya ia sendiri bosan di rumah. Apalagi Alea juga sedang pergi. Ia teringat pada perdebatannya dengan Alea tadi pagi. Sudah bukan hal baru lagi, jika mereka bersama selalu timbul perdebatan walau hanya masalah sepele.
" Dareen, kau tidak ke kantor hari ini?"
" Tidak."
" Kau masih tidak enak badan? Mau kubuatkan teh herbal?" dahi Dareen mengeryit heran. Alea sedang bersiap pergi, sedang Dareen tengah menonton tv sambil bersandar di atas ranjang.
" Kenapa kau tiba-tiba menjadi perhatian?"
" Karena kau sudah membelikanku mobil baru." Dareen memperhatikan Alea dengan seksama. Alea sesenang itu dibelikan mobil. Padahal ia hanya ingin istrinya itu tidak terlalu merepotkannya.
" Buatkan aku kopi,"
" Kau yakin mau minum kopi? Bukannya kau sedang tidak enak badan?"
" Jangan banyak tanya. Buatkan aku kopi." Dareen mematikan televisi, lalu berjalan keluar kamar. Alea tidak peduli, baginya sudah cukup ia mengingatkan Dareen tentang kesehatannya. Kalau Dareen tidak mau mendengarkannya, itu terserah dia sendiri.
" Aku langsung berangkat." Alea meletakkan secangkir kopi di atas meja kerja Dareen. Memperhatikan Dareen yang sibuk menatap layar laptopnya. Suaminya benar-benar gila kerja.
" Pulang sebelum malam." pesan Dareen sebelum Alea pergi.
" Memangnya kenapa?"
" Kau tanya kenapa? Kau sudah punya suami. Harusnya kau lebih mementingkan kebutuhan suamimu." Alea melipat kedua tangannya di atas dada. Selalu saja seperti ini. Haruskah ia mengalah hari ini.
" Kenapa? Kau tidak jadi pergi?"
" Tentu saja jadi." Alea membalikkan tubuhnya, mulai beranjak pergi. Tiba-tiba saja Dareen tak sengaja menyenggol sesuatu hingga terdengar bunyi pecahan.
" Ah," Dareen meringis karena salah satu kakinya terkena cipratan kopi yang tumpah kelantai.
" Astaga.." Alea dengan sigap mengambil asal kertas yang ada di tempat sampah untuk membersihkan pecahan gelas yang tercecer di lantai.
" Kenapa kau bisa seceroboh ini?" omel Alea yang masih sibuk mengepel lantai yang terkena tumpahan kopi. Dareen tidak bisa membantahnya. Karena memang itu kesalahannya. Kepalanya tiba-tiba saja pusing saat mau meminum kopi yang sudah dibuatkan Alea.
" Kenapa kau diam saja?" Alea melihat Dareen yang sedang memegang kepalanya sambil memejamkan matanya.
" Kau mau aku apa? Buatkan aku kopi lagi." ingin rasanya Alea mencekik leher Dareen sekarang juga. Apalagi sekarang Dareen terlihat lelah. Wajahnya saja sedikit pucat.
" Aku bukan asisten rumah tangga."
" Siapa yang bilang kau asisten rumah tangga. Kau kan ibu rumah tangga. Buatkan aku kopi lagi," Alea melihat jam di tangannya. Untung saja ia masih punya banyak waktu pagi ini. Kalau tidak, mungkin ia akan langsung pergi dan tidak mempedulikan suaminya ini.
" Sudah selesai. Aku pergi sekarang" Alea berjalan sedikit cepat untuk segera pergi dari rumah ini, sebelum Dareen menyuruhnya lagi.
Hari mulai siang, perutnya sudah mulai lapar. Tadi pagi Alea hanya menyiapkan nasi goreng. Sudah pasti hari ini ia tidak bisa makan siang masakan Alea.
' Apa kusuruh dia pulang saja?'
Tangannya sudah mulai mencari nomor Alea. Tapi ada perasaan ragu kalau Alea akan menuruti perintahnya. Saat Dareen bingung dengan apa yang harus ia lakukan, secara kebetulan ponselnya berdering. Dari Alea, tanpa menunggu banyak waktu, ia langsung menjawabnya.
' Kapan kau pulang?'
' Aku baru pergi empat jam yang lalu, sekarang kau tanya kapan aku pulang?'
Dareen menggigit bibir bawahnya. Alea benar, dia baru pergi empat jam yang lalu, kenapa malah menanyai kapan dia pulang. Pasti dia akan berpikir kalau ia menunggunya pulang.
' Aku lapar'
' Woahh. Kau bisa lapar juga ternyata. Kukira kau akan kenyang hanya dengan menatap layar laptop di depanmu.'
' Aku sedang tidak ingin bercanda denganmu Alea'
' Memangnya sejak kapan kita pernah bercanda?'
Dareen seperti kehilangan kata-kata menghadapi Alea kali ini. Biasanya ia yang selalu menang melawan Alea. Namun hari ini ia mengaku kalah.
' Untuk apa kau meneleponku?'
' Tadi sebelum aku pergi, aku masak sup iga. Tinggal kau panaskan di microwave. Aku taruh di atas kompor.
' Kau memedulikanku ternyata'
' Tentu saja. Karena kau sudah membelikanku mobil dan gedung mewah ini untukku. Kalau kau tidak melakukannya, mana mungkin aku akan memedulikanmu'
Alea sangat pandai membuat kata-kata. Bukankah secara tidak langsung, dia terlihat seperti wanita matre.
' Terserah kau saja'
Dareen menutup teleponnya. Beranjak dari duduknya, menuju dapur untuk makan. Baru kali ini, ia menyiapkan makan sendiri. Biasanya selalu ada yang menyiapkannya.
' Selamat makan Dareen'
.
.
.
.
.
Sebuah taksi berhenti di depan rumah besar bergaya american clasic. Tak lama, turun seorang pria bertubuh tinggi dengan kacamata hitam bertengger di atas hidung mancungnya. Menyeret koper besar berwarna biru tua memasuki halaman rumah. Melihat sekeliling dengan senyuman. Langkahnya terhenti ketika ada di depan pintu masuk rumah ini. Ada seorang wanita paruh baya tengah berdiri di ambang pintu. Menatapnya tak percaya sampai menitikkan air mata.
" DARIEL.." Dariel. Pria itu tersenyum menunjukkan rentetan gigi rapinya tatkala Mommy kesayangannya berlari menghampirinya. Memeluknya erat seakan tak ingin berpisah lagi.
" I miss you so much, my son."
" I miss you to, Mom." Veronica melepaskan pelukannya. Mengelus kedua pipi Dariel yang terlihat tirus. Putranya semakin tinggi sekarang. Rambutnya yang dulu berwarna hitam pekat berubah menjadi kecoklatan.
" Mom, di mana Daddy?" Dariel mengusap air mata yang menggenang di kedua pipi Veronica. Mengelus punggungnya, mencoba menenangkan Mommy kesayangannya.
" Daddy sudah berangkat ke kantor sayang." Dariel mengangguk mengerti. Sedikit kecewa karena tak bertemu Daddy nya ketika sampai di rumah setelah pergi sekian lama.
" Ayo masuk, kau sudah makan? Mau Mommy masakan sesuatu?" Veronica mengamit lengan Dariel, mengajaknya segera masuk ke dalam rumah.
" Aku mau salmon kari Mom." Veronica tersenyum, bahkan Dariel masih suka makan itu.
" Sebentar sayang. Kau mau tunggu di sini, atau tunggu di kamarmu?"
" Apa Mommy harus bertanya tentang itu?" lagi-lagi Veronica merasa bahagia putra sulungnya itu sudah kembali. Tanpa ada yang berubah sedikit pun dari sikap dan cara bicaranya.
" Apa Dareen dan istrinya tinggal di sini Mom?" Dariel celingukan kesana kemari sambil mengetuk ketukan jarinya di atas meja makan. Veronica yang sedang fokus memasak, menoleh sekejap pada Dariel. Lalu melanjutkan kembali aktivitasnya.
" Mereka tinggal di Hamburg"
" Apa? Hamburg?"
.
.
.
.
.
Dareen menutup sambungan teleponnya. Dari Mommy nya. Mengabarkan kalau kakaknya sudah pulang dari London. Pikiran Dareen melayang membayangkan pesta sambutan yang akan dilaksanakan besok. Bagaimana reaksi mereka ketika melihatnya datang bersama Alea.
" Dareen," Alea masuk ke dalam kamar sambil membawa secangkir teh di atas nampan. Meletakkannya di atas nakas.
" Aku buatkan teh herbal. Minumlah." Dareen melihat teh herbal buatan Alea. Ada perasaan ragu untuk meminumnya.
" Kau takut aku meracunimu? Untuk apa aku lakukan itu?"
" Karena kau tidak suka padaku mungkin"
" Memang benar aku tidak suka padamu. Tapi untuk apa aku meracunimu. Itu hanya akan merugikanku. Lagipula aku masih membutuhkanmu" Dareen mengubah posisi duduknya. Sedikit tegak dengan menyilangkan kedua kakinya.
" Membutuhkanku?" tanyanya.
" Bagaimana kalau aku memerlukan sesuatu? Seperti tas baru, jam tangan, atau semacamnya?" Dareen tersenyum kecut. Apa ini sifat Alea sebenarnya? Kenapa ia tidak pantas menjadi wanita matre.
" Kau membutuhkanku seolah aku ini black cardmu?" Alea memposisikan duduknya di depan Dareen, ikut menyilangkan kedua kakinya.
" Menurutmu untuk apalagi? Aku masih belum tahu kau mau menikah denganku atas dasar apa. Kita tidak mengenal satu sama lain. Bahkan bertemu pun tidak pernah. Lalu kenapa kau mudah bilang mau saat dijodohkan denganku?" ucap Alea. Matanya memperhatikan ekspresi wajah Dareen yang datar sambil menatapnya serius. Sungguh jika bertatapan dengan Dareen kenapa ia menjadi gugup akhir-akhir ini.
" Kenapa menatapku seperti itu?" Dareen langsung mengalihkan pandangannya. Apa maunya Alea sekarang. Tadi bicaranya sangat serius dan pelan. Sekarang seperti mengajaknya perang.
" Karena kau benar-benar wanita aneh!" sahut Dareen. Memang wanita di depannya ini sangat aneh. Emosinya suka berubah-ubah. Sampai ia sendiri bingung dibuatnya.
" Aneh?"
" Ini sudah malam. Aku mau tidur." Dareen tidak mau melanjutkan pembicaraan ini. Sudah cukup ia memikirkan kepulangan Dariel. Ia tidak mau Alea menambahinya dengan pertanyaan alasan ia mau menikah dengannya. Meskipun dalam hatinya memang ada alasan sendiri ia mau menerima perjodohan ini.
" Dareen. Aku belum tahu jawabanmu!" Alea menarik selimut yang menutupi tubuh Dareen. Menggoncangkan tubuh Dareen agar pria itu mau bangun.
" Jawaban apa? Sudah kubilang aku mau tidur. Jangan menggangguku!" pekik Dareen. Kepalanya masih terasa pusing jika banyak bergerak. Sekarang malah Alea mengguncang tubuhnya berkali-kali.
" Jawab dulu Dareen."
" Aku mau tidur!" Dareen tidak bergeming. Ia memejamkan matanya, berharap kepalanya akan lebih ringan jika dibawa tidur. Sampai Alea capek sendiri, kemudian mengambil posisi tidur membelakangi Dareen saking kesalnya pada suaminya itu.
' Aku kan masih ingin tahu alasan dia mau menikah denganku'
.
.
.
.
.
jangan lupa tekan like dan coment🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 229 Episodes
Comments